Petugas perbatasan Polandia menembakkan meriam air dan gas air mata kepada para imigran dari Timur Tengah yang berusaha merangsek masuk dari Belarus.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
WARSAWA, SELASA — Ribuan imigran dari Timur Tengah dan Afrika yang menunggu di perbatasan Belarus dengan Polandia sudah tidak tahan. Suasana memanas dan pecah konflik mebuat seorang petugas penjaga perbatasan Polandia terluka parah. Aparat terpaksa mengambil tindakan koersif.
Kerusuhan terjadi pada Selasa (16/11/2021) pagi menjelang siang. Kementerian Pertahanan Polandia menyatakan, terdapat setidaknya 4.000 imigran di perbatasan Belarus-Polandia yang berusaha menerobos pagar. Polandia adalah negara anggota Uni Eropa (UE) dan tujuan para pencari suaka, antara lain dari Irak, Yaman, Suriah, dan Afghanistan.
Sebanyak 20.000 petugas diturunkan Pemerintah Polandia ke perbatasan guna meredam suasana. Para imigran sudah menunggu berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, di tengah cuaca dingin. Kemarin, seorang pemuda berusia 19 tahun tewas di hutan perbatasan karena kedinginan. Total sudah 20 imigran yang kehilangan nyawa akibat cuaca yang tidak bersahabat.
Tidak ada informasi yang jelas mengenai awal mula kerusuhan karena Pemerintah Polandia tidak memberi keterangan terperinci. Media-media arus utama Polandia hanya bisa melaporkan bahwa para imigran yang marah melempari petugas dengan batu, gelondongan kayu, dan botol minuman kemasan. Seorang petugas terkena lemparan batu sehingga tulang tengkoraknya dikabarkan retak.
Aparat Polandia membalas serangan imigran dengan menembakkan meriam air dan gas air mata. Tindakan ini dikecam oleh Rusia yang merupakan sahabat Belarus. ”Mereka bukan teroris. Ini penanganan yang tidak sepantasnya bagi para imigran,” ujar Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov kepada media di Moskwa.
Sementara itu, petugas di perbatasan Lituania-Belarus berhasil mengamankan 47 imigran yang berusaha melompati pagar. Tidak ada kerusuhan yang pecah, tetapi petugas masih kewalahan karena jumlah imigran yang datang dengan diangkut truk dari Belarus terus bertambah.
Tarik ulur Belarus
Para imigran itu datang ke Eropa melalui Belarus dengan visa turis. Setelah itu, mereka diantar oleh aparat Belarus ke perbatasan dengan Polandia, Lituania, dan Latvia yang merupakan negara-negara anggota UE. Ini adalah taktik kotor yang dituduhkan UE kepada diktator Belarus, Alexander Lukashenko, yang telah berkuasa sejak 1994.
UE memberi sanksi ekonomi kepada Belarus akibat kecurangan pemilihan umum yang memenangkan Lukashenko pada tahun 2020. UE juga mengecam perbuatan pemerintahan Lukashenko yang menekan kebebasan berekspresi rakyat serta mempersekusi orang-orang yang kritis terhadap pemerintahan. Lukashenko membalas dengan memfasilitasi imigran memasuki Belarus dan menyuruh mereka berusaha melintasi perbatasan agar bisa memasuki UE.
Di Polandia, krisis imigran ini mengakibatkan pemberlakuan keadaan darurat. Para politikus sayap kanan menggunakan banjir imigran ini sebagai serangan terhadap kedaulatan dan budaya Polandia yang harus dihentikan dengan segala cara. Adapun kelompok sayap kiri dan pembela hak asasi manusia meminta pemerintah membuka perbatasan dan membiarkan imigran masuk karena ada ibu hamil dan anak-anak.
”Kami akan membawa masalah ini ke rapat Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) karena memakan waktu lama dan berlarut-larut,” kata Juru Bicara Kantor Staf Presiden Polandia Piotr Muller.
Lukashenko, menurut kantor berita Belarus, Belta, telah berbicara melalui telepon dengan Kanselir Jerman Angela Merkel. Kesimpulannya, Belarus tidak ingin berkonflik dengan UE, tetapi UE tidak akan menarik sanksi sebelum masalah pemilu dan imigran ini diselesaikan oleh Belarus.
Pemerintah Irak adalah satu-satunya yang menawarkan repatriasi warganya. Konsul Irak untuk Rusia dan Belarus Majid al-Kinani mengungkapkan tersedia pesawat dari Minsk yang akan mengangkut para imigran kembali ke Baghdad pada 18 November secara gratis. ”Sejauh ini, sudah 200 orang yang menghubungi konsul dan meminta pulang,” ujarnya. (AP/AFP/Reuters)