UE Perketat Sanksi atas Belarus di Tengah Krisis Imigran
Di perbatasan Polandia, terhitung ada 2.000 imigran yang berkemah, termasuk anak-anak. Menurut petugas perbatasan, mereka diangkut dengan truk dari Belarus dan diturunkan beberapa kilometer dari perbatasan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
MINSK, SENIN — Ketegangan antara Belarus dan Uni Eropa terus berlanjut. Para imigran dari Timur Tengah yang terjebak di perbatasan dipakai sebagai ”senjata”. UE akan memperketat sanksi atas negara yang dipimpin oleh Alexander Lukashenko ini. Sementara itu, para imigran terus tertekan dan meregang nyawa di perbatasan Belarus-UE di tengah musim dingin. Sudah sepuluh orang tewas akibat cuaca beku.
”Tentu saja UE akan memperketat sanksi ekonomi terhadap Belarus. Maskapai penerbangan, komoditas ekonomi, dan perusahaan transportasi mereka dilarang masuk ke wilayah UE selama mereka tidak mengatasi masalah imigran dan pemilihan umum,” kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas di Brussels, Belgia, Senin (15/11/2021), saat menghadiri pertemuan para menteri luar negeri UE.
Sanksi pertama kali diberikan oleh UE atas Belarus terkait dugaan kecurangan dalam pemilihan presiden awal tahun ini. Lukashenko adalah diktator yang telah berkuasa selama 28 tahun. Ia terkenal keras terhadap para pengkritiknya sehingga UE, sebagai kawasan yang menganut demokrasi, memberi sanksi ekonomi atas Belarus.
Sebagai balasan, Belarus ”membanjiri” UE dengan ribuan imigran dari Timur Tengah dan Afrika. Caranya dengan mendatangkan imigran ke Minsk dan memberi mereka visa turis. Setelah itu, imigran ini diangkut oleh petugas tentara atau kepolisian Belarus ke perbatasan dengan Polandia, Latvia, dan Lituania. Di sana, mereka berusaha menyeberangi hutan dan memasuki ketiga negara anggota UE itu.
Kementerian Dalam Negeri Polandia mencatat, pada periode Januari-September 2021, ada 9.287 imigran yang berusaha menyeberang. Sebanyak 8.000 orang saja datang pada periode Agustus-September. Banjir imigran ini mengakibatkan ketegangan di dalam negara-negara UE. Kelompok pembela hak asasi manusia meminta agar pemerintah masing-masing membiarkan imigran masuk karena di antara mereka banyak yang merupakan ibu hamil dan anak-anak. Di sisi lain, kelompok sayap kanan menggencarkan isu rasialisme dan menolak kedatangan imigran.
Pekan lalu, seorang imigran asal Suriah berusia 20 tahun ditemukan tewas di hutan perbatasan Belarus-Polandia. ”Korban meninggal akibat kedinginan. Sejauh ini, sudah sepuluh orang tewas di perbatasan akibat cuaca musim dingin,” kata juru bicara Kepolisian Polandia, Tomasz Krupa.
Di perbatasan Polandia, terhitung ada 2.000 imigran yang berkemah, termasuk anak-anak. Adapun di perbatasan Lituania saat ini ada 70 orang. Menurut keterangan petugas perbatasan negara tersebut, para imigran ini diangkut dengan truk dari Belarus dan diturunkan beberapa kilometer dari perbatasan. Tidak bisa melintas, mereka kemudian membuat kemah. Polandia, Latvia, dan Lituania mengutarakan niat untuk melibatkan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk mengatasi persoalan imigran ini.
Pemulangan
Sementara itu, Lukashenko melalui kantor berita Belarus, Belta, mengungkapkan tidak ingin berkonflik dengan negara-negara tetangga. Ia bahkan mengatakan niat hendak melarang kedatangan imigran ke negara yang dipimpinnya. Tidak lama kemudian, maskapai penerbangan Belarus, Belavia, mengeluarkan pernyataan tidak akan mengangkut penumpang yang berasal dari Afghanistan, Irak, Yaman, dan Suriah.
”Para penumpang ini biasanya berangkat dari Dubai. Kami sudah bekerja sama dengan otoritas-otoritas di Uni Arab Emirat untuk tidak mengizinkan penumpang dari keempat negara itu menaiki Belavia,” demikian kutipan pernyataan maskapai tersebut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Irak, Ahmaed al-Sahat, mengatakan, Pemerintah Irak akan menyediakan penerbangan gratis pada 18 November dari Minsk menuju Baghdad. Semua imigran Irak dipersilakan menaiki pesawat itu untuk dipulangkan ke tanah air. (AFP/REUTERS)