Hubungan militer Sudan dan dinas intelijen luar negeri Israel sudah terjalin setidaknya sejak awal 2020. Komunikasi di antara keduanya berlangsung intensif. Apakah ini serta-merta terkait kudeta militer di Sudan?
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·3 menit baca
Hubungan Sudan-Israel, persisnya hubungan militer Sudan dan dinas intelijen luar negeri Israel yang disebut Mossad, ternyata jauh lebih kuat daripada yang diduga selama ini. Kudeta militer di Sudan pada 25 Oktober 2021 yang menumbangkan pemerintah transisi pimpinan Perdana Menteri (PM) Abdallah Hamdok menguak hubungan khusus keduanya.
Militer Sudan dan Mossad menjalin hubungan kuat sejak pertemuan mantan PM Israel Benjamini Netanyahu dan Panglima Militer Sudan Abdel Fattah al-Burhan di Uganda pada Februari 2020. Adalah Mossad yang terlibat kuat merancang pertemuan Netanyahu-Al Burhan itu.
Terkait krisis politik di Sudan saat ini, muncul dugaan bahwa Mossad terlibat. Bahkan ada dugaan lebih jauh bahwa Mossad ikut merancangnya. Media Amerika Serikat (AS), Axios, mengungkapkan, delegasi militer Sudan melakukan kunjungan rahasia ke Israel untuk menemui Direktur Mossad, David Barnea, dan sejumlah pejabat di kantor PM Israel. Pertemuan terjadi dua pekan sebelum pecah kudeta militer di Sudan. Kudeta terjadi pada 25 Oktober.
Situs Israel, Walla, juga mengungkapkan, delegasi Israel yang terdiri dari pejabat Mossad dan militer Israel pada Senin (1/11/2021) mengunjungi Khartoum, ibu kota Sudan, untuk mengetahui secara langsung perkembangan di negara itu. Dalam kesempatan itu, delegasi Israel menemui Panglima Militer Sudan Letjen Abdel Fattah al- Burhan dan Wakilnya, Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal dengan julukan Hamidati.
Intensifnya pertemuan pejabat militer Sudan dengan pejabat Mossad, baik sebelum maupun setelah kudeta militer, memunculkan spekulasi kuat bahwa Mossad telah mengetahui rencana kudeta oleh militer Sudan. Mossad minimal tidak mencegah rencana tersebut, untuk tidak mengatakan mendukungnya.
Jika dugaan ini benar, Mossad tampaknya tidak menduga kalau kudeta di Sudan mendapat tantangan sangat keras dari negara-negara Barat, khususnya AS. AS bahkan sudah membekukan bantuan 700 juta dollar AS kepada Sudan sebagai sanksi atas kudeta tersebut.
Bisa disebut, Mossad dan militer Sudan salah kalkulasi. Ini yang kemudian menghadapkan militer Sudan dan Mossad pada situasi yang dilematis. Ini pula yang mendorong delegasi Israel berkunjung ke Sudan pada Senin lalu guna membujuk para pejabat militer negara itu untuk bersedia kompromi dalam upaya mengakhiri krisis politik di Sudan.
AS pun membaca hubungan militer Sudan dan Mossad ini. Menurut Axios, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Selasa (2/11/2021), menelepon Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz. Blinken meminta bantuan Israel agar menekan militer Sudan segera memulihkan kembali demokratisasi di negara dengan 43,85 juta jiwa penduduk itu.
AS juga menggalang dukungan dari negara-negara utama regional, seperti Arab Saudi, Mesir, dan Uni Emirat Arab (UEA), bagi pemulihan proses demokrasi di Sudan. Upaya ini melahirkan pernyataan bersama oleh AS, Inggris, Arab Saudi, dan UEA, Rabu (3/11/2021). Mereka menyerukan kembalinya pemerintahan sipil di Sudan dan pembebasan para tahanan politik, serta pencabutan situasi keadaan darurat di Sudan.
Tekanan kuat dari regional dan internasional itu memaksa Abdul Fattah al-Burhan membebaskan mantan PM Abdallah Hamdok dan berjanji akan membebaskan semua tahanan politik dalam kurun waktu 24 jam mendatang. Al-Burhan juga berjanji akan menyerahkan kekuasaan kepada sipil.