Beijing Banggakan Demokrasi ala China, Kecam Demokrasi AS
Beijing merilis buku putih tentang model dan kekuatan demokrasi China, mencela demokrasi Barat, terutama demokrasi ala Amerika, yang dinilai mempromosikan hegemoni.
BEIJING, MINGGU — Kementerian Luar Negeri China, Minggu (5/12/2021), merilis laporan tentang demokrasi Amerika Serikat dengan mengungkap kekurangan dan penyalahgunaan demokrasi di Amerika serta bahaya mengekspor demokrasi tersebut. Laporan itu disampaikan sehari setelah Beijing merilis buku putih tentang model dan kekuatan demokrasi China.
Beijing telah beberapa kali mengeluarkan buku putih tentang model demokrasi China dan laporan tentang demokrasi Amerika Serikat (AS). Menurut Global Times, buku putih dan laporan tersebut tidak hanya membela demokrasi China, tetapi juga memperingatkan dampak bencana dari kekacauan demokrasi AS terhadap situasi di dunia secara keseluruhan.
Kantor Penerangan Dewan Negara China merilis buku putih tentang model dan kekuatan demokrasi China berjudul China: Democracy That Works, Sabtu (4/12/2021). Buku putih itu dan laporan Kemenlu China dirilis hanya beberapa hari menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) untuk Demokrasi, 9-10 Desember 2021, yang diinisiasi oleh Washington. Berbagai pihak, termasuk China, telah mengkritik Summit for Democracy (SfD) itu.
Dalam laporannya, Kemenlu China menyebutkan, dengan menggelar SfD, AS akan meningkatkan sistem dan praktik demokrasinya sendiri serta mengubah caranya berinteraksi dengan negara lain. China mengkritik pedas sistem demokrasi Barat, terutama AS, karena lebih mengedepankan hegemoni.
Baca juga: Sejarah Kelam Penuh Kekerasan di Gedung Capitol
Laporan Kemenlu China menunjukkan bahwa sistem AS penuh dengan berbagai persoalan mendasar. Demokrasi AS dipenuhi ”permainan politik uang”. AS memiliki sistem, yaitu ”satu orang satu suara” dalam pemilu, yang bagaimanapun juga dalam realitas sebenarnya adalah ”kekuasaan oleh elite minoritas”. Prinsip checks and balances telah menghasilkan ”vetokrasi”.
Menurut laporan itu, pemilu AS yang cacat telah merusak keadilan. Demokrasi yang disfungsional memicu krisis kepercayaan. Laporan itu menyebutkan ciri-ciri demokrasi AS yang berantakan dan kacau, termasuk kerusuhan di Gedung Capitol yang mengejutkan dunia, rasisme yang mengakar, penanganan pandemi Covid-19 yang tragis, dan kesenjangan kekayaan yang melebar.
Laporan itu juga mengecam konsekuensi bencana dari praktik ekspor demokrasi AS. ”Revolusi warna" (color revolutions) telah merusak stabilitas regional dan nasional. Penerapan gaya demokrasi AS telah menyebabkan tragedi kemanusiaan. Penyalahgunaan sanksi telah melanggar aturan internasional dan ”suar demokrasi” telah menuai kritik global.
Buku putih
Sehari sebelumnya, Kantor Penerangan Dewan Negara China merilis buku putih tentang model dan kekuatan demokrasi China. Di dalamnya diperkenalkan seluruh proses demokrasi rakyat China di bawah kepemimpinan Partai Komunis China (PKC). China mengkritik model demokrasi Barat, terutama AS, karena lebih mempromosikan hegemoni atau dominasi kekuasaan atas negara lain.
Dalam buku itu, diuraikan secara komprehensif dengan detail dan contoh tentang bagaimana seluruh proses demokrasi bekerja yang ditandai dengan partisipasi penuh rakyat di China. Selain itu, dijelaskan pula mengapa China tidak dapat meniru apa yang disebut model demokrasi Barat, mengapa China percaya diri, dan memiliki kekuatan dalam menjelaskan demokrasinya.
Demokrasi China diklaim memiliki kerangka kelembagaan yang sehat, praktik demokrasinya konkret dan pragmatis. ”Demokrasi adalah fenomena konkret yang terus berkembang. Berakar dalam sejarah, budaya, dan tradisi. Demokrasi tampil dalam beragam bentuk dan berkembang oleh berbagai orang berdasarkan eksperimen dan inovasi mereka,” kata buku putih itu.
Baca juga: Hari Gelap Demokrasi di Amerika Serikat
Media Global Times, mengutip buku putih itu, menyebutkan, ”Di China, status rakyat sebagai penguasa negara adalah landasan semua sistem negara dan menggarisbawahi pengoperasian semua sistem pemerintahan negara.”
