Dunia yang seharusnya beradab kini malah mengarah ke kebiadaban karena semangat kebersamaan dan kerja sama meluntur. Ini terbukti dari akses dan distribusi vaksin yang tidak adil antara negara kaya dan miskin.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
NEW YORK, SELASA —Di tengah karut-marut beragam persoalan, dunia yang semestinya beradab kini justu mengarah ke kebiadaban. Semangat kebersamaan dan kerja sama meluntur. Sejumlah negara tak menangani korupsi yang justru menjadi pokok persoalan dunia. Selain korupsi, akses dan distribusi vaksin Covid-19 juga bisa membuktikan adanya ketidakadilan. Perusahaan-perusahaan farmasi menjual 94 persen vaksin dan hanya 6 persen yang diberikan pada negara-negara miskin melalui program Covax di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Hal ini diungkapkan Presiden Meksiko Andrés Manuel López Obrador dalam pidatonya ”Menjaga Perdamaian Internasional dan Keamanan: Pengecualian, Ketidaksetaraan, dan Konflik” di hadapan negara-negara anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Selasa (9/11/2021). ”Semangat kerja sama meluntur karena keinginan mengejar keuntungan. Kita semakin teralienasi, lupa prinsip-prinsip moral, dan tidak peduli pada masalah kemanusiaan,” kata López Obrador.
Jika perilaku ini tak diubah, dunia dikhawatirkan tidak akan bisa menyelesaikan persoalan apa pun yang memengaruhi nasib warga dunia. Untuk membantu negara-negara miskin, López Obrador mengajak orang-orang terkaya dan perusahaan swasta terbesar di dunia serta 20 negara dengan perekonomian kuat untuk membantu 750 juta orang yang hanya bisa hidup dengan kurang dari 2 dollar AS sehari.
Ia memperkirakan akan bisa terkumpul dana setidaknya 1 triliun dollar AS setiap tahunnya dan bisa segera dikirimkan ke warga termiskin di dunia tanpa melalui perantara dan langsung masuk ke kantong mereka dengan memanfaatkan dompet atau kartu elektronik masing-masing.
Usulan Meksiko ini bisa dibiayai atau dipenuhi anggarannya dari tiga sumber, yakni sumbangan sukarela tahunan sebesar 4 persen dari pendapatan 1.000 orang terkaya di dunia, sumbangan 1.000 perusahaan swasta terbesar di dunia, dan 0,2 persen dari produk domestik bruto 20 negara perekonomian terkuat di dunia yang tergabung dalam Kelompok 20 (G-20). Ini usulan Meksiko yang dinilai paling konkrit karena PBB selama ini dituding gagal membantu mereka yang paling membutuhkan. ”Selama ini belum ada perubahan substansial, tetapi belum terlambat. Kita masih bisa memperbaikinya,” kata López Obrador.
Senada dengan López Obrador, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres juga mengatakan pandemi Covid-19 memperparah penderitaan dan ketidakadilan serta membuat 120 juta orang jatuh miskin. Jutaan orang di seluruh dunia juga menghadapi ancaman kelaparan dan resesi global terparah sejak Perang Dunia II. ”Orang-orang di negara-negara terkaya sudah akan vaksin dosis ketiga. Sementara di Afrika saja baru 5 persen penduduk yang sudah divaksin,” ujarnya.
Kesenjangan yang kian lebar itu juga yang menjadi faktor ketidakstabilan di dunia. Dunia tengah menghadapi sejumlah konflik terparah sejak 1945, termasuk kudeta militer. Hak asasi manusia dan penegakan hukum, kata Guterres, terancam. ”Seperti di Afghanistan, di mana anak-anak perempuan tak boleh sekolah dan hak perempuan tak diakui. Sampai isu Myanmar, di mana kelompok minoritas jadi sasaran kekerasan dan terpaksa mengungsi,” ujarnya.
Ia mengajak seluruh dunia untuk berinvestasi setara dalam pembangunan berkeadilan, memantau ketidaksetaraan dengan lebih ketat supaya bisa diatasi lebih dini, dan memastikan lembaga nasional mewakili seluruh rakyat. Dalam pernyataan kepresidenan yang disetujui ke-15 negara anggota DK PBB disebutkan, ”Pengecualian dan ketidaksetaraan kemungkinan menjadi faktor yang memperparah dalam konflik. Penting bagi pemerintah yang berkonflik atau usai berkonflik untuk mengatasi penyebab ketidakstabilan serta kesenjangan yang sudah berlangsung lama”.
DK PBB juga menekankan pentingnya pendekatan komprehensif untuk merawat perdamaian, termasuk menangani akar-akar penyebabnya, memperkuat penegakan hukum, mendorong pertumbuhan ekonomi, mengatasi kemiskinan, mengupayakan rekonsiliasi nasional, dan memediasi keluhan atau aduan yang terjadi akibat isu agama, etnis, ras, dan perbedaan lainnya. (AP)