Boikot Olimpiade Musim Dingin di Beijing, AS Diingatkan Potensi Balasan China di Olimpiade 2028
Sebagai bentuk protes terhadap pelanggaran HAM di Xinjiang, China, AS tidak akan mengirimkan perwakilan resmi pemerintah ke Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022. Namun, para atlet AS akan tetap ikut berlaga di ajang itu.
Oleh
Luki Aulia
·6 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Pemerintah Amerika Serikat tidak akan mengirimkan perwakilan diplomatik atau perwakilan resmi lainnya ke Olimpiade Musim Dingin, 4-20 Februari 2022, dan Paralimpiade Musim Dingin, 4-13 Maret 2022, di Beijing, China. Alasannya, Washington menilai masih terjadi pelanggaran hak asasi manusia, termasuk genosida dan kejahatan kemanusiaan pada kelompok minoritas Muslim di Xinjiang. Meski tak ada perwakilan resmi dari pemerintah, tim atlet dari Amerika Serikat tetap ikut berlaga.
Hal itu diumumkan juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, Senin (6/12/2021). ”Para atlet dan tim dari AS akan tetap didukung sepenuhnya. Kami akan menyemangati mereka dari sini,” ujarnya. ”Rasanya tidak tepat jika kami juga membuat para atlet merugi karena sudah lama berlatih dan mempersiapkan diri untuk Olimpiade ini.”
Merespons langkah AS, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, dalam konferensi pers, Senin (6/12/2021), memperingatkan agar Olimpiade Musim Dingin ”tidak dijadikan panggung unjuk kekuatan postur politik dan manipulasi”. ”Jika AS tetap bersikukuh dengan caranya sendiri, China bakal mengambil tindakan-tindakan balasan yang tegas.”
Zhao tidak merinci ”tindakan balasan tegas” China yang mungkin akan diambil Beijing sebagai respons atas aksi boikot pejabat AS tersebut. AS akan menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas tahun 2028 di Los Angeles. Menjadi pertanyaan dan teka-teki apa yang akan dilakukan China saat AS menggelar Olimpiade 2028.
Aksi boikot oleh AS pada ajang olahraga tingkat dunia seperti itu pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya. Pada tahun 1980, misalnya, di tengah suasana Perang Dingin, Presiden AS Jimmy Carter tidak memperbolehkan tim atlet AS berlaga di Olimpiade Moskwa 1980. Kala itu Washington memimpin aksi boikot bersama 66 negara untuk tidak tampil di Moskwa.
Aksi boikot tersebut merupakan bentuk protes AS terhadap invasi Soviet ke Afghanistan. Negara-negara Blok Komunis membalas tindakan tersebut dengan aksi boikot serupa saat AS menjadi tuan rumah Olimpiade di Los Angeles, empat tahun kemudian.
Mengirimkan perwakilan delegasi tingkat tinggi ke ajang Olimpiade sebenarnya sudah menjadi tradisi lama di AS dan negara-negara lain. Presiden George W Bush pernah hadir di pembukaan Olimpiade Musim Panas Beijing 2008. Ibu Negara Jill Biden juga memimpin kontingen AS ke Olimpide Tokyo 2020 yang digelar pada Juli tahun ini.
Sejumlah anggota kongres dan kelompok advokasi HAM sudah menuntut boikot diplomatik ini selama berbulan-bulan. Presiden AS Joe Biden juga sudah menyatakan tidak akan mengirimkan perwakilan ke Olimpiade Musim Dingin Beijing. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sudah berbicara dengan negara-negara sekutu mengenai tindakan apa yang harus dilakukan. Belum diketahui apakah negara-negara lain akan mengikuti langkah yang diambil AS.
Di Tokyo, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan akan mengambil keputusan sendiri soal apakah akan mengirimkan perwakilan Pemerintah Jepang ke Olimpiade Musim Dingin Beijing. Menurut Kishida, Tokyo akan mempertimbangkan sejumlah faktor saat mengambil keputusan itu, seperti tujuan Olimpiade, situasi diplomatik, dan kepentingan nasional Jepang.
Perhatian senada disampaikan Pemerintah Kanada. ”Kanada sangat terganggu dengan laporan pelanggaran HAM di China. AS sudah memberi tahu keputusan mereka. Kami akan membahas masalah ini dengan mitra dan sekutu-sekutu kami,” sebut Kementerian Luar Negeri Kanada dalam pernyataan tertulisnya.
Wakil Perdana Menteri Selandia Baru Grant Robertson mengatakan bahwa pihaknya juga tidak akan mengirimkan delegasi perwakilan dari pemerintah. Namun, keputusan ini tidak diambil karena boikot AS, melainkan semata-mata karena kekhawatiran akan Covid-19. ”Kami sudah berkali-kali mengungkapkan keprihatinan pada isu HAM kepada China. Mereka tahu pandangan kami soal itu,” ujarnya.