Disebutkan rakyat China menjalankan kekuasaan negara secara efektif melalui kongres rakyat dan kongres rakyat menjalankan kekuasaan negara secara kolektif atas nama rakyat. Kongres rakyat memiliki fungsi dan kekuasaan dalam legislasi, pengangkatan dan pemberhentian pejabat, pengambilan keputusan dan pengawasan.
Demokrasi China lebih luas, lebih asli dan lebih efektif daripada demokrasi AS karena politisi AS mewakili kelompok-kelompok kepentingan. ”Sedangkan di China, seluruh proses demokrasi rakyat memastikan penerapan kebijakan yang mengubah kehidupan masyarakat,” kata seorang pejabat senior China selama pers konferensi terkait peluncuran buku putih, Sabtu.
Guo Zhenhua, Wakil Sekretaris Jenderal Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional China, mengatakan, politisi AS sering memberikan janji saat kampanye pemilu, tetapi setelah terpilih mereka mengingkari atau tidak memenuhi janji. Sementara demokrasi China sangat efektif dalam memecahkan masalah dan meningkatkan kehidupan masyarakat.
Xu Lin, Wakil Menteri Departemen Publisitas Komite Pusat PKC dan Menteri Kantor Penerangan Dewan Negara, mengatakan, China memiliki kepercayaan diri dan kekuatan dalam menjelaskan praktik demokrasinya. China secara aktif menanggapi permintaan dan harapan rakyat, mengembangkan proses demokrasi rakyat, dan mencapai partisipasi seluas-luasnya dari rakyatnya.
Menurut Xu, demokrasi adalah hak rakyat semua negara, bukan hak paten beberapa negara. Apakah suatu negara demokratis atau tidak harus dinilai oleh rakyatnya; demokratis atau tidaknya suatu negara dalam masyarakat internasional harus dinilai oleh masyarakat internasional.
Baca juga: Surutnya Gelora Gelombang Demokrasi
Chang Jian, Direktur Pusat Penelitian HAM di Universitas Nankai yang berbasis di Tianjin, China, mengatakan kepada media Pemerintah China bahwa keyakinan China dalam memaparkan praktik demokrasinya sendiri dilihat dari praktik demokrasinya sendiri.
Misalnya, dalam mewujudkan masyarakat Xiaokang (kemakmuran moderat) dalam menanggulangi kemiskinan absolut dan terutama dalam memerangi epidemi Covid-19 atas tahun lalu. Dibandingkan dengan AS, China lebih cepat pulih dari pandemi dan korban pun lebih sedikit daripada AS.
”Membandingkan jumlah kematian yang disebabkan oleh epidemi di China dan di Barat, Anda dapat melihat seberapa efektif demokrasi kita,” kata Chang. Dia mencatat bahwa itu juga menunjukkan bahwa sistem demokrasi China bekerja dalam menghadapi krisis besar, membantu rakyatnya untuk mendapatkan kehidupan lebih baik, dan mendorong pembangunan sosial.
”Sedangkan di bawah sistem demokrasi AS, politisi adalah agen kelompok kepentingan dan bukan kepentingan mayoritas pemilih atau kepentingan negara secara keseluruhan,” tulis Global Times mengutip pernyataan Wakil Direktur Kantor Riset Kebijakan Komite Sentral PKC Tian Peiyan.
Beberapa negara Barat disebutkan terus-menerus menyerang dan mencela kebijakan China dalam urusan yang berkaitan dengan etnis minoritas, khususnya di Daerah Otonomi Uigur Xinjiang baru-baru ini. Namun, serangan tanpa dasar itu tidak dapat menghentikan praktik demokrasi China terhadap otonomi etnis regional di Xinjiang.
Buku putih itu juga mengatakan bahwa model demokrasi yang baik harus membangun konsensus daripada menciptakan keretakan dan konflik sosial, menjaga kesetaraan dan keadilan sosial daripada memperluas kesenjangan sosial demi kepentingan pribadi, menjaga ketertiban dan stabilitas sosial daripada menyebabkan kekacauan dan kekacauan.
Terkait Covid-19
Dari kerusuhan Capitol yang mengejutkan hingga kegagalan AS untuk mencegah Covid-19 (kasus kematian pada 2021 lebih tinggi dari tahun 2020, menurut laporan oleh Wall Street Journal, November lalu), bagi China, ini semua ini mengekspos kegagalan AS.
Bagi China, AS terlalu menggembar-gemborkan dirinya sebagai ”suar demokrasi". Dengan kata lain, AS selalu menjadikan dirinya teladan demokrasi di dunia. Namun, dalam praktiknya AS tidak mampu mengatasi pandemi secepat China.
