Pengadilan Junta Myanmar Jatuhkan Vonis Empat Tahun Penjara bagi Suu Kyi
Meski dakwaan lemah dan mengada-ada, pengadilan junta Myanmar menjatuhkan hukuman penjara empat tahun bagi Aung San Suu Kyi. Ini vonis pertama dari rangkaian dakwaan yang bisa membuat Suu Kyi dipenjara puluhan tahun.
Oleh
MH SAMSUL HADI
·4 menit baca
BANGKOK, SENIN — Pengadilan khusus di Myanmar menjatuhkan hukuman penjara empat tahun bagi Aung San Suu Kyi, pemimpin sipil yang digulingkan dalam kudeta militer pada 1 Februari 2021. Pengadilan di bawah pemerintahan junta hasil kudeta itu, Senin (6/12/2021), menyatakan Suu Kyi bersalah melakukan hasutan dan melanggar aturan pembatasan terkait pandemi Covid-19.
Hukuman tersebut merupakan vonis pertama dari sejumlah kasus yang didakwakan junta militer terhadap Suu Kyi. Melihat kasus-kasus yang didakwakan dan hukumannya, peraih penghargaan Nobel Perdamaian berusia 76 tahun itu bisa dipenjara selama puluhan tahun.
Selain Suu Kyi, Presiden Myanmar Win Myint juga divonis hukuman penjara empat tahun. Vonis bagi Suu Kyi dan Win Myint diungkapkan salah satu pejabat hukum yang tak mau disebutkan identitasnya karena bisa terkena sanksi otoritas junta. Kabar vonis tersebut dikonfirmasi juru bicara pemerintah kepada kantor berita AFP.
Selama ini pengadilan terhadap Suu Kyi digelar secara tertutup dari media dan pengunjung. Tim pengacara Suu Kyi, satu-satunya sumber informasi terkait proses persidangan tersebut, terhalang oleh keputusan pengadilan yang melarang mereka menyiarkan informasi persidangan.
Vonis bagi tokoh dan pemimpin sipil Myanmar itu mendapat kecaman dari para pegiat hak asasi manusia (HAM). Amnesty International (AI) dalam pernyataan tertulis mengatakan, junta Myanmar berupaya ”memberangus kebebasan” lewat vonis penjara bagi Suu Kyi. ”Hukuman keras yang dijatuhkan pada Aung San Suu Kyi dalam dakwaan-dakwaan palsu ini merupakan contoh terbaru keinginan kuat militer untuk mengenyahkan seluruh oposisi dan memberangus kebebasan di Myanmar,” demikian pernyataan AI.
Sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021, Myanmar dilanda kekacauan. Negara itu lumpuh akibat gelombang unjuk rasa warga, yang menentang kudeta militer. Myanmar semakin tidak stabil akibat tindakan represif junta militer terhadap para pengunjuk rasa. Perang saudara juga pecah di beberapa wilayah akibat perlawanan yang dilancarkan kelompok-kelompok pemberontak.
Suu Kyi dan sejumlah tokoh sipil lainnya, termasuk Presiden Win Myint, ditahan junta sejak kudeta meletus. Perempuan berusia 76 tahun itu menghadapi selusin dakwaan, termasuk dakwaan korupsi, pelanggaran atas rahasia negara, undang-undang telekomunikasi, dan aturan pandemi Covid-19. Suu Kyi dan para tokoh sipil lainnya menolak seluruh dakwaan yang diarahkan kepada mereka.
Dalam vonis pertama, Senin ini, Suu Kyi dan Win Myint dijatuhi hukuman penjara dua tahun dalam dakwaan melakukan hasutan dan penjara dua tahun lainnya dalam dakwaan pelanggaran protokol pandemi Covid-19. Para pendukung Suu Kyi menganggap kasus-kasus itu didakwakan tanpa bukti dan dirancang untuk mematikan karier politik Suu Kyi, bersamaan dengan langkah junta mengonsolidasikannya.
Junta mengatakan, Suu Kyi diadili melalui pengadilan independen yang dipimpin oleh seorang hakim yang ditunjuk oleh pemerintahan Suu Kyi sendiri. Namun, klaim itu diragukan oleh para pendukung Suu Kyi. Komunitas internasional mengecam keras kekerasan di Myanmar. Negara-negara Barat juga menuntut pembebasan Suu Kyi.
Pengacara tolak dakwaan
Kasus tuduhan penghasutan didakwakan jaksa terkait pernyataan-pernyataan yang diunggah di halaman Facebook partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi setelah Suu Kyi dan tokoh partai NLD lainnya ditahan militer. Adapun kasus pelanggaran protokol pandemi Covid-19 didakwakan terkait kampanye pemilu menjelang pemungutan suara 20 November 2020.
NLD menang telak dalam pemilu tersebut. Militer mengklaim terjadi pelanggaran masif dalam pemilu 20 November, tetapi tidak memberikan bukti-buktinya. Para pemantau independen tidak mendeteksi adanya ketidakberesan dalam pemilu tersebut.
Pada pertengahan November lalu, komisi pemilu bentukan militer mengumumkan berencana mendakwa Suu Kyi dan 15 tokoh senior politik yang dituduh terlibat dalam pelanggaran pada pemilu terakhir. Sebelumnya, junta militer juga telah membubarkan NLD.
Kasus-kasus dakwaan terhadap Suu Kyi dianggap sebagai upaya mendiskreditkan Suu Kyi dan menghalang-halangi dia untuk maju dalam pencalonan pada pemilu berikutnya. Konstitusi Myanmar menyatakan, siapa pun yang dipenjara setelah didakwa melakukan kejahatan tidak dapat menduduki jabatan tinggi atau menjadi anggota parlemen.
Para pengacara Suu Kyi menolak keras dakwaan yang diarahkan kepada kliennya. Dalam persidangan, mereka berargumentasi bahwa Suu Kyi dan Presiden Win Myint tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas pernyataan-pernyataan di halaman Facebook NLD karena pernyataan-pernyataan itu diunggah saat kedua tokoh sipil tersebut telah ditahan militer.
Setelah krisis berlangsung sekitar sepuluh bulan, penentangan warga sipil terhadap militer masih kuat. Vonis terhadap Suu Kyi diperkirakan bisa semakin memanaskan situasi di Myanmar. Pada hari Minggu (5/12/2021), warga kembali berunjuk rasa di Yangon menentang pemerintahan militer serta menuntut pembebasan Suu Kyi dan tokoh politik lainnya. Dalam unjuk rasa itu, sebuah truk tentara sengaja ditabrakkan ke arah kerumunan pengunjuk rasa. Dilaporkan, sedikitnya tiga pengunjuk rasa tewas.
Sedikitnya 1.300 warga sipil, menurut penghitungan Asosiasi Bantuan bagi Para Tahanan Politik, tewas dalam krisis politik pascakudeta 1 Februari di Myanmar. Para ahli PBB memperingatkan, krisis di negara itu bisa menyeret Myanmar ke jurang perang saudara. (AP/AFP/REUTERS)