Boikot diplomatik AS ini membuat perusahaan-perusahaan yang menjadi sponsor di Olimpiade serba salah. Namun, mantan Presiden CBS Sports yang bertanggung jawab pada kesepakatan hak siar olimpiade, Neal Pilson, menegaskan bahwa yang terpenting bagi para sponsor adalah tim AS tetap ikut berlaga di Olimpiade sehingga tidak perlu ikut memboikot seperti pemerintah.
NBCUniversal yang menyiarkan Olimpiade itu ke AS juga akan tetap menyiarkan jalannya pertandingan yang diikuti tim atlet AS.
Juru bicara Kemlu AS, Ned Price, juga mengatakan bahwa pemerintah AS tidak akan meminta perusahaan-perusahaan swasta di negaranya untuk mengikuti langkah pemerintah. Hanya saja, mereka tetap diminta untuk menyadari pelanggaran HAM yang terjadi di Xinjiang.
Manipulasi politik
Menanggapi keputusan AS, Kedutaan Besar China di Washington menilai tindakan AS itu termasuk manipulasi politik saja. Apalagi sejak awal China memang tidak memberikan undangan menghadiri olimpiade kepada politisi AS. Hingga kini, di antara pemimpin negara-negara besar baru Presiden Rusia Vladimir Putin yang diundang secara resmi untuk hadir.
”Tidak akan ada yang peduli juga apakah mereka akan datang atau tidak. Tidak ada pengaruhnya pada kesuksesan Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022,” kata juru bicara Kedubes China, Liu Pengyu.
Media milik pemerintah China, Global Times, mencuit unggahan pesan sarkastis di Twitter. ”Jujur saja, warga China lega mendengar kabar (pemboikotan pejabat AS) itu karena semakin sedikit pejabat AS yang datang, semakin sedikit virus yang akan masuk (ke China),” cuit Global Times.
Selama ini China mengaku menentang politisasi olahraga, tetapi mereka sendiri juga pernah ”menghukum" liga-liga olahraga AS, termasuk Asosiasi Bola Basket Nasional Amerika Serikat (NBA), setelah AS dinilai melewati apa yang mereka sebut sebagai batas garis merah politik.
Komite Olimpiade Internasional (IOC) menghormati keputusan AS karena kehadiran pejabat pemerintah dan diplomat ke acara ini murni keputusan politik setiap pemerintah. Sikap Pemerintah AS itu menunjukkan bahwa Olimpiade dan partisipasi atlet itu bukan urusan politik.
Dukungan pada para atlet dan Olimpiade, sebut IOC, meningkat beberapa bulan terakhir. Dukungan terbaru datang dari resolusi PBB ”Membangun dunia yang lebih baik dan damai melalui olahraga dan Olimpiade”.
Resolusi yang diadopsi seluruh anggota PBB itu juga mengajak semua negara anggota untuk bekerja sama memanfaatkan olahraga sebagai cara untuk mendorong perdamaian, dialog, dan rekonsiliasi di daerah-daerah konflik selama dan setelah Olimpiade dan Paralimpiade.
IOC menghadapi banyak kecaman karena dinilai menutup mata pada pelanggaran HAM di China. Namun, IOC menegaskan olahraga itu seharusnya tidak ada urusannya dengan politik.
Tetap berlaga
Direktur Eksekutif Komite Olimpiade dan Paralimpiade AS Sarah Hirshland mengatakan bahwa tim AS sudah siap berlaga dan tetap mendapatkan dukungan dari presiden dan Pemerintah AS. Banyak atlet AS yang mengungkapkan, hal yang tidak adil jika mereka dilarang ikut berlaga di Olimpiade.
Di AS, sejumlah tokoh Partai Republik di parlemen mengkritik Biden karena tidak mengambil keputusan boikot total. Namun, menurut Senator Mitt Romney dari Republik, keputusan Biden sudah tepat. Kelompok-kelompok HAM juga menyambut baik keputusan AS itu, tetapi mereka menganggap AS seharusnya masih bisa lebih tegas menangani China.
Menurut Associate Professor Manajemen Olahraga di Sekolah Bisnis, George Washington University, Lisa Delpy Neirotti, langkah Biden itu tidak mengancam pelaksanaan Olimpiade dan sebenarnya tidak ada artinya. ”Toh biasanya juga kita tidak pernah kirim delegasi pemerintah dalam jumlah banyak. Apalagi sekarang sedang pandemi Covid-19 seperti ini,” ujarnya.
China juga akan membatasi jumlah orang yang bisa menonton karena pemberlakuan protokol kesehatan Covid-19 yang ketat. China juga sudah menyatakan tidak akan mengundang politisi-politisi Barat yang mengancam boikot.
Pakar China di Pusat Studi Internasional dan Strategi di AS, Scott Kennedy, menilai Beijing mempunyai banyak pilihan untuk membalas, seperti membatasi dialog bilateral, menangguhkan visa, atau mempersulit pergerakan atlet dan wartawan di Olimpiade. Namun, semua pilihan ini malah akan berbalik mencederai diplomasi Partai Komunis China. (REUTERS/AFP/AP)