Menguatkan Persahabatan Seraya Merehabilitasi Lingkungan
Dari investasi ke rehabilitasi mangrove. Itulah inti kunjungan Presiden Jokowi ke Uni Emirat Arab. Tujuannya selain menguatkan kerja sama investasi dan perdagangan juga menanam mangrove untuk tingkatkan ekonomi hijau.

Presiden Joko Widodo meninjau Jubail Mangrove Park, Rabu (3/11/2021). Direktur Utama Jubail Island Investment Company Mounir Haidar hadir dan menjelaskan taman mangrove tersebut.
Kunjungan Presiden ke Uni Emirat Arab bertujuan menguatkan kerja sama investasi dan perdagangan. Namun, di sela-sela pembahasan masalah ekonomi ini, terselip agenda penanaman mangrove. Indonesia tak mau ketinggalan dalam ekonomi hijau yang kini menjadi isu utama negara-negara maju di tengah pembangunan ekonomi.
Rabu (3/11/2021) sore, dari pertemuan bilateral di Istana Al Shatie, Presiden Joko Widodo dan rombongan menuju Jubail Mangrove Park di Pulau Al Jubail, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA). Presiden meninjau taman mangrove sekaligus menanam pohon mangrove di sana.
Tiba di Jubail Mangrove Park pukul 17.15 waktu setempat, Presiden Jokowi disambut Menteri Energi dan Infrastruktur UEA Suhail al-Mazrouei dan Direktur Utama Jubail Island Investment Company Mounir Haidar. Jubail Mangrove Park dibangun atas inisiatif Putra Mahkota Sheikh Mohamed bin Zayed (MBZ).
”Dia juga yang memberi instruksi supaya taman dibuka untuk umum supaya masyarakat menyadari pentingnya mangrove serta hutan mangrove secara umum,” kata Mounir.
Jubail Mangrove Park adalah taman hutan bakau pertama di Abu Dhabi dengan luas 120.000 meter persegi yang mulai dibuka 30 Januari 2020. Taman ini diharap mampu meningkatkan kesadaran, apresiasi, dan pemahaman tentang fungsi ekologis penting habitat bakau dalam melindungi garis pantai Abu Dhabi dan mendukung keanekaragaman hayati.

Presiden Joko Widodo dan rombongan berjalan di jembatan kayu (broadwalk) Jubail Mangrove Park, Rabu (3/11/2021).
Daya tarik utama di Jubail Mangrove Park adalah jalur jembatan kayu (broadwalk). Pengunjung bisa memilih salah satu dari tiga jalur dengan jarak berbeda. Jalur terpanjang 2 kilometer, jalur terpendek 1 kilometer, dan di tengahnya ada jalur sepanjang 1,6 kilometer.
Sebelum menanam pohon mangrove di dekat lokasi pohon mangrove yang ditanam Putra Mahkota Sheikh Mohamed bin Zayed, Presiden Jokowi pun berjalan-jalan di broadwalk ini.
Mangrove memang sempat menjadi bahasan dalam pertemuan bilateral Presiden Jokowi dan Putra Mahkota MBZ. Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi dalam keterangannya di Hotel Emirates Palace menjelaskan, Presiden Jokowi dan Putra Mahkota MBZ memang sempat membahas isu mangrove dalam pertemuan bilateral di Istana Al Shatie. Tak hanya soal bagaimana merehabilitasi mangrove, keduanya juga sepakat untuk memperkuat kerja sama, terutama untuk riset mengenai mangrove dan perubahan iklim.
”Putra Mahkota juga mengapresiasi upaya Indonesia dalam mengonservasi dan merehabilitasi mangrove. Ke depan, kerja sama akan lebih strategis,” tutur Retno.
Mangrove sangat penting untuk Indonesia sebagai negara dengan luasan hutan mangrove terbesar di dunia. Luas hutan mangrove Indonesia sekitar 3,31 juta hektar atau 24 persen dari total mangrove dunia. Presiden Jokowi sendiri belakangan ini aktif ikut menanam mangrove dalam beberapa kali kunjungan kerjanya di daerah Bali, Riau, dan Cilacap.

