Berjalan di sepanjang Corniche, lalu nongkrong di kafe atau restoran, sembari menikmati pemandangan Laut Mediterania. Inilah wajah modern kota Alexandria yang terus bersolek, memancarkan keindahannya.
Oleh
Musthafa Abd Rahman, dari Alexandria, Mesir
·5 menit baca
KOMPAS/MUSTHAFA ABD RAHMAN
Pemandangan kota Alexandria pada Sabtu, 6 November 2021. Tampak warga sedang duduk santai di pantai. Terlihat pula banyak kapal di Laut Mediterania dengan latar belakang gedung-gedung yang memadati kota berpenduduk sekitar 5 juta jiwa itu.
Pancaran sinar mentari pagi cerah kemerahan menyinari kota Alexandria, Sabtu (6/11/2021), yang bertepi di Laut Mediterania. Pemandangan pantai di Alexandria, sekitar 220 kilometer arah barat laut Kairo, pun semakin cantik.
Kepadatan lalu lintas di tepi pantai Alexandria sudah terlihat pagi itu. Kendaraan merayap di sepanjang jalan tepi pantai. Maklum, Alexandria yang berpenduduk sekitar 5 juta jiwa merupakan kota terbesar kedua di Mesir setelah Kairo.
Jalan di sepanjang tepi pantai itu dikenal dengan nama Corniche. Panjangnya sekitar 20 kilometer. Corniche merupakan kekuatan kota Alexandria dan menjadi daya tarik utama para turis lokal dan asing.
Di sepanjang Corniche terdapat berbagai ikon kota Alexandria, seperti perpustakaan Alexandria atau Bibliotheca Alexandrina, berbagai hotel bintang lima, seperti Hilton, Le Meridien, Four Seasons, Sheraton, Marriott, Intercontinental, dan Cecil, serta berderet kafe dan restoran. Pantai untuk publik bertebaran di sepanjang Corniche.
Di ujung barat Corniche terdapat citadel Qaitbay yang didirikan pada era Dinasti Mameluke pada tahun 1477. Citadel Qaitbay merupakan benteng yang pada masanya berperan penting dalam pertahanan Mesir dan Laut Mediterania.
Sementara di ujung timur berdiri Istana Montaza yang megah. Istana ini dibangun pada 1892. Citadel Qaitbay dan Istana Montaza menjadi obyek wisata yang ramai dikunjungi turis setiap hari.
KOMPAS/MUSTHAFA ABD RAHMAN
Suasana di kafe dan restoran di Gleem Bay di Alexandria, Sabtu, 6 November 2021. Terlihat banyak warga Alexandria bersantai di kafe tersebut.
Pada pagi yang cerah itu sudah terlihat pula kerumunan warga Alexandria yang sedang sarapan sembari menikmati mentari di berbagai kafe dan restoran di tepi pantai. Kompleks kafe dan restoran Gleem Bay merupakan salah satu kompleks yang sudah padat pengunjung.
Gleem Bay tampaknya kini menjadi tujuan favorit warga kota Alexandria dan kota lain yang mengunjungi Alexandria. Di dalam kompleks tersebut, memanjang ke arah pantai dan baru selesai dibangun dua tahun lalu, terdapat berbagai kafe dan restoran waralaba populer. Bersama puluhan kafe dan restoran yang memadati sepanjang pantai Alexandria, Gleem Bay turut mengubah wajah kota tersebut menjadi lebih modern dan semakin menawan.
Warga Alexandria, yang memiliki tradisi nongkrong di tepi pantai sambil menatap pemandangan Laut Mediterania, menikmati keberadaan kafe dan restoran di sepanjang tepi pantai tersebut. Mereka pun kini sering nongkrong di area itu untuk sekadar minum teh atau kopi saat pagi atau sore.
”Anda lihat sendiri, pengunjung sudah ramai datang dan nongkrong di deretan kafe dan restoran di Gleem Bay pada pagi ini. Kalau hari libur, seperti Jumat, tempat ini semakin penuh pengunjung hingga tempatnya tidak muat. Ramai sekali orang datang ke sini,” ujar Mustafa, pelayan sebuah kafe dan restoran di Gleem Bay.
