Ancaman Meningkat, Militer Iran Uji Kemampuan Rudal Pertahanan Udaranya
Militer Iran mulai meningkatkan latihan sistem pertahanan udaranya seiring meningkatnya ancaman terhadap fasilitas-fasilitas nuklir di negara itu.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
TEHERAN, MINGGU — Sebuah ledakan keras dan kilatan cahaya di langit terdengar tidak jauh dari fasilitas nuklir Iran di Natanz, Sabtu (4/12/2021) malam. Ledakan itu terjadi di Badroud, sekitar 20 kilometer dari fasilitas nuklir utama Natanz, sekitar pukul 20.15 waktu setempat atau pukul 23.45 waktu Indonesia.
Peristiwa tersebut menyusul kebuntuan perundingan putaran ketujuh program nuklir Iran sepanjang pekan ini di Vienna, Austria. Sejumlah media Barat dan Israel memberitakan bahwa ledakan itu merupakan bagian dari uji coba sistem pertahanan udara Iran.
Dalam beberapa hari terakhir, pemerintah dan media Israel gencar membangun kesadaran dan menyiapkan psikologi rakyat Israel untuk menghadapi kemungkinan perang melawan Iran. Israel menganggap proyek pengayaan uranium Iran sebagai ancaman serius. Mereka menyatakan ingin mencegah negara itu memiliki bom nuklir. Teheran bersikukuh program-program nuklirnya dibangun untuk tujuan damai.
Nournews, media Iran yang dekat dengan militer, mengonfirmasi bahwa ledakan itu berasal dari rudal pertahanan udara yang menembak jatuh sebuah pesawat nirawak. Kejadian itu sendiri adalah bagian dari uji reaksi cepat sistem pertahanan Iran.
Konfirmasi serupa juga datang dari stasiun televisi milik Pemerintah Iran. Dilaporkan, ledakan itu adalah bagian dari latihan rutin yang dilakukan oleh otoritas pertahanan udara setempat. Tidak ada kerusakan di wilayah sekitar ledakan terjadi.
”Satu jam lalu, salah satu sistem rudal kami di wilayah itu diuji untuk menilai kesiapan di lapangan. Tidak ada yang perlu ditakuti,” kata Jenderal Amir Tarikhani, juru bicara Angkatan Bersenjata Iran.
Natanz adalah fasilitas pengayaan nuklir utama Iran, yang berfungsi sebagai pabrik pengayaan bahan bakar komersial (FEP) dan pabrik pengayaan bahan bakar percontohan (PFEP). Dikutip dari laman Nuclear Threat Initiative (NTI), fasilitas ini terdiri atas tiga bangunan di bawah tanah dengan dua bangunan difungsikan untuk menampung sekitar 50.000 sentrifugal yang berperan utama dalam proses pengayaan uranium negara itu.
Selain tiga bangunan utama di bawah tanah, terdapat enam bangunan di atasnya yang berfungsi sebagai lokasi perakitan mesin sentrifugal sebelum dikirim ke fasilitas di bawah tanah.
Tarikhani mengatakan, pemerintah dan militer Iran akan terus mengevaluasi sistem pertahanan yang ada di sekitar kawasan itu. Latihan yang terjadi pada Sabtu malam telah dipikirkan secara matang pelaksanaannya dan dilakukan dengan tingkat keamanan, baik sipil maupun militer, yang tinggi.
”Latihan semacam itu dilakukan di lingkungan yang benar-benar aman dan dalam kooordinasi penuh jaringan pertahanan,” katanya.
Israel telah berulang kali menyatakan bahwa mereka siap, dengan segala cara, termasuk menggunakan kekuatan militer, mencegah Iran memiliki mengolah uranium menjadi senjata nuklir. Perdana Menteri Israel Naftali Bennett beberapa hari lalu juga berbicara dengan sejumlah kepala negara yang ikut serta dalam perundingan nuklir Iran di Vienna agar kemampuan nuklir Iran dilucuti. Bennett mendesak agar ada aksi nyata terhadap Iran.
