Facebook Berangus Perusahaan Intelijen yang Punya Jaringan Klien di Indonesia
Laporan Meta mengungkap, perangkat Cytrox disewa antara lain oleh kliennya di Indonesia. Cara kerja perangkat Cytrox mirip seperti Pegasus, perangkat penyadapan buatan Israel yang juga digunakan kliennya di Indonesia.
Oleh
kris mada
·5 menit baca
CALIFORNIA, JUMAT — Indonesia kembali terungkap menjadi salah satu pengguna perangkat mata-mata buatan Israel. Pengungkapan itu menyusul pengumuman Meta, perusahaan yang menjadi induk Facebook-Instagram-Whatsapp.
Dalam pengumuman pada Kamis (16/12/2021) siang waktu California atau Jumat dini hari WIB, Meta mengungkap penutupan akses bagi Cytrox dan sejumlah perusahaan terhadap media sosial yang dikelola Meta. Dalam laporan itu, Meta mengumumkan penutupan akses terhadap Cobwebs Technologies, Cognyte, Black Cube, Bluehawk CI, BellTrox, dan Cytrox. Meta juga menyebut perusahaan lain yang berasal dari China ikut ditutup aksesnya. Walakin, tidak disebutkan apa nama perusahaannya.
BellTrox merupakan perusahaan India. Adapun Cytrox merupakan perusahaan milik mantan perwira intelijen Israel dan berkantor pusat di Macedonia Utara. Sisa perusahaan lain dimiliki orang Israel dan berpusat di Israel.
Lewat laporan itu, Meta bermaksud menunjukkan bahwa NSO Group hanyalah kelompok kecil dari tentara bayaran di ranah digital global. Meta sengaja menggunakan istilah ”tentara bayaran” untuk menyebut perusahaan produsen perangkat mata-mata itu. Meta juga secara spesifik menyebut NSO Group, perusahaan Israel yang membuat Pegasus.
Beberapa tahun terakhir, Meta bergulat dengan NSO karena Pegasus memanfaatkan Facebook-Instagram-Whatsapp untuk mematai-matai ribuan orang di berbagai negara. Meta memakai istilah ”tentara bayaran” karena NSO dan perusahaan sejenis memang bisa disewa pihak mana pun untuk memata-matai pihak lain.
Dalam laporan Meta, Cytrox disebut disewa, antara lain, oleh pihak di Indonesia. Meta tidak mengungkap siapa penyewa dan sasaran Cytrox di Indonesia.
Pengungkapan Meta menunjukkan ada pihak di Indonesia memakai perangkat mata-mata elektronika buatan Israel. Sebelum ini, juga terungkap ada pengguna Pegasus di Indonesia.
”Perusahaan seperti Cytrox menggunakan akses untuk keperluan mata-mata. Mereka membangun perangkat untuk mengelola akun palsu, menyasar dan mengawasi orang-orang, mengirimkan perangkat jahat. Mereka menyediakan jasa kepada siapa pun yang mau membayar,” kata Kepala Keamanan Meta Nathaniel Gleicher.
Dalam laporan Meta disebut, ada 1.500 akun Facebook dan Instagram yang terafiliasi ke perusahaan-perusahaan itu. Kini, seluruhnya sudah ditutup. Akun-akun diyakini telah menyasar sedikitnya 48.000 target khusus di sedikitnya 100 negara, termasuk Indonesia.
”Tujuan tindakan hari ini bukan hanya menutup akun, melainkan mengganggu mereka semaksimal mungkin. Tujuannya adalah mengungkap operasi mereka dan membawa transparansi pada industri ini,” kata Direktur Ancaman Meta David Agranovich.
Laporan itu diungkap setelah 18 anggota parlemen Amerika Serikat menyurati Departemen Keuangan dan Departemen Luar Negeri AS. Mereka meminta kedua lembaga pemerintah itu menjatuhkan sanksi kepada NSO dan perusahaan sejenis. Sebab, perusahaan-perusahaan itu menyediakan perangkat mata-mata yang melanggar HAM. Sanksi diharapkan menggunakan undang-undang Magnitsky. UU itu memberikan kewenangan kepada AS menyanksi pelaku pelanggaran HAM di mana pun.
