Indonesia dan Swiss Dorong Pengembangan SDM Siap Kerja
Kamar Dagang Swiss-Indonesia bekerja sama dengan Indonesia mengembangkan pendidikan vokasi untuk mendapatkan tenaga kerja siap pakai di industri. Ini merupakan salah satu bentuk ”link and match” pendidikan dan industri.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Kamar Dagang Swiss-Indonesia atau SwissCham Indonesia, Kamis (25/11/2021), menandatangani Surat Pernyataan Minat dengan Program Keterampilan untuk Daya Saing atau Skills for Competitiveness (S4C). Ini merupakan program konsorsium Pemerintah Swiss melalui Sekretariat Negara Swiss untuk Ekonomi sebagai lembaga donor. Swisscontact sebagai pelaksana utama bermitra dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri Kementerian Perindustrian.
Program telah berjalan sejak penandatanganan nota kesepahaman antara Pemerintah Indonesia dan Swiss, 26 Januari 2018 di Davos, Filipina. Program ini untuk meningkatkan pengalaman dan penguasaan keterampilan bagi sumber daya manusia Indonesia. SwissCham juga memfasilitasi penandatanganan nota kesepakatan lima perusahaan anggota, yakni Buehler, Endress+Hauser, Givaudan, Indesso Primata, dan Sicpa Peruri Securink dengan Institusi Politeknik Nasional, yakni Politeknik Negeri Jember, Politeknik Industri Logam Morowali, dan Akademi Komunitas Industri Manufaktur Bantaeng.
Selama ini, Swiss dikenal sebagai negara terkemuka dalam sistem pendidikan vokasi ganda yang berbasis industri. Perekonomian Swiss mengutamakan keunggulan operasional dengan melibatkan sektor swasta dalam pengembangan tenaga kerja yang kompeten dan berdaya saing tinggi. Berbekal pengalaman dan rekam jejak panjang, Pemerintah Swiss dan perusahaan Swiss berkomitmen pada pembekalan dan penguatan sistem pendidikan vokasi di Indonesia.
Program S4C lahir dari gagasan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia melalui sinergi pendidikan dan industri lokal. Ini untuk menjawab tantangan utama sektor industri, yakni jumlah tenaga kerja yang melebihi ketersediaan lapangan kerja serta tingkat keterampilan umum tenaga kerja yang di bawah standar industri.
Secara garis besar, program ini bertujuan meningkatkan daya saing sektor industri terpilih di Indonesia, terutama pada lima institusi pendidikan vokasi melalui kerja sama berkesinambungan dengan sektor swasta. Program ini memiliki dua pilar utama, yakni pengembangan sekolah dan penguatan sistem, termasuk penguatan kapasitas sekolah yang fokus pada hubungan industrial, pengembangan pembelajaran langsung di beberapa politeknik, pengembangan pendekatan pengajaran berbasis pelatihan ganda, dan penguatan kapasitas pengajaran.
Kepala Human Capital Sectoral Group dan Wakil Ketua SwissCham Indonesia Henry Chia mengatakan, di tengah pertumbuhan ekonomi yang pesat, Indonesia tidak hanya perlu mencetak tenaga kerja muda untuk mengisi lapangan pekerjaan di sektor industri, tetapi juga memastikan kualitas pelatihan tenaga kerja, mulai dari fungsi produksi hingga fungsi administrasi dan manajemen. Kebutuhan ini ditekankan dalam skema Making Indonesia 4.0.
Perusahaan Swiss di Indonesia membutuhkan tenaga profesional terlatih. Mereka menyadari tanggung jawab untuk mewujudkan hal ini juga harus dipikul pelaku industri, bukan hanya pemerintah. Untuk itu, anggota SwissCham melihat peluang sinergi antara sekolah vokasi sebagai penyedia siswa, perusahaan dengan teknologi dan sumber dayanya, dan sistem pendidikan vokasi yang diadopsi dari berbagai institusi di Swiss. Diharapkan akan membuka ruang kolaborasi efektif, memberi manfaat bagi semua pihak, dan mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Sejak tahun 1970-an, Swiss sudah bekerja sama dengan Indonesia dalam meningkatkan keterampilan tenaga kerja. Sejumlah institusi yang sudah bekerja sama dengan Swiss, antara lain, Institut Hotel Nasional Bandung, Politeknik Mekanik Swiss Bandung, Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik Bandung, Pusat Pengembangan Pendidikan Vokasi Malang, Sekolah Menengah Kejuruan Guru, dan Politeknik Akademi Teknik Mesin Industri Solo.
Kepala BPSDMI Kemenperin Arus Gunawan mengatakan, untuk mengembangkan SDM industri, Indonesia harus mereformasi institusi pendidikan dan vokasi. Peningkatan kualitas dan relevansi lulusan vokasi, baik dari SMK maupun politeknik, yang dapat memenuhi standar industri menjadi faktor kesuksesan yang penting untuk meningkatkan daya saing global, mengurangi ketidaksesuaian keterampilan kerja, mengurangi angka pengangguran muda, dan berkontribusi dalam perekonomian Indonesia yang lebih kompetitif. ”Kita sudah belajar dari ahlinya. Kami mengapresiasi kesediaan Pemerintah Swiss untuk membagikannya kepada kita,” ujarnya.
Kesempatan kolaborasi banyak yang bisa digali dari perspektif sektor swasta, di antaranya program master trainer yang melatih para pelatih di tempat kerja. Ini bagian dari program link and match serta pelatihan ganda yang melibatkan perusahaan dan institusi pelatihan. Kompetensi pelatih di tempat kerja penting agar bisa membimbing para peserta memiliki kompetensi siap kerja. Keterlibatan perusahaan juga penting sebagai bagian dari pengembangan kurikulum dan sebagai dosen tamu.
”Pemerintah Swiss dan SwissCham berkomitmen mendukung pemerintah mengembangkan SDM industri dan mewujudkan keunggulan operasional industri. Dengan keterlibatan pelaku industri, kami dapat berbagi pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan pendidikan vokasi dan mencetak tenaga kerja terampil siap kerja,” kata Henry. (*)