Dokumen Pentagon Sibak Cacat Intelijen Serangan Udara AS, Ribuan Warga Jadi Korban
Klaim keberhasilan serangan udara AS selama ini ternyata tak benar. Banyak serangan bom AS dari udara meleset. Akibatnya, banyak warga sipil terluka dan tewas hanya karena AS salah lihat dan hitung.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Klaim keberhasilan serangan udara Amerika Serikat di Timur Tengah ternyata tak sepenuhnya benar. Serangan udara yang sebelumnya disebut-sebut sebagai serangan bom dengan presisi tepat sasaran ternyata meleset dan menewaskan ribuan warga sipil, termasuk anak-anak.
Hal ini terjadi karena ada "cacat intelijen", sebut Departemen Pertahanan Amerika Serikat dalam dokumen rahasia yang dipublikasikan harian The New York Times, Sabtu (18/12/2021).
Dokumen-dokumen rahasia Dephan AS atau Pentagon itu berisi sedikitnya 1.300 laporan korban sipil. Harian itu menulis, tidak ada satupun dari dokumen itu yang menyebutkan adanya penyelidikan atas kesalahan itu. Tidak ada juga informasi mengenai tindakan hukumannya.
"Pentagon sering tidak memenuhi janji transparansi dan akuntabilitasnya," sebut Times. Laporan mengenai dokumen-dokumen rahasia itu akan dipublikasikan dalam dua bagian.
Hasil penyelidikan harian itu menunjukkan jumlah korban sipil yang tewas sudah banyak dikurangi, setidaknya sampai beberapa ratus orang. Dari tiga kasus serangan yang disebutkan, salah satunya ada serangan bom pasukan khusus AS pada 19 Juli 2016 pada wilayah yang diyakini diduduki tiga kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Suriah utara.
Dalam laporan awalnya disebutkan 85 anggota kelompok NIIS yang tewas. Rupanya, korban yang tewas dalam serangan itu adalah 120 petani dan warga desa lain.
Contoh lainnya, serangan di Ramadi, Irak, pada November 2015. Serangan bom dilakukan hanya karena dilihat ada seorang laki-laki yang membawa masuk "objek berat yang tidak diketahui" ke dalam wilayah NIIS. "Objek" itu rupanya seorang anak yang kemudian diketahui tewas dalam serangan itu.
"Rekaman atau potongan gambar pengawasan yang tidak jelas atau tidak lengkap kerap membuat serangan meleset dan mematikan," sebut laporan dokumen rahasia Pentagon itu.
Baru-baru ini, AS sampai harus mencabut klaim bahwa AS telah menghancurkan kendaraan yang sedang membawa bom dengan pesawat tanpa awak di Kabul, Agustus lalu. Dari hasil penyelidikan ternyata di dalam mobil itu ada 10 orang satu keluarga, termasuk anak-anak. Semuanya tewas.
Banyak pula warga sipil yang selamat dari serangan AS, tetapi mereka kini cacat dan membutuhkan perawatan intensif dan mahal. Belum semua korban mendapatkan ganti rugi dari AS.
Salah tafsir informasi
Juru bicara Komando Tengah AS, Bill Urban, kepada Times, mengatakan bahwa kesalahan bisa saja terjadi meski sudah berbekal teknologi yang terbaik di dunia sekalipun. Kesalahan bisa terjadi karena informasi yang tidak lengkap atau salah menafsirkan informasi yang tersedia.
"Kami belajar dari kesalahan itu dan berupaya keras menghindari kesalahan itu lagi. Kami menyelidiki semuanya dan kami menyesali setiap korban jiwa tak bersalah akibat kesalahan ini," ujar Urban.
Serangan udara AS di Timur Tengah kian sering dilakukan pada akhir masa kepemimpinan Presiden AS Barack Obama. Padahal, dukungan publik menurun karena perang seakan tak berkesudahan.
Obama berpendapat, pendekatan baru yang kerap menggunakan pesawat tanpa awak itu merupakan strategi serangan udara yang paling tepat sepanjang sejarah dan mampu meminimalisasi korban dari warga sipil. Dengan teknologi yang baru, sebuah ruangan di dalam rumah yang berisi penuh dengan musuh bisa dihancurkan tanpa menghancurkan seluruh rumah.
Dalam periode lima tahun lebih, pasukan AS sudah melancarkan 50.000 serangan udara di Afghanistan, Irak, dan Suriah. Banyak serangan yang meleset.
Times menyebutkan wartawan-wartawannya sudah mendatangi lebih dari 100 lokasi serangan dan mewawancarai puluhan korban selamat serta pejabat dan mantan pejabat AS.
Harian itu memperoleh dokumen-dokumen Pentagon tersebut setelah mengajukan permohonan akan Kebebasan Informasi pada Maret 2017 dan tuntutan hukum yang diajukan pada Dephan dan Komando Tengah. Ada tuntutan baru untuk membuka catatan-catatan dari Afghanistan.
Sebelum melancarkan serangan udara, militer seharusnya menjalankan protokol yang rumit terlebih dahulu untuk membuat perhitungan dan meminimalkan kematian warga sipil. Tetapi, ada saja kemungkinan informasi intelijen yang tersedia malah menyesatkan, gagal, dan bahkan terkadang berakibat fatal.
Times mencontohkan rekaman video dari udara tidak menunjukkan ada orang di dalam bangunan, gedung, di bawah dedaunan atau di bawah terpal atau penutup aluminium.
Data yang tersedia dapat disalahartikan, seperti ketika ada orang yang sedang berlari ke lokasi pengeboman, mereka akan dikira anggota kelompok bersenjata. Padahal bisa jadi dia warga sipil yang hendak menolong korban serangan udara AS.
Terkadang, sebut Times, ada sekelompok laki-laki sedang naik sepeda motor yang gerakannya terlihat seperti hendak menyerang. Padahal, mereka benar-benar hanya bersepeda motor biasa.
Urban menegaskan, para perencana serangan udara sudah berusaha melakukan yang terbaik dalam kondisi yang sangat sulit. Namun, biasanya saat kondisi perang memang perencana serangan udara menghadapi ancaman dan tekanan berat. Akibatnya, mereka tidak mempunyai banyak waktu untuk menimbang sehingga bisa menyebabkan keputusan yang salah dan berakhir tragis dengan menewaskan korban sipil. (AFP)