Berhadapan dengan Pemerintah China yang banyak tuntutan, sejumlah perusahaan multinasional memilih angkat kaki dari China. Namun, tidak dengan Amazon. Raksasa e-dagang asal Amerika Serikat itu kompromistis.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
BEIJING, SABTU — Raksasa e-dagang Amazon.com Inc menjalankan strategi bisnis yang kompromistis di China. Hal ini kontras dengan strategi yang dijalankan di India dan Amerika Serikat.
Demikian, antara lain, isi laporan panjang Reuters pada Sabtu (18/12/2021). Dalam berita yang mencakup hampir 14.000 karakter itu, Reuters mengungkapkan dokumen internal Amazon pada 2018 dan hasil wawancara dengan sejumlah orang yang terlibat dalam operasi bisnis Amazon di China.
Disebutkan bahwa pada dua tahun silam, Amazon memasarkan buku-buku koleksi pidato dan tulisan Presiden China Xi Jinping di situs Amazon di China. Ini merupakan kerja sama antara Amazon dan China International Book Trading Corp (CIBTC), perusahaan milik negara China.
Beberapa saat setelah pemasaran, muncul sejumlah ulasan dan tanggapan negatif terhadap buku-buku tersebut dari konsumen. Lantas muncullah permintaan dari pihak China untuk menutup bagian ulasan dan tanggapan. Saat ini, di situs Amazon.com, buku-buku yang diterbitkan Pemerintah China tidak memiliki bagian ulasan pelanggan dan peringkat. Bagian komentar pun dinonaktifkan.
Amazon, seperti juga perusahaan lain di China, menghadapi tantangan yang menyangkut kontrol ideologi dan propaganda oleh pemerintah setempat. Dalam situasi itu, salah satu strategi penting Amazon adalah bermitra dengan CIBTC membuat portal penjualan, proyek yang kemudian dikenal sebagai China Books atau ”Buku-buku China”.
Total yang ditawarkan lebih dari 90.000 publikasi. Buku-buku itu tidak melulu berkonten politik. Ada banyak judul apolitik, seperti buku bahasa Mandarin, buku memasak, dan cerita pengantar tidur anak-anak.
Ada pula buku berjudul Incredible Xinjiang: Stories of Passion and Heritage, membahas acara komedi daring di Xinjiang. Buku tersebut mengutip seorang aktor yang memerankan ”country bumpkin” Uighur yang mengatakan bahwa etnisitas ”tidak menjadi masalah” di sana. Buku itu mengampanyekan posisi Beijing yang membantah telah menganiaya kelompok minoritas.
Beberapa buku bercerita tentang perjuangan China memerangi pandemi Covid-19 secara heroik, dimulai di kota Wuhan. Salah satunya berjudul Stories of Courage and Determination: Wuhan in Coronavirus Lockdown. Buku lain dimulai dengan komentar Xi, ”Keberhasilan kami sampai saat ini sekali lagi menunjukkan kekuatan kepemimpinan PKC dan sosialisme China.”
Meski penjualan buku-buku tersebut belum menghasilkan pendapatan signifikan, masih merujuk dokumen yang diperoleh Reuters, Amazon melihatnya sebagai langkah penting untuk memenangkan hati Pemerintah China. Alhasil, Amazon sukses mendapat dukungan pemerintah untuk mengembangkan perangkat buku elektronik Kindle, komputasi awan, dan bisnis e-dagang di China. ”Elemen kunci untuk menghindari persoalan lisensi dengan Pemerintah China adalah proyek Buku-buku China,” sebut dokumen itu.
Menanggapi laporan Reuters itu, Amazon mengatakan bahwa perusahaan mematuhi semua hukum dan peraturan yang berlaku di mana pun perusahaan beroperasi, tidak terkecuali di China.
”Sebagai penjual buku, kami percaya bahwa menyediakan akses pada kata-kata tertulis dan perspektif yang beragam itu penting. Itu termasuk buku-buku yang mungkin dianggap tidak menyenangkan,” kata Amazon. Sementara CIBTC mengatakan bahwa proyek Buku-buku China adalah hubungan komersial antardua perusahaan.
Pendekatan kompromistis di China tersebut kontras dengan strategi bisnis Amazon di India dan Amerika Serikat. Di India, Reuters tahun ini telah memberitakan tentang bagaimana Amazon menghindari peraturan lokal untuk mempromosikan mereknya sendiri dan mencurangi hasil pencarian di situs web India.
Sementara di AS, Reuters pernah memberitakan bagaimana Amazon melakukan perlawanan terhadap kebijakan privasi negara yang dirancang untuk melindungi konsumen.
Amazon menyatakan selalu mematuhi hukum di India dan tidak menyukai produk label pribadinya dalam hasil pencarian. Ihwal di AS, perusahaan mengatakan lebih memilih undang-undang privasi federal, melindungi privasi konsumen, dan tidak menjual data mereka.
Beberapa perusahaan memilih meninggalkan pasar China ketika menghadapi tuntutan Beijing. Yahoo baru-baru ini hengkang dari China. LinkedIn dari Microsoft Corp mengumumkan akan menarik beberapa layanannya di China. Keduanya menyebutkan lingkungan bisnis China tidak mendukung.
Sementara Amazon telah tumbuh menjadi kekuatan ekonomi yang kuat di China dalam beberapa tahun terakhir. Amazon juga memberikan peluang ekspor yang menguntungkan bagi ribuan bisnis China sambil mengembangkan unit layanan komputasi awannya sendiri. Amazon Web Services (AWS) sekarang menjadi salah satu penyedia terbesar untuk perusahaan China secara global.
Amazon memasuki pasar China pada 2004 melalui kesepakatan 75 juta dollar AS atau sekitar Rp 1 triliun untuk mengakuisisi Joyo.com, penjual buku dan media daring China.
Selanjutnya Amazon bekerja dengan Administrasi Umum Pers dan Publikasi (GAPP), regulator yang terlibat dalam sensor negara dalam perannya sebagai pengawas publikasi di China. NPPA sekarang menangani sebagian besar tanggung jawab GAPP. NPPA, pada gilirannya, diawasi oleh Departemen Publisitas PKC, yang sebelumnya dikenal sebagai Departemen Propaganda. (REUTERS)