Taiwan terus berupaya membangun dukungan dari komunitas global. Di saat makin agresifnya upaya Beijing untuk menyatukan China, dukungan global makin diperlukan Taipei.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar dan Benny D Koestanto
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Taiwan menegaskan akan terus memegang prinsip demokrasi. Untuk itu, dukungan dari komunitas internasional untuk menjaga sistem pemerintahan dan cara hidup tersebut penting di tengah upaya penyatuan China.
”Saat ini, dunia mengalami bangkitnya nilai-nilai otoriterianisme. Tidak hanya di Taiwan, tetapi juga di Eropa, Pasifik, dan Amerika Latin,” kata Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu kepada wawancara eksklusif dengan Kompas, Kamis (16/12/2021).
Dalam wawancara lewat telewicara dari Kantor Perwakilan Ekonomi dan Perdagangan Taiwan di Jakarta itu, Wu menjelaskan, rakyat Taiwan sejatinya melihat dan memahami fenomena tersebut. Oleh karena itu, mereka menilai semakin penting untuk menjaga cara hidup yang demokratis.
Saat ini, situasi hubungan antara Taiwan dan China tengah memanas. Presiden sekaligus Sekretaris Jenderal Partai Komunis China (PKC) Xi Jinping dalam Kongres Ulang Tahun Ke-100 PKC berjanji untuk menyatukan seluruh China.
Hong Kong yang diserahkan Inggris kepada China pada 1997 kini sudah berubah sistem pemerintahannya, dari demokrasi menjadi sistem terpusat dengan pemimpin yang ditunjuk oleh Beijing. Xi bercita-cita mengembalikan Taiwan ke pangkuan China.
Pada 1949, pemerintahan di China terbelah menjadi dua. Saat itu, Pemerintah Republik China yang dipimpin Chiang Kai-shek tersingkir oleh PKC yang dipimpin Mao Zedong. Republik China terpaksa pindah ke Pulau Taiwan. Sementara PKC mendirikan Republik Rakyat China di China daratan.
Kementerian Pertahanan Taiwan mencatat, 1.710 pesawat militer China melintasi batas pertahanan udara Taiwan pada 2020. Tahun ini, jumlahnya mencapai 985 pesawat. Khusus November, jet tempur China melintas di langit Taiwan setiap hari.
Hal itu, menurut Wu, mengancam kedaulatan Taiwan yang selama ini menyatakan sebagai entitas terpisah dari China. Ancaman serupa, Wu melanjutkan, dialami sejumlah negara di Asia Tenggara. Ini merujuk pada sengketa wilayah di Laut China Selatan. Untuk itu, Taiwan mengharapkan, negara-negara di Asia Tenggara bisa satu suara menyatakan keberatan dengan berbagai intrusi China di laut dan udara.
Wu mengakui, hubungan diplomatik Taiwan dengan negara-negara sahabat tengah menghadapi tantangan sulit. Sejak 2016, dari 21 negara yang menjalin hubungan diplomatik dengan Taiwan, tujuh negara memutuskan hubungan dan beralih kepada China.
Pada saat yang sama, hubungan Taiwan dengan negara-negara di Eropa berkembang pesat. Mayoritas di antaranya tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan. Namun, pemerintahnya membuat resolusi yang mengakui demokrasi di Taiwan. Di antaranya Perancis, Jerman, Belanda, Swiss, Irlandia, dan Ceko.
Selain itu, Taiwan juga didukung sahabat lama mereka, Jepang. Hubungan kedua negara melebihi diplomasi karena hubungan antarmasyarakat sangat erat. Pernyataan mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di Forum Keamanan Taipei beberapa hari lalu sangat berarti bagi Taiwan. Ia mengatakan bahwa ancaman demokrasi di Taiwan merupakan ancaman demokrasi bagi Jepang.
”Situasi darurat Taiwan adalah situasi darurat Jepang, dan oleh karena itu adalah juga situasi darurat bagi aliansi Jepang-AS. Orang-orang di Beijing, terutama Presiden Xi Jinping, seharusnya tidak pernah salah mengenali hal ini,” kata Abe.
Pada 2019, Dewan Keamanan Nasional Taiwan mengeluarkan laporan yang mengkaji risiko menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara yang kecil atau bergantung pada bantuan dana dari luar negeri. Alasannya karena untuk soal uang, China selalu bisa memberi jumlah yang lebih banyak.
”Akan tetapi, perlu dipahami bahwa sistem Taiwan memberi sumbangan kepada negara lain tidak sekadar memberi pinjaman. Kami memiliki sistem kerja sama proyek pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang terukur dan transparan,” ujarnya.
Pada 2019, Taiwan kehilangan Kepulauan Solomon dan Kiribati sebagai sekutunya. Mereka mengalihkan pengakuan kepada China. Bahkan, China memberi bantuan sebesar 500 juta dollar Amerika Serikat untuk Kepulauan Solomon. Menurut Wu, bantuan tersebut bukan diberikan kepada rakyat, melainkan langsung masuk kantong-kantong politisi lokal. Akibatnya, jumlah uang yang banyak itu tidak bisa dinikmati oleh masyarakat.
”Memang, secara nominal, jumlah bantuan yang Taiwan berikan kalah besar daripada China. Akan tetapi, dari segi mutu investasi, (bantuan Taiwan) langsung terasa oleh masyarakat karena berupa program pemberdayaan yang bekerja sama dengan organisasi lokal,” ucapnya.
Ia berpendapat, skema bantuan China melanggengkan sistem pemerintahan yang otoriter dan bukan yang dipilih oleh rakyat. Hal ini, misalnya, terjadi di Nikaragua yang per 9 Desember lalu memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan. Pernyataan yang dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri Nikaragua Denis Moncada ialah hanya ada Satu China, yaitu Pemerintah Republik Rakyat China, dengan Taiwan sebagai bagian dari negara tersebut.
Pemilihan umum Nikaragua pada 7 November menuai berbagai kecaman dari negara-negara demokrasi. Presiden Daniel Ortega maju untuk keempat kalinya. Ia dan istrinya, Wakil Presiden Rosario Murillo, memenjarakan 40 lawan politik mereka, termasuk tujuh politisi potensial bakal calon presiden. Pasangan suami-istri ini akhirnya mengikuti pemilu tanpa lawan sehingga tidak sesuai dengan kaidah demokrasi. Presiden AS Joe Biden mengatakan, ini hanyalah pemilu sandiwara demi melanggengkan kekuasaan Ortega-Murillo.
”Meskipun pemutusan hubungan itu menyakitkan bagi Taiwan, kami memahami bahwa negara otoriter akan mencari dukungan kepada negara otoriter lainnya. Bukan kepada negara demokrasi,” kata Wu.
Fenomena ini, lanjut Wu, juga dialami oleh Lituania. Negara itu ditekan oleh Rusia dan Belarus. Kini, Lituania juga ditekan oleh China karena mengakui Taiwan sebagai entitas merdeka dan membuka kedutaan besar di Taipei. Hal ini adalah suatu kewajaran karena dunia melihat komitmen Taiwan terhadap demokrasi sehingga negara-negara yang memegang nilai-nilai yang sama mulai mendekati Taiwan.