Di Jubail Mangrove Park, Abu Dhabi, Rabu (3/11/2021), Presiden Joko Widodo menanam mangrove.
Presiden Jokowi pernah menegaskan, merehabilitasi keberadaan mangrove hal itu akan sangat bermanfaat. Pasalnya, hutan mangrove dapat menyimpan karbon 4-5 kali lebih banyak dibandingkan hutan tropis lainnya. Upaya rehabilitasi keberadaan mangrove akan meneguhkan komitmen Indonesia terhadap Paris Agreement dan perubahan iklim dunia. Rehabilitasi mangrove di seluruh Tanah Air direncanakan sebanyak 34.000 hektar. Penanaman mangrove juga diharapkan dapat memberikan manfaat untuk ekologi ataupun ekonomi bagi masyarakat sekitar.
”Kita harapkan nanti kawasan ini akan bisa kita perbaiki, kita rehabilitasi dalam rangka mengendalikan abrasi, dalam rangka juga mendukung ekowisata, pariwisata di daerah, dan juga tentu saja kita harapkan mendukung ekonomi masyarakat di sekitar kawasan ini,” ujarnya saat kunjungan ke Riau (Kompas, 28/9/2021).
Komitmen
Mengamati peninjauan Presiden sembari berjalan kaki sejauh 300 meter di broadwalk Jubail Mangrove Park, mengingatkan pada pemandangan serupa di Hutan Mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali. Saat itu, Presiden Jokowi dan Nyonya Iriana berjalan kaki di atas jembatan kayu menelusuri kawasan hutan mangrove sejauh 500 meter hingga menara pandang.
Hutan mangrove di Kabupaten Badung yang dikunjungi Presiden Jokowi pada Jumat (8/10/2021) itu akan menjadi salah satu lokasi yang dikunjungi para pemimpin negara G-20 dalam KTT G-20 tahun 2022. Dengan rencana tersebut, Presiden Jokowi sekaligus ingin menegaskan komitmen Indonesia pada ekonomi hijau.
Isu mangrove juga sempat dibahas dalam pertemuan bilateral dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Scottish Event Campus (SEC), Glasgow, Skotlandia, Senin (1/11/2021), dan dalam Konferensi Perubahan Iklim Ke-26 (COP 26) yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Glasgow, beberapa waktu lalu.

Perahu nelayan melewati hutan mangrove Muara Blacan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (26/9/2021).
Indonesia memang menargetkan rehabilitasi setidaknya 600.000 hektar kawasan mangrove dalam tiga tahun ini. Dalam catatan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, hutan mangrove yang kritis mencapai 637.000 hektar. Kerusakan ini akibat konversi tambak ilegal, perkebunan, permukiman, dan penebangan mangrove untuk kayu bakar dan bahan baku arang.
Manajer Riset dan Pengembangan Program Lembaga Kajian dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) Daru Setyo Rini menambahkan, rehabilitasi kawasan mangrove tak bisa melupakan kondisi lahan yang kini semakin banyak tercemari sampah plastik. Di kawasan mangrove Wonorejo, Rungkut, Surabaya, misalnya, sampah plastik sudah menutupi pesisir. Akibatnya, banyak tanaman mangrove dewasa yang mati karena tak bisa bernapas. Tunas-tunas mangrove juga gagal tumbuh akibat sampah plastik ini.
Komitmen Indonesia
Untuk mengatasi perubahan iklim dan mengurangi emisi gas karbon, Presiden Jokowi juga menyampaikan komitmen Indonesia. Paris Agreement yang di dalamnya terdapat komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) diratifikasi pada 2016. Komitmen tersebut kemudian dipertegas menjadi bagian dari dokumen perencanaan pembangunan nasional 2020-2024 dan menjadikan penanganan perubahan iklim sebagai salah satu agenda prioritas nasional.
”Beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menunjukkan langkah konkret dalam hal pengendalian iklim. Laju deforestasi kita saat ini yang paling rendah selama 20 tahun, tingkat kebakaran hutan berkurang 82 persen,” kata Presiden Jokowi dalam KTT COP 26 di Glasgow, Britania Raya, beberapa hari lalu.

Peserta Asian Students Environment Platform 2018 melakukan reboisasi di suaka kunang-kunang Kampung Bukit Belimbing, Selangor.
Kecintaan presiden pada lingkungan
Selain Presiden Jokowi, perhatian dan kesepakatan terkait aspek lingkungan pun disuarakan para presiden Indonesia di era sebelumnya. Kecintaan Presiden Soekarno kepada lingkungan alam membuatnya selalu menyempatkan menanam pohon di tempat yang dikunjunginya, salah satunya di Arab Saudi.
Hal itu dilakukan Presiden Soekarno pada sekitar tahun 1960, saat menjalankan ibadah haji. Bung Karno membawa oleh-oleh berupa bibit pohon mimba untuk ditanam di Padang Arafah, Arab Saudi. Di Indonesia, pohon mimba biasanya ditemukan di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Pohon yang bisa tumbuh 10-20 meter ini bisa hidup di tanah tandus dan kering seperti di Padang Arafah. Presiden Soekarno mengusulkan agar menghijaukan Padang Arafah dengan menanam pohon mimba. Alasan Bung Karno, karena dirasa cocok dan bisa beradaptasi dengan cuaca Arab Saudi.
Usulan Bung Karno itu disambut hangat oleh Raja Arab Saud bin Abdulaziz. Ia langsung siapkan lahan seluas 1.250 hektar untuk ditanami pohon mimba. Soekarno pun memutuskan untuk mengirim kembali bibit pohon Mimba disertai ahli kehutanan tanah air dari Indonesia. Selain itu, demi mendapatkan hasil yang bagus, media tanah yang digunakan pun menggunakan tanah subur dari Indonesia. Kini,dampak oleh-oleh yang dibawa Presiden Soekarno sudah tumbuh subur dan menjadi pohon yang dapat memberi banyak manfaat salah satunya jadi tempat berteduh untuk jutaan anggota jemaah haji yang menjalankan wukuf di Padang Arafah. Untuk menghargai jasa Presiden Soekarno, pohon itu diberi nama Syajarah Soekarno atau Pohon Soekarno.
Setelah Presiden Soekarno, kecintaan pada lingkungan juga ditunjukkan Presiden Soeharto. Hal itu dapat dilihat pada otobiografi Soeharto; Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, (PT Citra Lamtoro Gung Persada, 1989). Presiden Soeharto dalam buku tersebut menilai diperlukan kesepakatan untuk mendorong pola pembangunan berwawasan lingkungan. Sebab, semakin bineka ekosistem, semakin stabil daya dukung lingkungan yang menopang kehidupan manusia. Hubungan kerja sama antarbangsa pun perlu diupayakan supaya keberagaman ekosistem tetap lestari.
Sementara Presiden BJ Habibie dalam buku Detik-detik yang Menentukan (Penerbit THC Mandiri, 2006) menyebutkan langkah nyata yang dilakukan dalam pengelolaan hutan adalah restrukturisasi pengusahaan hutan dan kebun, pengembangan hutan rakyat, pengembangan hutan kemasyarakatan, serta keikutsertaan lembaga ekonomi rakyat dalam mengelola hutan dan kebun.

