Pesan Macron Bocor, Hubungan Australia-Perancis Kembali Memburuk
Pesan Presiden Perancis Emmanuel Macron ke Perdana Menteri Australia Scott Morrison yang bocor ke publik menyebabkan hubungan kedua negara memburuk lagi. Padahal belum lama hubungan kedua negara jatuh ke titik nadir.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
CANBERRA, RABU — Perseteruan Australia-Perancis kembali menghangat. Kali ini penyebabnya adalah pesan singkat Presiden Perancis Emmanuel Macron kepada Perdana Menteri Australia Scott Morrison yang bocor ke publik.
Duta Besar Perancis untuk Australia Jean-Pierre Thebault menyebutkan, pembocoran itu menunjukkan betapa rendahnya perilaku Canbbera. ”Melakukan itu (pembocoran pesan di antara petinggi negara) menunjukkan sinyal mengerikan untuk semua negara: Hati-hati, di Australia, ada kebocoran,” ujarnya kepada sejumlah media di Canberra, Rabu (3/11/2021).
Bukan kali ini saja ada skandal pembocoran pesan dari pejabat negara lain kepada pejabat Australia. Pada 2018, pesan singkat Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi kepada Menlu Australia Marise Payne dimuat sejumlah media Australia. Kala itu, Retno memprotes rencana Australia memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel dari Tel Aviv ke Jerusalem.
Pada 14 September 2021, Macron mengirimkan pesan singkat kepada Morrisson. Pesan itu merupakan balasan Macron kepada Morrison yang mencoba meneleponnya. Macron mengaku, kala itu dia tidak bisa menerima telepon. Dalam pesannya, Marcon menyebutkan, ”Saya bisa mengharapkan kabar buruk atau kabar baik untuk kerja sama kapal selam kita?”
Kerja sama yang dimaksud merujuk pada kontrak 12 kapal selam diesel yang dipesan Canberra dari Paris. Kini, kontrak itu kandas setelah Australia memilih delapan kapal selam bertenaga nuklir dari Amerika Serikat (AS). Pembelian delapan kapal selam itu bagian dari perwujudan aliansi militer AS, Australia, Inggris atau AUKUS.
Isi pesan Macron dimuat oleh The Daily Telegraph, The Australian, dan The Australian Financial Review. Tidak ada isi pesan Morrison yang dimuat tiga media Australia itu. ”Ini bukan tindakan di antara sesama sekutu. Namun, mungkin ini hanya menegaskan bahwa kami selama ini bukan sekutu (bagi Australia),” kata Thebault.
Morrison menolak berkomentar soal dugaan kantornya yang sengaja membocorkan isi pesan Macron. Ia menyatakan, semua pihak harusnya fokus ke masa depan. Macron dan Morrisson tidak bertemu meski sama-sama menghadiri dua forum penting selama beberapa hari terakhir. Keduanya hadir di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Roma, Italia, dan Konferensi Perubahan Iklim atau COP 26 di Glasgow, Skotlandia.
Saat ditemui sejumlah jurnalis Australia di sela-sela KTT G-20, Macron secara terbuka menyebut Morrison membohonginya. ”Saya sangat menghormati negara Anda, punya banyak teman. Jika Anda menghormati, maka Anda harus jujur dan bertindak secara pantas serta konsisten dengan itu,” kata Macron.
Morrison menyangkal telah berbohong kepada Macron. Ia mengaku telah menjelaskan kepada Macron bahwa kapal selam Perancis tidak lagi sesuai kebutuhan Australia. ”Proses perbaikan (hubungan Australia-Perancis) sedang berlangsung,” kata Morrison.
Hubungan Canberra-Paris memburuk setelah AUKUS diumumkan per 15 September 2021. Tak lama kemudian, Thebault dan koleganya di AS, Philippe Étienne, ditarik ke Paris. Belakangan, Paris setuju mengembalikan Étienne dan Thebault ke tempat tugas masing-masing. Thebault menyebut, penugasannya ke Canberra untuk memastikan hak-hak Paris terpenuhi.
Ia secara terbuka menyebut Australia berbohong pada Perancis dan Macron. ”Apakah Presiden dibohongi? Ya, dia dibohongi. Saya punya contohnya. Mungkin ada perbedaan antara menyesatkan dan berbohong. Namun, di antara kepala negara dan pemerintahan, jika Anda menyesatkan teman dan sekutu, Anda berbohong,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, Payne dan Menteri Pertahanan Australia Peter Dutton tetap ke Paris dan menemui sejawat mereka di sana. Pertemuan pada Agustus 2021 itu seharusnya tidak perlu dilakukan kala Australia sedang membahas AUKUS. ”Anda bisa menyetujui komunike bersama padahal ada keraguan pada hal yang mendasar dalam kerja sama kita?” gugatnya.
Kontrak Canberra-Paris, menurut Thebault, bukan sekadar penjualan kapal selam. Kontrak itu juga termasuk alih teknologi dan pengetahuan yang amat sensitif dari Perancis ke Australia. Kontrak itu sudah jelas baik bagi Canberra atau Paris.
Sayangnya, ia melanjutkan, Canberra memilih hal baru yang belum jelas sampai sekarang. Ini merujuk pada pernyataan AUKUS yang menyebutkan adanya periode 18 bulan untuk membahas soal kapal selam. ”Pemerintah Australia mengabaikan kerja sama jelas dengan ukuran yang sudah pasti demi proyek yang belum jelas, tanpa peralihan yang mantap,” ujarnya.
Thebault sudah menemui Payne. Dalam pertemuan itu, ia mengulangi pesan Paris kepada Canberra. Dalam pernyataan pekan lalu, Perancis menyatakan bahwa kini bola ada di Australia. Paris mengharapkan tindakan nyata Canberra jika Australia benar-benar mau memulihkan hubungan dengan Perancis. (AFP/REUTERS/RAZ)