Dianggap Sepele, Omicron Sudah Menyebar di 77 Negara
Omicron tak bisa disepelekan. Varian yang awalnya disebutkan memiliki tingkat fatalitas lebih rendah dari Delta itu kini telah menyebar di 77 negara. Tanpa antisipasi, varian ini bisa menjadi dominan.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
GENEVA, RABU — Varian Omicron telah menyebar di 77 negara. Varian yang awalnya disebut lebih ringan dampak infeksinya ketimbang Delta ini berpeluang menggeser dominasi Delta jika langkah antisipasi serius tak segera dilakukan berbagai negara.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, di Geneva, Selasa (14/12/2021) waktu setempat atau Rabu WIB, menyatakan, Omicron telah ditemukan di 77 negara hingga pekan ini. Ia mengingatkan kemungkinan penyebaran varian itu ke sebagian besar negara tanpa terdeteksi ”pada tingkat yang belum pernah terlihat pada varian sebelumnya”. Inggris pada awal pekan ini mengonfirmasi kasus kematian akibat Omicron untuk pertama kalinya.
Pakar WHO, Bruce Aylward, dengan keras memperingatkan agar semua pihak tidak ”melompat ke kesimpulan bahwa Omicron adalah penyakit ringan”. ”Kita bisa menyiapkan diri untuk situasi yang sangat berbahaya,” ujarnya.
Peringatan itu dikeluarkan setelah Pfizer pada Selasa mengatakan bahwa uji klinis pil Covid-19 yang diproduksinya dapat mengurangi kemungkinan pasien harus dirawat di rumah sakit dan kematian di antara orang-orang yang berisiko hingga hampir 90 persen.
Pada hari yang sama, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa melalui laporan terbarunya mencatat total 2.127 kasus Omicron terkonfirmasi di Uni Eropa dan beberapa negara mitra. Jumlah kasus terbesar tercatat di Denmark, Norwegia, Perancis, Jerman, dan Belgia.
Adapun di kawasan Asia, Kamboja telah mendeteksi kasus pertama Omicron. Seorang perempuan Kamboja yang tiba dari Ghana melalui Dubai dan Bangkok terdeteksi terinfeksi Omicron.
Dari Hong Kong dilaporkan, para peneliti mendesak warga Hong Kong agar segera mendapatkan vaksin penguat Covid-19. Ini setelah sebuah penelitian menunjukkan kekebalan yang dihasilkan oleh vaksin yang dikembangkan Sinovac dan BioNTech tidak cukup untuk menangkis Omicron.
Rilis hasil penelitian pada Selasa oleh para ilmuwan di departemen mikrobiologi Universitas Hong Kong menjadi data awal pertama yang diterbitkan tentang dampak vaksin Sinovac terhadap Omicron.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, di Brussels, memperingatkan, Omicron dapat menjadi kasus yang dominan di Eropa pada bulan depan. Ia berharap UE memiliki cukup vaksin Covid-19 untuk memerangi pandemi, termasuk yang berasal varian itu.
”Jika Anda melihat waktu yang dibutuhkan untuk kasus baru berlipat ganda tampaknya menjadi dua kali lipat setiap dua atau tiga hari. Itu sangat besar. Kami diberi tahu bahwa pada pertengahan Januari kami perkirakan Omicron jadi varian dominan di Eropa,” kata Von der Leyen kepada Parlemen Eropa.
Von der Leyen berkeras ada ”dosis vaksin yang cukup untuk setiap warga Eropa saat ini”. Negara-negara UE terus mendorong percepatan penyaluran vaksin penguat untuk memerangi Omicron yang menyebar dengan cepat. ”Kami sekarang dalam posisi untuk memproduksi 300 juta dosis vaksin per bulan di sini, di Eropa,” katanya.
Sejauh ini, 66,6 persen populasi UE telah mendapatkan dua dosis vaksin Covid-19 dan 62 juta telah menerima suntikan dosis ketiga. Von der Leyen mengatakan bahwa hal terpenting saat ini adalah meningkatkan tingkat vaksinasi secara keseluruhan, termasuk di kalangan anak-anak.
”Kami memiliki kontrak yang memastikan bahwa kami akan menerima vaksin setelah mereka beradaptasi dengan varian baru sesegera mungkin. Dan, kami juga diberi tahu bahwa itu akan memakan waktu sekitar 100 hari untuk mengadaptasi vaksin yang kami miliki,” tuturnya. (AFP/REUTERS)