KOMPAS/MUSTHAFA ABD RAHMAN
Suasana kafe dan restoran Gleem Bay di kota Alexandria, Mesir, Sabtu (6/11/2021). Warga Alexandria terlihat bersantai di kafe tersebut sambil menikmati pemandangan Laut Mediterania.
Menurut Mustafa, Gleem Bay baru selesai dibangun dua tahun lalu dan kini menjadi idola tempat nongkrong warga Alexandria. Berbagai kafe dan restoran menyuguhkan menu makanan Barat, Asia, dan Arab.
”Anda di sini bisa menikmati berbagai makanan sesuai selera Anda, sambil menikmati pemandangan Laut Mediterania dan keindahan kota Alexandria,” kata Mustafa.
Mandi
Selain kafe dan restoran di sepanjang Corniche, kota Alexandria juga populer dengan tepi laut yang sangat nyaman untuk mandi, berenang, dan memancing. Warga Alexandria pun punya tradisi mandi, berenang, dan memancing di sepanjang tepi laut, terutama saat musim panas, yakni pada Juni hingga Agustus.
Banyak kafe dan restoran di tepi pantai yang sekaligus menyediakan tempat mandi dan berenang. Pemandangan banyaknya warga yang mandi, berenang, dan memancing di sepanjang tepi pantai sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kota eksotis itu.
Jangan heran jika berkunjung ke Alexandria pada Juli atau Agustus, kita akan disuguhi pemandangan berjubelnya warga yang mandi dan berenang di tepi pantai.
KOMPAS/MUSTHAFA ABD RAHMAN
Suasana pantai di kota Alexandria, Sabtu, 6 November 2021. Tampak warga menikmati pemandangan Laut Mediterania.
”Meskipun sudah masuk November dan cuaca sudah agak dingin, masih ada satu dua orang yang mandi di tepi laut di sini. Nah, kalau Agustus, sangat penuh orang mandi di pantai ini,” ujar Tamer (45), salah seorang pegawai di sebuah kafe yang menyediakan tempat pemandian di tepi laut.
”Warga Alexandria sudah punya tradisi sangat kuat untuk bersantai dan mandi di laut. Banyak juga warga dari kota lain, termasuk Kairo, yang datang ke sini pada musim panas, seperti pada Juli dan Agustus, untuk mandi di sini,” tambah Tamer.
Untuk masuk ke kafe yang dikelola Tamer, pengunjung cukup membayar 30 pound Mesir (sekitar Rp 28.000) dan sudah bisa mandi atau berenang sepuasnya di tepi laut yang berada di depan kafe. Kafe tersebut juga menyediakan berbagai macam minuman dan makanan yang tentu saja harus dibayar tersendiri. Segelas teh harganya 15 pound Mesir (sekitar Rp 14.000).
Identitas
Kapal pesiar juga banyak terlihat di tepi laut kota Alexandria, baik yang tengah sandar ataupun yang melintas di Laut Mediterania. Dengan sejarah dan segala aktivitasnya, laut serta pantai pada akhirnya menjadi identitas kota ini.
KOMPAS/MUSTHAFA ABD RAHMAN
Pemandangan kota Alexandria, Mesir, Sabtu, 6 November 2021.
Kota Alexandria yang dibangun Alexander Agung pada 331 sebelum Masehi segera menjelma menjadi kota pelabuhan terkenal mulai era Raja Ptolemy II (283-246 SM). Kota Alexandria dengan pelabuhannya menjadi pintu gerbang Mesir menuju mancanegara dan sebaliknya dari mancanegara ke Mesir.
Kota ini semakin berkembang dan berubah menjadi kota kosmopolitan pada era bapak modern Mesir, Mohamed Ali Pasha (1805-1848). Pasha membuka bahkan mengundang warga Eropa, khususnya Italia, datang serta ikut mengembangkan Alexandria. Ini awal pengaruh Eropa modern yang masuk ke Alexandria, ditandai oleh banyaknya bangunan dengan langgam arsitektur Italia di area pusat kota atau yang dikenal dengan sebutan Distrik Bahari.
Adapun jalan sepanjang tepi pantai atau Corniche dibangun Raja Fouad pada 1934. Pemerintah Mesir dari masa ke masa terus melakukan renovasi atas Corniche sebagai upaya memperindah kawasan.