Satu trik seperti Pegasus
CEO Cytrox yang terakhir diketahui adalah Ivo Malinkovski. Ia tidak bisa diketahui di mana posisinya untuk dimintai tanggapan. Awal bulan ini ia menghapus halaman LinkedIn untuk menghilangkan afiliasinya dengan Cytrox. Laman intelijen bisnis, Crunchbase, menyebutkan bahwa Cytrox didirikan di pinggiran Tel Aviv, Israel, tahun 2017.
Peneliti pada Citizen Lab, Bill Marzak, mengatakan, perangkat lunak perusak dari Cytrox terlihat mempunyai trik sama dengan perangkat Pegasus buatan NSO Group. Cytrox mengubah telepon pintar menjadi alat penyadap dan menyedot data vitalnya, salah satunya termasuk rekaman seluruh percakapan langsung.
Cytrox merupakan bagian dari bayangan aliansi perusahaan-perusahaan teknologi pengintaian, yang dikenal bernama Intellexa. Intellexa didirikan untuk menyaingi NSO Group. Didirikan pada tahun 2019 oleh mantan pejabat militer dan penguasa Israel bernama Tal Dilian, aliansi Intellexa menaungi perusahaan-perusahaan yang menabrak aturan-aturan di berbagai negara.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden pada November 2021 memasukkan NSO Group dan perusahaan Israel lainnya, Candiru, dalam daftar hitam. Perusahaan-perusahaan AS dilarang memasok teknologi ke dua perusahaan Israel itu.
Pada bulan yang sama, Apple mengumumkan bahwa mereka menuntut NSO Group. Apple, perusahaan raksasa teknologi AS, menyebut para karyawan NSO Group sebagai ”tentara bayaran abad ke-21 yang tak bermoral”. Sebelumnya, pada tahun 2019, Facebook telah lebih dulu menuntut NSO Group atas dugaan melanggar app pengolah pesan, Whatsapp.
Pada awal Desember 2021, Kementerian Pertahanan Israel menyatakan tengah memperketat pemantauan terhadap aktivitas ekspor peranti keamanan siber guna mencegah pelanggaran aturan. Namun, para peneliti Citizen Lab, yang telah memonitor cara eksploitasi oleh NSO Group sejak 2015, skeptis. Andai saja NSO Group menghilang besok, misalnya, perusahaan pesaingnya tanpa kesulitan akan menggantikannya dengan peranti pengintaian lainnya.
Hanya peduli bayaran
Peneliti senior Citizen Lab, John Scott-Railton, menyebut bahwa mata-mata elektronika adalah masalah besar di industri media sosial global. Tindakan Meta disebutnya sebagai langkah penting dan memberi pesan tegas kepada perusahaan penyedia perangkat mata-mata. ”Ini bukan masalah satu atau dua perusahaan,” kata peneliti lembaga University of Toronto yang fokus pada teknologi pengawasan itu.
Pengungkapan laporan Meta adalah pengingat bagi pengguna internet tentang keberadaan pihak-pihak yang mau memantau mereka dengan imbalan dari pihak lain. Penyedia jasa itu hanya peduli pada bayaran dan mau memberi jasa kepada siapa pun.
”Mereka menyasar jurnalis, pengkritik, atau pihak-pihak yang tidak disukai rezim. Fenomena mengerikan ini akan terus ada sampai ada upaya sistematis dan menyeluruh untuk mengatasinya,” katanya.
Dalam penelitian Citizen Lab, ada jejak Cytrox di Indonesia, Mesir, Arab Saudi, Serbia, hingga Madagaskar. Perusahaan itu disebut amat tertutup sejak didirikan di Macedonia. Seorang mantan perwira intelijen Israel, Tal Dilian, menanamkan 5 juta dollar AS ke perusahaan itu pada 2019.
Sebelum menanamkan modal di Cytrox, Dilian memiliki Intellexa. Dalam pernyataan beberapa tahun lalu, Intellexa disebut hanya melayani aparat. (AP/AFP/REUTERS/SAM)