Presiden Abdurrahman Wahid memimpin upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Ke-55 Kemerdekaan RI di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/8/2000). Wapres Megawati Soekarnoputri ikut mendampingi Presiden memimpin jalannya upacara.
Presiden Abdurrahman Wahid atau Gusdur pun sesungguhnya memiliki perhatian pada isu lingkungan. Dalam buku Fatwa dan Canda Gus Dur, tulisan KH Maman Imanulhaq Faqieh (Penerbit Buku Kompas, 2010), disebutkan Gus Dur mengingatkan peran para ulama dalam melestarikan bumi. Sebab, lingkungan saat ini sudah dalam situasi serius didera polusi dan kerusakan lingkungan. Apabila kerusakan ini dibiarkan berlanjut, malapetaka akan menimpa generasi berikut.
KH Maman pun menuliskan bahwa Gus Dur mengutip filosof Fritjof Capra bahwa ”manusia mengalami ’krisis persepsi’ terhadap alam”. Karena sikap dan pandangan yang salah terhadap alam, lingkungan rusak.
Presiden Megawati Soekarnoputri dalam catatan Kompas di peringatan Hari Lingkungan Hidup tahun 2003 juga mengingatkan mengenai kerusakan yang terjadi di mana-mana. Mata air Kali Brantas yang berkurang, penurunan daya dukung tanah dan air, wilayah hijau yang semakin sempit, sistem pembuangan yang tidak berfungsi lancar menjadi perhatiannya.
Presiden Megawati pun mendorong kampanye penanaman pohon dan pemeliharaan lingkungan sekitar. ”Ini lebih murah dibandingkan membiayainya sebagai proyek seperti yang lazim selama ini,” katanya, Kamis (5/6/2003).
Isu mengenai pembangunan berwawasan lingkungan juga pernah diangkat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menyampaikan pidato kampanyenya yang pertama, mengawali masa Pemilihan Presiden tahun 2009. Pidato di Kompleks Kemayoran pada 4 Juni 2009 ini dimuat dalam bukunya yang berjudul SBY, Selalu Ada Pilihan, untuk Pencinta Demokrasi dan Para Pemimpin Indonesia Mendatang (Penerbit Buku Kompas, 2014).
”Oleh karena itu, terus mendorong pertumbuhan, menciptakan lapangan kerja, mengelola inflasi dan daya beli rakyat, membangun infrastruktur, meningkatkan ketahanan energi dan pangan, terus mengembangkan sektor pertanian, industri, jasa, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta mendorong pertumbuhan yang berwawasan lingkungan atau green growth economy mesti kita lanjutkan dan tingkatkan,” kata SBY.
Kini, meskipun Presiden RI sudah berganti delapan kali, masalah lingkungan alam di Indonesia masih menjadi bahasan yang tak ada akhirnya. Semestinya, komitmen-komitmen tersebut menjadi aksi nyata. Tanpanya, sebutan pedas aktivis lingkungan Greta Thunberg bahwa para pemimpin di COP 26 hanya menyampaikan retorika indah tanpa aksi nyata akan menjadi kenyataan. Lebih parah lagi, akan ada lebih banyak korban akibat komitmen yang tak terwujud.

Seorang aktivis berunjuk rasa dengan membawa sebuah poster untuk memprotes penyelenggaraan parade mode Paris Fashion Week 2021 di Paris, Perancis, Selasa (5/10/2021). Unjuk rasa tersebut terkait dengan isu lingkungan dan perubahan iklim yang ditimbulkan dari industri fashion.