Mahkamah Kriminal Internasional Tunda Penyelidikan Kasus Duterte
Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) menangguhkan penyelidikan kasus dugaan pembunuhan di luar hukum pada perang terhadap narkoba, yang digulirkan melalui kebijakan Presiden Rodrigo Duterte.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
MANILA, SABTU — Kepala Jaksa Penyidik Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) memutuskan menangguhkan penyelidikan kasus dugaan kejahatan kemanusiaan oleh Presiden Filipina Rodrigo Duterte dengan kebijakan perang narkobanya. Keputusan penundaan oleh ICC ini didasarkan atas permintaan Pemerintah Filipina. Diharapkan, penundaan itu tidak menghilangkan harapan bagi keluarga korban untuk mendapatkan keadilan.
Keputusan penangguhan penyelidikan tersebut termuat dalam dokumen yang dirilis oleh ICC, Sabtu (20/11/2021). Dokumen itu juga menunjukkan bahwa Manila mengajukan permintaan penangguhan penyelidikan pada 10 November lalu.
”Untuk sementara, jaksa menangguhkan kegiatan investigasinya dan pada saat yang bersamaan menilai ruang lingkup serta efek dari permintaan penangguhan,” tulis Kepala Jaksa ICC Karim Khan. Dia menambahkan bahwa pihaknya akan mencari informasi tambahan dari Filipina.
Sejak Juni 2021, Jaksa ICC menyatakan segera memulai penyelidikan penuh terhadap dugaan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh polisi dan aparat keamanan Filipina saat melaksanakan kebijakan perang narkoba Presiden Duterte, antara Juli 2017 hingga Maret 2019. Dalam perhitungan ICC, berdasarkan data yang mereka kumpulkan, kebijakan itu berakibat adanya pembunuhan di luar koridor hukum (extra judicial killing) dan sekitar 30.000 warga menjadi korban.
Duterte berulang kali membantah bahwa keputusannya telah mengakibatkan kejahatan kemanusiaan. Di dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, 21 September 2021, Duterte juga membela diri atas kebijakannya itu. Dalam pidatonya, Duterte menyatakan, otoritas hukum di Filipina telah turun tangan untuk menyelidiki dugaan adanya kejahatan kemanusiaan terkait kebijakannya. Karena itu, kata Duterte, jaksa ICC tidak perlu turun tangan menggelarkan penyelidikannya sendiri.
Duta Besar Filipina untuk Belanda, Eduardo Malaya, menekankan pernyataan Duterte soal penyelidikan internal aparat hukum Filipina. Malaya, diplomat senior dengan pengalaman hampir 30 tahun, menuliskan di dalam suratnya bahwa Pemerintah Filipina telah menggelar dan akan terus melanjutkan penyelidikan menyeluruh atas semua kematian yang dilaporkan selama perang anti-narkoba di negara tersebut.
Juru Bicara Pemerintah Filipina yang baru, Karlo Nograles, memperkuat pesan Malaya. Ia juga mengulangi pernyataan Duterte bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi atas dugaan adanya kejahatan kemanusiaan dalam perang narkoba tersebut.
”Bagaimanapun, kami menyambut kehati-hatian jaksa ICC yang baru, yang menganggap tepat untuk memberikan perspektif baru pada masalah ini. Kami percaya bahwa masalah ini akan diselesaikan agar pemerintah kami terbebaskan sekaligus menjadi pengakuan atas sistem peradilan di negara ini,” kata Nograles.
Human Rights Watch, organisasi advokasi hak asasi manusia, menolak klaim Nograles bahwa mekanisme dan sistem hukum domestik Filipina telah memberikan keadilan bagi warga. Hal itu, menurut HRW, tidak masuk akal dan hanya akal-akalan Duterte dan para pembantunya untuk mencegah ICC masuk dan menyelidiki tindakan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan dan polisi Filipina.
”Hanya 52 dari ribuan pembunuhan berada dalam tahap awal penyelidikan. Meski banyak kasus pembunuhan yang jelas, terang benderang, tidak ada tuntutan yang diajukan,” kata Direktur HRW Asia Brad Adams di Twitter, Sabtu.
Dia menambahkan bahwa impunitas, perlindungan hukum ada di tangan Duterte. Itulah sebabnya, ICC perlu turun tangan. Adams mengingatkan agar ICC tidak terpukau dengan tipu muslihat Duterte dan Pemerintah Filipina.
Hal senada disampaikan kelompok pengacara korban. ”Kami meminta ICC untuk tidak membiarkan dirinya terpengaruh oleh klaim pemerintahan Duterte. Sistem peradilan Filipina sangat lambat dan tidak memberikan keadilan bagi mayoritas korban yang miskin,” kata Persatuan Nasional Pengacara Rakyat dalam sebuah pernyataan.
Keputusan ICC untuk menangguhkan penyelidikan tersebut memberikan angin segar bagi Duterte yang akan maju sebagai anggota Senat pada pemilihan umum tahun depan. Namun, menurut Ramon Casiple, Wakil Presiden Novo Trends PH, sebuah lembaga konsultan komunikasi, kondisi itu bisa berbalik jika pemerintahan pemenang pemilihan tahun depan memutuskan untuk bekerja sama kembali dengan ICC.
Dalam hampir dua dekade keberadaannya, ICC telah menghukum lima orang atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Lima terhukum, semuanya adalah pemimpin milisi di Afrika, yaitu dari Republik Demokratik Kongo, Mali, dan Uganda. (AFP/REUTERS)