Kepala Badan Intelejen Mossad David Barnea berharap perundingan itu tidak menghasilkan kesepakatan apa pun. ”Kesepakatan yang buruk, yang saya harap tidak mereka capai. Dari sudut pandang kami, hal itu tidak dapat ditoleransi,” kata Barnea, Kamis (2/12/2021).
Pemerintah Israel sudah memulai upayanya menghentikan program nuklir Iran. Bulan April lalu, Iran menuduh Pemerintah Israel dan militernya terlihat upaya sabotase Natanz.
Tindakan tersebut dikonfirmasi sejumlah media Israel berdasarkan pengakuan sumber dari kalangan intelijen Israel bahwa Mossad terlibat dalam sabotase tersebut. Tujuannya adalah agar proses pengayaan uranium tertunda. Israel belum secara resmi mengomentari insiden tersebut.
Langkah mundur
Seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya, bayang-bayang kemunduran perundingan program nuklir Iran benar-benar terjadi. Iran dan Amerika Serikat bertahan pada posisi masing-masing dan menolak untuk berkompromi.
Dalam pandangan AS, tim perunding Iran di bawah pemerintahan baru Presiden Ebrahim Raisi tidak menunjukkan keseriusan untuk menghidupkan kembali Rencana Aksi Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA) tahun 2015—nama resmi kesepakatan nuklir Iran—dengan mengulur waktu tercapainya kesepakatan. Di sisi lain, Iran juga terus melaksanakan program pengayaan uraniumnya.
”Kami tidak dapat menerima situasi di mana Iran mempercepat program nuklirnya dan memperlambat diplomasi nuklirnya,” kata seorang pejabat Pemerintah AS.
Perundingan nuklir putaran ketujuh berakhir, Jumat (3/12/2021). Masing-masing delegasi terbang kembali ke negara masing-masing untuk berkonsultasi dengan para pemimpinnya. Menurut rencana, perundingan putaran kedelapan akan berlangsung pekan depan.
Pejabat AS itu berpendapat bahwa Amerika Serikat telah memperlihatkan kesabaran selama lima bulan perundingan. Tetapi, pada saat yang sama, tindakan Pemerintah Iran yang terus mempercepat program nuklirnya dinilai sangat provokatif. Pejabat tersebut menuding Iran meminta kompensasi lebih banyak saat perundingan kembali berlangsung pekan depan.
Ia menambahkan, Washington belum memutuskan menghentikan perundingan secara tidak langsung dengan Teheran. Namun, dia berharap Iran akan kembali ke meja perundingan dengan sikap serius.
Pada tahap ini, dia mengatakan, Amerika Serikat akan melanjutkan upaya diplomasinya, tetapi dia menegaskan kembali bahwa AS memiliki ”alat lain” yang tersedia jika negosiasi gagal.
Perundingan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran itu bergulir kembali pada putaran ketujuh sejak Senin (29/11/2021) hingga Jumat (3/12/2021) lalu, di Vienna, Austria. Seperti putaran-putaran perundingan sebelumnya, perundingan berlangsung antara tim negosiator Iran dan lima negara P5+1 (AS, China, Inggris, Perancis, Rusia, dan Jerman) tanpa AS. AS—telah keluar dari kesepakatan nuklir 2015 secara unilateral pada tahun 2018—berada di hotel terdekat dari lokasi perundingan dan diberitahu jalannya negosiasi oleh juru runding lima negara P5+1.
Sebaliknya, Ketua Tim Perunding Iran Ali Bagheri Kani menilai mereka datang ke Vienna dengan sangat serius, dengan tuntutan yang sangat sederhana, yaitu pencabutan seluruh sanksi atas Iran.
”Saya benar-benar percaya bahwa ini adalah kesempatan bagus bagi seseorang yang sangat akrab dengan berbagai sudut kesepakatan untuk membela hak dan memulihkan hak bangsa Iran,” katanya. Dia mengatakan, bola sekarang berada di Washington. (AFP/REUTERS)