Gelombang pengungsian membuat Laut Tengah menjadi makam tanpa nisan. Paus Fransiskus mengkritik sikap Eropa yang berusaha menutup diri dari masalah pengungsi.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
Pemimpin tertinggi umat Katolik, Paus Fransiskus, kembali menyambangi Pulau Lesbos, Yunani, Minggu (5/12/2021). Seperti lawatannya pada April 2016, Paus kembali mengungkap kesedihan pada pulau yang dijadikan lokasi penampungan pengungsi itu.
Dalam lawatan kali ini, ia mengungkit sebagian perbincangannya dengan pemimpin Gereja Ortodoks Timur, Patriakh Bartholomew, pada April 2016. Kala itu, Paus mengaku terkejut dengan pernyataan Patrikah. ”Mereka lupa bahwa migrasi bukanlah masalah bagi Timur Tengah dan Afrika Utara, bagi Eropa dan Yunani. Ini adalah masalah bagi dunia,” kata Paus mengutip Patriakh.
Paus menyampaikan itu dalam pidato di tempat penampungan pengungsi di Pulau Lesbos. Selain pengungsi, pidato itu didengarkan oleh para pejabat sipil dan militer Yunani. Sebelum di Lesbos, Paus juga bertemu pada pejabat sipil dan militer Yunani di Athena.
Lesbos dijadikan tempat penampungan pengungsi yang masuk Yunani sebelum menuju negara lain di Uni Eropa. Yunani adalah salah satu pintu masuk pengungsi dari Timur Tengah dan Afrika menuju Uni Eropa.
Dalam lawatan 2021, Paus mengkritik kondisi yang nyaris tidak berubah sejak kunjungannya pada 2016. Lesbos tetap menjadi tempat penampungan pengungsi yang ingin menuju Eropa. Bahkan, Paus menilai kondisi sekarang semakin memburuk. ”Sangat sedih mendengar usulan dana bersama digunakan untuk membangun tembok dan kawat berduri sebagai solusi,” ujarnya.
Ia menyebut, pembuatan tembok dan pemasangan kawat berduri bukan solusi atas masalah imigran yang kini memuncak di sejumlah negara. Masalah itu memerlukan persatuan dan koordinasi untuk mencari solusi berdasarkan hukum dan penghormatan atas kehidupan.
”Ini isu dunia, krisis kemanusiaan yang menjadi perhatian semua orang. Kita harus memahami bahwa masalah besar harus dihadapi bersama karena solusi saat ini sangat tidak cukup,” ujarnya.
Masalah migrasi mencerminkan persoalan keamanan bersama. Tidak mungkin ada kedamaian dan keamanan bersama selagi masih ada yang diabaikan. ”Berhenti mengabaikan fakta. Berhenti mengalihkan tanggung jawab. Berhenti menyerahkan masalah migrasi kepada pihak lain, seolah bukan masalah bagi siapa pun dan hanya beban kecil yang harus diurus orang lain,” katanya.
Di akhir pernyataan dalam lawatan ke Lesbos, Paus mengingatkan peran Laut Tengah selama ribuan tahun. Laut itu pernah menyatukan orang dari sejumlah negara dan kebudayaan. Namun dalam beberapa tahun terakhir, banyak imigran yang tewas tenggelam di laut itu saat hendak menyeberang menuju Eropa.
”Sekarang jadi kuburan tanpa nisan. Cekungan besar ini, akar begitu banyak peradaban, kini seperti cermin kematian. Jangan biarkan laut kita menjadi laut kematian. Jangan biarkan tempat pertemuan ini menjadi panggung konflik. Jangan biarkan ’Laut Pengingat’ menjadi ’Laut yang Melupakan’. Mohon saudara dan saudara, hentikan kehancuran peradaban ini,” tuturnya.
Paus tiba di Athena pada Sabtu untuk lawatan selama lima hari di Siprus dan Yunani. Dalam acara di Athena, Paus mengecam kelompok nasionalis UE pada isu imigran. ”Masyarakat Eropa didorong oleh ego nasionalisme dibanding menjadi mesin solidaritas,” ujarnya dalam acara yang dihadiri, antara lain, Wakil Presiden Komisi Eropa Margaritis Schinas, Presiden Yunani Katerina Sakellaropoulou, dan Perdana Menteri Kyriakos Mitsotakis.
Ia menyebut, Eropa pernah belajar soal pemisahan Timur-Barat di masa lalu. Dulu, Timur dan Barat terpisah karena alasan ideologi. Kini, pemisahnya adalah isu imigran dan UE sangat condong menunjukkan keinginan menutup diri dari masalah itu. Usulan pembangunan tembok dan pembentangan kawat berduri adalah wujud keinginan itu.
Amnesty International juga mengecam pembuatan penampungan pengungsi di Yunani. Penampungan itu disebut melanggar komitmen Yunani untuk menyediakan perlindungan kepada yang membutuhkan. ”Di bawah hukum internasional dan UE, penahanan pencari suaka adalah pilihan terakhir. Seperti kami khawatirkan, aparat Yunani bersembunyi di balik konsep ambigu yang disebut pusat pengendalian tertutup untuk menghambat kebebasan pencari suara secara ilegal,” demikian pernyataan lembaga itu.
Menteri Migrasi Yunani Notis Mitarachi menyangkal Athena mengabaikan pengungsi. Sejak 2015, Athena terus membantu para pencari suaka dan pengungsi. Athena meminta UE lebih banyak membantu upaya Yunani menangani gelombang pengungsi. Yunani mengaku menanggung sendiri dampak fenomena itu. Sementara negara lain malah mendapat hadiah.
Mitarachi tidak menyebut secara spesifik negara yang dimaksud. Hal yang jelas, Yunani dan Turki sudah bertahun-tahun bersitegang gara-gara isu pengungsi. Sementara dalam beberapa waktu terakhir, ada pula ketegangan di antara Belarus dengan Polandia karena alasan sama. Seperti Yunani, Polandia adalah pintu masuk pengungsi ke UE. Para pengungsi di Belarus juga berasal dari Timur Tengah dan Afrika.
Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi ((UNHCR) mencatat, lebih dari 55.000 pengungsi dan imigran mengalir ke Eropa selama Januari-Juni 2021. Sebanyak 24 persen di antaranya adalah anak-anak.
Sampai dengan akhir tahun, arus pengungsi ke Eropa masih terus berlanjut. Italia mencatatkan kedatangan 23.000 orang pada semester I-2021 hingga membuat kapasitas tampungnya kewalahan.
Sementara total warga dunia yang terpaksa mengungsi dari tempat tinggal per pertengahan 2021, UNHCR perkirakan mencapai 84 juta jiwa. Angka ini meliputi 48 juta warga yang telantar di dalam negaranya sendiri, 26,6 juta pengungsi, 4,4 juta pencari suaka, dan 3,9 juta adalah warga Venezuela yang terpencar di sejumlah negara.
Sebanyak 35 juta di antara adalah anak-anak. Adapun 1 juta anak-anak lahir di pengungsian. Dari total pengungsi, 85 persen ditampung di negara-negara berkembang. (AFP/REUTERS/RAZ)