Persaingan antara Amerika Serikat dan China terus berlangsung sengit. Namun, keduanya sepandangan bahwa hal itu tidak berarti harus melebar menjadi Perang Dingin baru.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
WELLINGTON, KAMIS — Amerika Serikat dan China sama-sama memiliki pandangan bahwa kompetisi di antara mereka tidak boleh melebar menjadi perang dingin baru. Bagi negara-negara Indo-Pasifik, konsistensi atas pandangan itu menjadi vital karena medan persaingan kedua adidaya itu terutama berada di kawasan mereka.
”Kita harus berpandangan ke depan, bergerak maju dan menolak praktik diskriminasi dan pengucilan pihak lain. Upaya untuk menarik garis ideologis atau membentuk kelompok kecil atas dasar geopolitik pasti akan gagal. Kawasan Asia-Pasifik tidak dapat dan tidak boleh kembali ke dalam konfrontasi dan keterbelahan seperti di era Perang Dingin,” kata Presiden China Xi Jinping dalam pidato pada pertemuan virtual dengan para pemimpin bisnis Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik atau Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Kamis (11/11/2021).
Xi menyoroti tren proteksionisme di tengah pandemi Covid-19. Ia mengajak bangsa-bangsa yang tergabung dalam APEC untuk meninggalkan cara pandang itu. APEC harus berpandangan luas dan maju.
Direktur Ekonomi Pembangunan pada China Institute of International Studies, Jiang Yuechun, menyebut Xi menyasar beberapa negara yang semakin menunjukkan unilateralisme dan proteksionisme. Sasaran juga tertuju pada kelompok-kelompok yang bermental Perang Dingin.
”Kelompok bermental Perang Dingin dan menerapkan persaingan kasar sedang berkembang di kawasan. Perkembangan itu tidak sesuai dengan kepentingan bersama anggota APEC,” ujarnya kepada Global Times, media yang dekat dengan China.
Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS), Jake Sullivan, mengatakan, banyak wacana menyebutkan bahwa persaingan AS-China berpeluang menjadi Perang Dingin baru. ”Kita punya pilihan untuk tidak mengarah ke sana,” ujarnya dalam kuliah umum virtual yang diselenggarakan Lowy Institute Australia, Kamis (11/11/2021).
Presiden AS Joe Biden, Sullivan melanjutkan, sudah berulang kali menegaskan bahwa AS tidak sedang berusaha menciptakan perang dingin baru. ”Kami tidak mencari konflik. Kami mencari persaingan yang efektif dengan batasan dan langkah-langkah pengurang risiko untuk memastikan tidak akan ada konflik. Di sisi lain, kami juga ingin bekerja sama dengan China pada hal-hal terkait kepentingan bersama bagi masing-masing negara atau dunia,” ujarnya.
Kami tidak mencari konflik. Kami mencari persaingan yang efektif dengan batasan dan langkah-langkah pengurang risiko untuk memastikan tidak akan ada konflik.
AS di bawah Biden siap bersaing ketat dengan China, mulai dari bidang ekonomi hingga bidang teknologi. AS bahkan menyebut akan bersaing dengan penuh semangat.
Sullivan juga kembali menegaskan, sistem dan kepentingan China berbeda dari AS dan sekutunya. Oleh karena itu, persaingan terjadi. Perbedaan bahkan disebut sebagai inti dari kompetisi. ”Akan tetapi, tidak ada alasan kompetisi itu menjadi konflik atau konfrontasi. Ini perlu kita jaga bersama secara bertanggung jawab,” katanya.
Masih dari forum pemimpin bisnis APEC, Xi menyatakan, China akan terus berkomitmen pada kerja sama yang menguntungkan semua pihak. China siap terus mempraktikkan multilateralisme dan aktif dalam tata kelola global demi keterbukaan ekonomi.
Ia menekankan bahwa Asia-Pasifik perlu terus mendorong liberalisasi perdagangan dan investasi. Rantai pasok dan industri harus dijaga tetap berjalan stabil. Kawasan juga perlu mendorong ketertiban arus sumber daya dan investasi untuk menjaga pemulihan ekonomi serta mencapai pembangunan yang saling terhubung.
XI berjanji ekonomi China akan semakin terbuka bagi perekonomian global. Beijing akan mengurangi daftar negatif investasi dan mempermudah investor asing menanamkan modal pada sektor lebih beragam di China.
Pada September 2021, China sudah mendaftar untuk bergabung dengan Kesepakatan Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik atau Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific (CPTPP). China juga punya kerja sama ekonomi kawasan lewat Kemitraan Ekonomi Kawasan Terpadu atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dengan ASEAN. Termasuk di dalamnya adalah Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, dan Jepang.
Xi dan Sullivan sama-sama menyebut Indo-Pasifik semakin penting. Berbagai pihak di luar kawasan kian tertarik terlibat di kawasan yang sebagian wilayahnya tergabung dalam APEC tersebut. Uni Eropa dan sejumlah anggotanya, misalnya, sudah menerbitkan panduan kebijakan Asia-Pasifik. Sejumlah negara lain juga tertarik.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo pada pertemuan virtual dari Istana Negara, Jakarta, dengan para pemimpin bisnis APEC sesi malam, mengangkat, antara lain, kebijakan Pemerintah Indonesia tentang perubahan iklim. Menurut Presiden, upaya penanganan dampak perubahan iklim dalam kerangka pembangunan berkelanjutan harus dilakukan secara berimbang dengan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, target pembangunan berkelanjutan bisa dicapai.
”Konservasi hutan dan kekayaan laut, serta transformasi menuju energi baru dan terbarukan harus menyejahterakan masyarakat bawah. Transisi menuju ekonomi rendah karbon ini harus dilakukan secara adil dan kolaboratif,” kata Presiden.
Di saat yang sama, Presiden melanjutkan, dukungan pendanaan dan alih teknologi ramah lingkungan sangat diperlukan untuk mendukung berbagai upaya mitigasi perubahan iklim di negara sedang berkembang.
Indonesia menempatkan investasi industri berkelanjutan dan hijau sebagai prioritas penting. Proyek prioritasnya, antara lain, pembangunan kawasan industri hijau, pembangunan rantai pasok industri baterai dan mobil listrik, serta perdagangan karbon yang sangat besar potensinya. (AFP/REUTERS/INA)