Gelombang Keempat Mengintai, Eropa Kembali Waspada
Gelombang keempat pandemi Covid-19 mengintai, terutama di negara-negara Eropa. Untuk mencegah penularan, sejumlah negara di Eropa kembali memberlakukan kebijakan pembatasan.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
NEW YORK, SELASA —Pandemi Covid-19 masih belum mereda dan jumlah kasus di seluruh dunia kini mencapai 250 juta kasus. Sejumlah negara di Eropa Timur malah mengalami lonjakan kasus terbanyak, seperti di Bulgaria yang kasus barunya mencapai 5.286 kasus dan 334 orang di antaranya meninggal. Karena gelombang keempat mengintai, Denmark yang semula sudah melonggarkan kebijakan pembatasan kini tengah mempertimbangkan akan kembali memberlakukan kebijakan pembatasan. Sebaliknya, banyak negara mulai membuka kembali sektor pariwisata dan perdagangan setelah kasus Covid-19 varian Delta menurun.
Secara keseluruhan, dari data yang dikumpulkan kantor berita Reuters, Selasa (9/11/2021), jumlah kasus Covid-19 rata-rata harian turun 36 persen selama tiga bulan terakhir. Meski demikian, varian Delta masih berisiko tinggi dan akan bisa menulari sekitar 50 juta orang di seluruh dunia setiap 90 hari sekali. Pada awal-awal pandemi, butuh waktu setahun untuk mencapai 50 juta kasus Covid-19. Kini, setiap 90 hari sekali.
Para pakar kesehatan meyakini banyak negara berhasil melawan atau setidaknya mencegah yang terburuk dari dampak Covid-19 berkat program vaksinasi. Namun, masih tetap ada kekhawatiran kasus akan bisa naik lagi karena sudah masuk musim dingin dan menjelang musim liburan. ”Mungkin sampai akhir tahun 2022, kita bisa mengendalikan Covid-19 dengan menekan jumlah penderita dan kematian,” kata pakar epidemiologi di Organisasi Kesehatan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Maria van Kerkhove.
Menurut analisis Reuters, tingkat penularan Covid-19 masih tinggi di 55 negara di dunia, termasuk Rusia, Ukraina, dan Yunani. Selama ini tingkat vaksinasi di wilayah Eropa Timur termasuk yang terendah. Padahal, setiap empat hari sekali jumlah kasus baru mencapai 1 juta dan lebih dari separuh jumlah kasus baru itu berada di negara-negara Eropa. Untuk mencegah penyebaran virus hingga menciptakan gelombang keempat, sejumlah wilayah Rusia akan memberlakukan kebijakan pembatasan tambahan atau memperpanjang penutupan tempat kerja.
Di Rusia saja terdapat 39.400 kasus baru dan 5.000 kasus di antaranya di kota Moskwa. Sementara di Jerman, jumlah kasus Covid-19 malah mencapai rekor terbanyak. Padahal, tingkat vaksinasinya juga sudah lebih tinggi ketimbang Rusia. Kasus di Bulgaria juga tinggi karena baru 30 persen penduduknya yang sudah divaksin. Sekitar 250.000 orang baru divaksin satu kali sejak 21 Oktober lalu. Proses vaksinasi lambat karena masih banyak warga Bulgaria yang skeptis dengan program vaksinasi gara-gara tidak percaya pada institusi negara, salah informasi, serta pesan yang berbeda-beda dari para politisi dan pakar kesehatan.
Namun, yang terjadi di Jepang justru sebaliknya. Untuk pertama kalinya dalam satu tahun ini, tidak ada kasus kematian akibat Covid-19 di Jepang. Ini kemungkinan berkat program vaksinasi yang sudah mencapai 70 persen dari total jumlah penduduk Jepang. China juga menggenjot vaksinasi dan sudah ada 2,3 miliar dosis yang diberikan. Karena terbukti efektif melawan Covid-19, sejumlah pemimpin negara mengingatkan perlunya menggenjot vaksinasi, terutama di negara-negara miskin.
Menurut Our World in Data, lebih dari separuh jumlah penduduk dunia belum menerima vaksin satu dosis pun, terutama di negara-negara miskin. Membuka akses vaksin yang lebih luas ini akan menjadi agenda pertemuan virtual kelompok perdagangan Asia-Pasifik, APEC, pada pekan ini. Negara-negara anggota APEC yang di dalamnya termasuk Rusia, China, dan Amerika Serikat berjanji akan memperluas upaya berbagi vaksin dan produksi vaksin serta mencabut hambatan perdagangan obat-obatan. WHO dan kelompok-kelompok bantuan lainnya pada bulan lalu meminta APEC membiayai rencana pembiayaan vaksin, tes, dan obat-obatan Covid-19 untuk negara-negara miskin selama 12 bulan ke depan sebesar 23,4 miliar dollar AS.
Protes
Meningkatnya kasus Covid-19 rupanya tak membuat orang takut. Ribuan orang di Selandia Baru malah mendatangi parlemen dan memprotes kewajiban untuk vaksin dan kebijakan pembatasan yang ditetapkan pemerintah demi mengendalikan Covid-19. Para pengunjuk rasa menganggap kebijakan itu mengekang kebebasan rakyat sehingga menuntut pemerintah mencabut semua kebijakan terkait Covid-19.
”Saya tidak mau dipaksa memasukkan sesuatu yang tidak saya inginkan ke dalam tubuh saya. Kembalikan kebebasan kami seperti tahun 2018,” kata salah seorang pengunjuk rasa, Selasa.
Pemerintah Selandia Baru tengah menangani Covid-19 varian Delta tahun ini dan membuat Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengubah strateginya dari yang semula kebijakan pembatasan menjadi kebijakan ”hidup bersama virus tetapi dengan menggenjot vaksinasi”.
Ardern meminta seluruh guru dan tenaga kerja di sektor kesehatan divaksin dua dosis dan ini yang menuai kecaman dari rakyat karena Ardern dituding mengekang kebebasan warga. Padahal, di Selandia Baru jumlah kasus masih sekitar 8.000 kasus dan 32 orang di antaranya meninggal. Ada 125 kasus baru pada hari Selasa saja, padahal tingkat vaksinasi sudah mencapai 80 persen.
Pemerintah Singapura memilih bertindak tegas terhadap warga yang tidak divaksin dan sedang sakit Covid-19. Mulai bulan depan, Pemerintah Singapura tidak mau lagi membayar tagihan kesehatan dan perawatan Covid-19 dari pasien yang tidak divaksin karena mereka tidak mau divaksin. Ini karena sistem perawatan kesehatan Singapura sudah tidak mampu menanggung dampak Covid-19 dengan 2.000-3.000 kasus per hari. Selama ini pemerintah menanggung semua biaya perawatan kesehatan rakyat Singapura yang tertular Covid-19, kecuali mereka yang positif Covid-19 setelah kembali dari luar negeri.
”Masalahnya, pasien yang membutuhkan perawatan insentif karena Covid-19 justru orang-orang yang belum divaksin dan ini memberatkan sistem kesehatan. Mereka masih bisa menggunakan asuransi dari perusahaan swasta,” sebut pernyataan tertulis Kementerian Kesehatan Singapura. (REUTERS/AFP/AP)