Persaingan Amerika Serikat dan China makin ketat. Mereka berdiplomasi dengan cara dan gaya masing-masing. Indonesia menjadi mitra strategis untuk kedua belah pihak. Politik bebas aktif itu diuji relevansinya.
Oleh
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
·4 menit baca
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken dijadwalkan berkunjung ke Jakarta pada 13-14 Desember. Blinken sedianya akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/12/2021) sore ini. Sejumlah tema pembicaraan, langsung ataupun tidak langsung, akan bersinggungan dengan persaingan AS dan China di Indo-Pasifik.
Kunjungan dua hari di Jakarta ini menjadi bagian dari satu rangkaian perjalanan kenegaraan Blinken ke Inggris, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Hawaii, 9-17 Desember. Mengutip keterangan pada laman Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, pertemuan Blinken dan Presiden Jokowi ditujukan untuk memperkuat kemitraan strategis Indonesia-AS dan kepentingan menjaga Indo-Pasifik sebagai kawasan yang bebas dan terbuka.
Blinken juga akan mengangkat tema penanganan Covid-19, krisis iklim, serta penguatan demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Ada pula agenda pengembangan kerja sama di sejumlah bidang, seperti maritim, kesehatan global, dan ekonomi digital.
”Penguatan kemitraan strategis dengan Indonesia adalah prioritas kebijakan luar negeri AS, mengingat status Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, sejarah kepemimpinannya di ASEAN, dan perannya sebagai Presiden G-20,” sebut Departemen Luar Negeri AS.
Kunjungan Blinken ke Jakarta sekaligus merupakan tindak lanjut atas tiga pertemuan mutakhir. Pertemuan yang dimaksud adalah dialog strategis perdana Indonesia-AS di Washington pada Agustus 2021, pertemuan antara Presiden Jokowi dan Presiden Joe Biden di Glasgow pada November, serta partisipasi Presiden Jokowi pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Demokrasi yang digelar AS secara virtual, pekan lalu.
Dalam keterangan atas kunjungan Blinken ke Indonesia yang mencakup 14 paragraf, kata ”China” hanya disebut satu kali, yakni dalam pernyataan dukungan kepada Indonesia. Namun, dalam poin-poin berikutnya, isu-isu yang akan dibahas di Jakarta berikut elaborasinya, langsung dan tidak langsung, akan berkaitan dengan kompetisi antara AS dan China.
”Kami mendukung usaha kuat Indonesia mengamankan hak maritimnya dan melakukan pembelaan atas agresi Republik Rakyat China di Laut China Selatan, termasuk di zona ekonomi eksklusif di sekitar Kepulauan Natuna.” Demikian pernyataan Departemen Luar Negeri AS.
Sehubungan dengan itu, Departemen Luar Negeri AS melanjutkan, kerja sama keamanan menjadi pilar kunci dalam kemitraan strategis AS-Indonesia. AS bangga menjadi mitra pertahanan terbesar Indonesia dalam hal jumlah latihan dan kegiatan militer bersama tahunan.
Kompas mencatat, persaingan pengaruh global AS-China pada tahun-tahun terakhir kian sengit. China dengan kekuatan ekonominya memperluas pengaruh globalnya. Raksasa manufaktur dunia itu, misalnya, sejak 2013 membangun jaringan darat dan maritim ke Asia-Eropa-Afrika melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan China. China juga terus meningkatkan kemampuan teknologinya, termasuk di bidang pertahanan. China pun semakin ambisius dengan program luar angkasanya.
AS sebagai adidaya lama berusaha membendung pertumbuhan hegemoni China. Guna mengonsolidasikan kekuatan global, AS menggaungkan narasi anti-China. Ini ditempuh, antara lain, melalui isu demokrasi dan hak asasi manusia. Konsolidasi pertama dilakukan dengan negara-negara Eropa dan kelompok negara-negara kaya yang tergabung dalam G-7.
Konsolidasi diperluas ke negara-negara lainnya, termasuk di kawasan Indo-Pasifik. Khusus di Indo-Pasifik, usaha China mendominasi Laut China Selatan menjadi pintu masuk AS merebut dukungan negara-negara kawasan yang bersengketa dengan China, yakni Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, dan Vietnam.
Indonesia bukan negara yang bersengketa wilayah perairan dengan China. Namun, China terus mengusik Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Ini, misalnya, terjadi pada Oktober dan awal Desember di perairan Kepulauan Natuna.
Dalam lawatan ke Jakarta, Blinken dijadwalkan memberikan pidato tentang pendekatan AS di Indo-Pasifik. Pidato yang dijadwalkan berlangsung Selasa (14/12/2021) pukul 09.30 WIB tersebut akan ditayangkan melalui www.state.gov , situs resmi Departemen Luar Negeri AS.
Pada poin-poin keterangan berikutnya, Departemen Luar Negeri AS juga mengangkat sejumlah isu lain yang langsung sekaligus tidak langsung berkaitan dengan persaingannya dengan China. Dalam isu demokrasi dan HAM, Departemen Luar Negeri AS menyebutkan, AS dan Indonesia berkomitmen memperkuat demokrasi dan melindungi HAM.
Menindaklanjuti KTT Demokrasi yang digelar AS beberapa hari lalu, kedua negara akan melanjutkan upaya mengonfrontasi tantangan-tantangan serius yang mengancam demokrasi domestik dan internasional serta mencari cara-cara melindungi HAM dengan lebih baik dan memastikan demokrasi berjalan dengan baik. ”AS dan Indonesia memiliki pandangan yang sama tentang Kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, termasuk komitmen untuk pelayaran dan penerbangan yang bebas,” kata pernyataan Departemen Luar Negeri AS lagi.
Di bidang ekonomi, AS menjanjikan komitmen penguatan kerja sama dengan Indonesia. Kawasan Indo-Pasifik yang terbuka bagi semua negara menjadi prasyaratnya.
”Kami sedang menerapkan skema baru dan inovatif untuk meningkatkan keterlibatan bisnis AS di Indonesia demi kepentingan kedua negara. Kerja sama Pembiayaan Pembangunan Internasional AS tengah mengatalisasi investasi swasta AS dalam pertumbuhan infrastruktur, digital, dan energi di Indonesia. Dan, penandatanganan perjanjian mutakhir tentang pembiayaan infrastruktur bilateral akan menarik modal swasta dalam memenuhi kekurangan perkiraan dana infrastruktur senilai 1,5 triliun dollar AS,” kata Departemen Luar Negeri AS.