Baca juga: Taipan Media Prodemokrasi Hong Kong Ditahan
Tian mengatakan, kelemahan AS dalam memerangi pandemi mengungkap kelemahan demokrasinya. Ada sekitar 49 juta orang terinfeksi dan hampir 800.000 meninggal akibat pandemi di AS. Hal itu menunjukkan demokrasinya tidak membawa kesejahteraan bagi warganya.
”Sebaliknya, demokrasi China menunjukkan rasa hormat dan melindungi setiap individu. Berkat keunggulan institusionalnya, China telah meluncurkan perjuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya melawan pandemi. China melakukan upaya habis-habisan untuk menyelamatkan semua orang, mulai dari bayi yang baru lahir hingga orang lanjut usia di atas 100 tahun,” kata Tian.
Chang mengatakan, AS telah mengkritik China karena tidak memiliki pola demokrasi yang serupa, telah mencoreng dan menyerang eksplorasi demokrasi China dan menutup mata terhadap perkembangan dan pencapaian demokrasi dan HAM di China. Akan tetapi, sebenarnya AS-lah yang mendistorsi inti demokrasi dan mempromosikan hegemoni demokrasi secara global.
Oleg Ivanov, Wakil Kepala Departemen Keamanan Internasional dan Nasional, Akademi Diplomatik, Moskwa, mengutip pernyataan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bahwa erosi demokrasi juga terjadi di AS. Itu terlibat pada disinformasi, rasisme struktural, dan ketidaksetaraan yang merajalela.
Demokrasi AS memiliki kelemahan mendasar. Qian Jinyu, Direktur Pusat Penelitian HAM Universitas Ilmu Politik dan Hukum Northwest di Xi’an, China, mengatakan, dalam perkembangannya demokrasi Barat mengubah gagasan individu yang berbagi hak untuk memerintah menjadi memilih perwakilan, yang mendefinisikan politik demokratis sebagai ”aturan dari politisi”.
Menurut Qian, demokrasi Barat bukanlah pemerintahan oleh rakyat tetapi pemerintahan oleh elite kekuasaan. Partisipasi politik kaum elite telah menggantikan partisipasi politik rakyat dan demokrasi seperti itu tidak lagi mempedulikan penggarapan politik individu warga negara. Partisipasi rakyat dalam demokrasi terbatas pada suara mereka selama pemilihan.
Qian mencatat bahwa demokrasi AS mementingkan proses tetapi mengabaikan efek dan hasil. Namun, seluruh proses demokrasi China telah memperbaiki kekurangannya sambil mengakui berbagai bentuk demokrasi yang merupakan kontribusi unik untuk eksplorasi manusia tentang demokrasi dan memperkaya teori global tentang demokrasi.
Namun, China tidak menjelaskan kecaman global yang mengkritik caranya mengebiri kebebasan demokrasi di Hong Kong dan situasi di Tibet. China, antara lain, menerapkan UU Keamanan Nasional untuk membelenggu kebebasan berpendapat dan demokrasi di Hong Kong.
Kritik tajam dari China terhadap demokrasi Barat, terutama di AS, muncul beberapa hari menjelang SfD. Sejumlah pihak menyebut SfD berpeluang melenceng dari tujuan promosi demokrasi. Beberapa pengamat bahkan mengkritik bahwa forum bersifat diskriminatif dan itu berisiko menimbulkan perpecahan dan memprovokasi negara-negara.
Departemen Luar Negeri AS telah mengumumkan daftar negara undangan pada SfD itu. Jumlahnya lebih dari 100 negara. Kemenlu AS menyebut daftar itu memastikan bahwa SfD mencerminkan keragaman sosial dan ekonomi kawasan serta negara berdemokrasi berkembang dan stabil.
”Tujuan kami seinklusif mungkin di tengah keterbatasan logistik. Kami berusaha memastikan semua suara dan sudut pandang relevan dikemukakan di pertemuan. Dalam jangka panjang, kami akan mencoba berhubungan dengan semua negara yang benar-benar berkomitmen pada tujuan pertemuan,” kata pernyataan Deplu AS.
Baca juga: Pilih Kasih Demokrasi AS Berisiko Membela Dunia
Hal yang membuat Beijing berang adalah duta besar de facto Taipei di Washington, Hsiao Bi-khim, akan mewakili Taiwan pada SfD. Sementara China tidak diundang ke dalam pertemuan puncak tersebut. Beijing, yang mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya, mengecam Washington.
Menurut The Diplomat, daftar peserta SfD selalu menjadi isu politik yang sulit. Di Asia-Pasifik, ada beberapa negara diundang, yakni sesama negara demokrasi liberal dan sekutu AS, seperti Australia, Jepang, dan Korea Selatan. Ada juga orang yang tidak diundang, terutama China, yang dilihat AS sebagai kontributor penyebaran otoritarianisme global. (AFP/REUTERS)