Iran terus melakukan pengayaan uranium menggunakan mesin sentrifugal yang lebih canggih. Informasi terbaru ini dikhawatirkan akan mengganggu proses negosiasi kesepakatan nuklir Iran 2015 yang tengah berlangsung.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
VIENNA, RABU — Pemerintah Iran terus menjalakan proses pengayaan uranium hingga belakangan mencapai tingkat kemurnian 20 persen dengan sentrifugal canggih. Proses pengayaan uranium itu dilakukan di dalam fasilitas Pengayaan Bahan Bakar Fordow yang tersembunyi di dalam gunung.
Hal ini merupakan bagian dari laporan Badan Energi Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA) yang beredar saat berlangsung perundingan kesepakatan nuklir Iran 2015 di Geneva, Swiss, Rabu (1/12/2021). Perundingan sudah memasuki hari ketiga. Ini dikhawatirkan akan menambah ketegangan pada pembahasan yang sudah tertunda selama lima bulan itu.
Mengutip BBC, uranium dengan pengayaan rendah, tingkat pemurnian 3-5 persen, dapat digunakan untuk memproduksi bahan bakar pembangkit listrik tenaga nuklir komersial. Uranium dengan tingkat pengayaan tinggi memiliki kemurnian 20 persen atau lebih dan digunakan dalam reaktor riset. Uranium tingkat senjata memiliki kemurnian 90 persen atau lebih.
IAEA, menjelaskan, Iran mengembangkan uranium hexafluoride yang diperkaya sampai 5 persen di dalam kluster. Proses berlanjut ke 166 mesin sentrifugal IR-6. Pada bulan lalu, IAEA juga melaporkan Iran mengoperasikan 166 mesin IR-6 tanpa menyimpan produk yang sudah diperkaya. Mesin-mesin itu jauh lebih efisien ketimbang mesin generasi pertama, IR-1. Iran diketahui memiliki 94 mesin IR-6 yang juga ada di Fordow, tetapi belum dioperasikan.
Atas informasi terbaru ini, IAEA akan menambah jadwal pemeriksaan fasilitas Fordow. Iran tidak keberatan. IAEA juga akan terus berkonsultasi dengan Iran untuk mengatur teknis pelaksanaan pemeriksaannya.
Informasi ini berisiko membuyarkan proses perundingan yang baru dimulai lagi setelah terhenti selama lima bulan gara-gara pemilu presiden di Iran. Namun, tim perunding dari negara-negara Barat justru menduga Iran yang sengaja mengembuskan informasi itu supaya posisi tawarnya naik saat berunding.
Bagi Iran, informasi itu bukan hal yang baru dan tak perlu dikhawatirkan karena informasi kegiatan nuklir Iran sudah masuk ke dalam laporan rutin pada IAEA. ”Laporan IAEA baru-baru ini soal kegiatan nuklir Iran itu sebenarnya pembaruan informasi biasa saja, sejalan dengan verifikasi rutin di Iran,” sebut perwakilan Iran di organisasi-organisasi Perserikatan Bangs-Bangsa melalui akun Twitter.
Namun, Direktur Jenderal IAEA, Rafael Grossi, tetap menganggap ini persoalan serius dan memprihatinkan. ”Hal ini melipatgandakan kewaspadaan. Ini bukan suatu yang biasa-biasa saja. Iran dapat melakukannya. Tapi, jika Anda berambisi, Anda harus bersedia menerima inspeksi. Ini diperlukan,” kata Grossi kepada France24.
Kegiatan nuklir Iran selama 2013-2014 menyulut ketegangan dan kekhawatiran. Akhirnya adidaya dunia yang dikenal dengan P5+1, yakni Amerika Serikat, Inggris, Perancis, China, Russia, dan Jerman, mengajak Iran berunding.
Per Juli 2015 dicapailah Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Intinya, Iran setuju membatasi kegiatan nuklirnya dan mengizinkan pengawas internasional melakukan pemantauan. Timbal baliknya, sanksi ekonomi terhadap Iran dicabut.
Namu, pada 2018, Presiden AS saat itu, Donald Trump, keluar dari kesepakatan. AS kemudian kembali menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Iran untuk memaksa pembuatan perjanjian baru yang juga akan membatasi program rudal balistik dan keterlibatan Iran dalam konflik regional. Iran menolak tekanan itu dan tidak lagi menjalankan JCPOA.
Sementara itu, di tengah proses pembicaraan, Iran menuduh Israel menyebarkan kebohongan untuk meracuni proses perundingan. Israel dilaporkan berbagi informasi intelijen dengan AS dan negara-negara sekutunya di Eropa yang menuding Iran sedang menyiapkan langkah teknis memperkaya uranium hingga mencapai tingkat kemurnian 90 persen. (REUTERS/LUK)