Mendatangkan vaksin dan obat Covid-19, melindungi WNI di luar negeri, hingga menuntaskan perjanjian dagang untuk peningkatan ekspor adalah sebagian dari penerjemahan konsep diplomasi berdampak oleh para diplomat RI.
Oleh
kris mada
·5 menit baca
Hingga Rabu (17/11/2021), sudah 7,5 miliar dosis vaksin Covid-19 disuntikkan di sedikitnya 184 negara atau wilayah. Di seluruh permukaan bumi, terdata 7,9 miliar manusia. Rata-rata 35 juta dosis vaksin disuntikkan setiap hari. Vaksinasi menjadi salah satu alasan banyak negara kembali membuka perbatasan internasionalnya.
Pencarian vaksin dan pembukaan perbatasan internasional merupakan sebagian dari hasil kerja diplomasi yang juga harus beradaptasi dengan aneka pembatasan. ”Di sebagian besar (periode) pandemi (Covid-19), diplomasi menjadi virtual dan terbukti layak,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi, Selasa (16/11/2021), dalam International Conference on Digital Diplomacy (ICDD).
Digelar secara hibrida dari Bali, konferensi itu bertujuan untuk menunjukkan adaptasi diplomasi sekaligus mendorong kebangkitan kembali pariwisata Bali. Sebagian peserta hadir secara virtual. Sebagian lagi hadir di lokasi konferensi yang dipusatkan di Badung.
ICDD merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan hibrida yang digelar Kementerian Luar Negeri RI pada pertengahan November sampai awal Desember 2021. Selain ICDD, ada Bali Civil Society and Media Forum pada 17-18 November ini hingga Bali Democracy Forum (BDF) pada 9 Desember. Seperti pada 2020, BDF 2021 juga digelar secara hibrida.
Kenormalan baru
Retno mengemukakan, metode hibrida akan menjadi kenormalan baru diplomasi pada era pandemi dan pascapandemi Covid-19. Sebagian aktivitas diplomasi dilakukan secara virtual. Sebagian lagi tetap harus dilakukan lewat pertemuan langsung. Hal itu antara lain dilakukan Retno kala menerima Menlu Selandia Baru Nanaia Mahuta, Senin (15/11/2021). Sementara pada Rabu, Retno bertandang ke Dhaka menemui Menlu Bangladesh AK Abdul Momen.
Sebelum itu, Retno dan jajarannya melawat ke sejumlah negara untuk aneka tugas. Paling pokok adalah mengurus pasokan obat dan vaksin serta aneka peralatan kesehatan lain untuk menangani Covid-19. Lawatan tersebut juga untuk mencari cara menerobos sekatan-sekatan arus barang selama pandemi. Aneka sekatan itu membuat ekonomi tidak bergerak dan kas negara bisa terancam. Tugas lain terkait dengan politik internasional mulai dari isu Afghanistan, sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, hingga tentu saja Myanmar.
”Tidak semua bisa dilakukan secara virtual,” kata Menlu Singapura Vivian Balakrishnan, yang hadir dan menjadi salah satu pembicara dalam ICDD.
Ia mencontohkan pertemuan para pemimpin ASEAN di Jakarta pada April 2021. Para pemimpin ASEAN menilai masalah Myanmar harus diurus lewat pertemuan langsung. Meski Myanmar tetap membandel sampai sekarang, setidaknya ASEAN telah berusaha untuk mendorong penyelesaian krisis yang dipicu kudeta militer 1 Februari 2021 di negara itu.
Menlu Kedua Brunei Darussalam sekaligus Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar Erywan Yusof mengaku terlibat 60 kali pertemuan virtual terkait Myanmar saja. Di luar itu, ia juga pernah bertandang ke Myanmar untuk mengurus penanganan krisis di sana.
Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin menyebut digitalisasi adalah hadiah terbaik bagi diplomasi sejauh ini. Metode baru diplomasi ini membuat interaksi lebih mangkus, langsung, dan apa adanya. ”Perjalanan yang tidak perlu semakin berkurang dan malahan interaksi lebih kerap dilakukan sehingga meningkatkan keakraban, relevansi, dan kekuatan asosiasi kawasan. Selama dua tahun pandemi, ada lebih banyak interaksi diplomasi dibandingkan dengan sebelumnya” tuturnya.
Manfaat
Balakrishnan mengatakan, digitalisasi diplomasi bukan sekadar pertemuan virtual. Lebih dari itu, teknologi yang menjadi fondasi digitalisasi adalah salah satu penyelesai masalah. Ia menyebut, norma-norma diplomasi tradisional tetap bisa diadaptasi dalam diplomasi digital. Selama dua tahun terakhir, teknologi memberi banyak kemudahan.
”Kita terus berhubungan dengan para mitra dan teman untuk menjaga hubungan, meningkatkan kerja sama, bahkan membuat beberapa kemajuan pada isu sensitif,” kata Balakrishnan.
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemenlu RI Teuku Faizasyah mengatakan, manfaat adalah salah satu kata kunci yang terus menjadi landasan aktivitas para diplomat Indonesia. ICDD, BDF, atau aneka lawatan lain dilandasi dengan pertanyaan: apa manfaatnya?
Pada masa pemerintahan Joko Widodo, pertanyaan itu semakin sering diajukan untuk aneka aktivitas diplomasi Indonesia. Karena itu, ada konsep diplomasi berdampak yang penerjemahannya amat beragam. Mendatangkan vaksin dan obat Covid-19, melindungi WNI di luar negeri, hingga menuntaskan perjanjian dagang untuk peningkatan ekspor adalah sebagian dari penerjemahan konsep diplomasi berdampak selama beberapa tahun terakhir.
Pertanyaan tentang hal itu sebenarnya tidak hanya diajukan pada diplomasi. Konsep demokrasi paling sering mendapat pertanyaan itu. Para politisi senior, seperti Lee Kuan Yew hingga Jusuf Kalla, bolak-balik menekankan bahwa demokrasi harus bermanfaat.
Dalam BDF 2021, pertanyaan sejenis juga diajukan. Pandemi, menurut Faizasyah, antara lain, menghadirkan pertanyaan: apa yang bisa diberikan demokrasi untuk kemanusiaan? Apa jalan ke depan untuk memastikan demokrasi tetap efektif guna mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial bagi masyarakat?
BDF diharapkan menjadi ajang berbagai negara untuk berbagi pengalaman menjawab pertanyaan itu. ”BDF menjadi forum bagi negara-negara untuk berbagi pengalaman dan praktik-praktik terbaik dalam tata kelola pemerintahan dan dalam berdemokrasi,” ujar Faizasyah.
”Satu hal yang membedakan antara BDF dengan forum demokrasi lainnya adalah sifatnya yang ’tidak menggurui’. Demokrasi adalah hasil dari proses di dalam negeri (home-grown) sehingga tidak bisa disamakan satu negara dengan negara lainnya. BDF tidak ditujukan untuk mengajari, tetapi saling belajar dan berbagi,” ujar Faizasyah.
Selain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, tidak kalah penting aneka kegiatan yang dilakukan di Bali adalah bagian dari menjaga diplomasi dan demokrasi tetap relevan di masa kini. Salah satu ukuran relevansi adalah manfaatnya bagi warga.