Pentagon: China Bakal Punya 1.000 Hulu Ledak Nuklir pada 2030
Pentagon mengakui pengembangan persenjataan nuklir China jauh lebih cepat daripada yang diantisipasi. Pengembangan persenjataan China juga bersifat akseleratif.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
WASHINGTON, RABU — Departemen Pertahanan Amerika Serikat menyebut China terus mengejar ketertinggalan dalam bidang persenjataan. Lebih cepat dari perkiraan AS sebelumnya, China diperkirakan akan memiliki 700 hulu ledak nuklir pada 2027 dan terus berkembang menjadi 1.000 unit pada 2030.
Pernyataan itu termuat dalam laporan tahunan Pentagon kepada Kongres tentang perkembangan militer China yang dirilis pada Rabu (3/11/2021) . Hingga warta ini ditulis belum ada tanggapan Beijing atas laporan itu. ”Republik Rakyat China berinvestasi dan menambah jumlah platform hulu ledak nuklir berbasis darat, laut, dan udara. China juga membangun infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung ekspansi besar kekuatan nuklirnya,” demikian antara lain pernyataan Pentagon.
Pentagon mengakui pengembangan persenjataan nuklir China jauh lebih cepat daripada yang diantisipasi. Pengembangan persenjataan China bersifat akseleratif. Jumlah 700 unit hulu ledak nuklir pada 2027 dan 1.000 unit tiga tahun setelahnya mencapai dua setengah kali lebih banyak dari yang diprediksi Pentagon setahun lalu.
Tahun lalu laporan Pentagon menyebutkan China baru memiliki sekitar 200 hulu ledak nuklir dan akan menggandakannya pada 2030. Dalam laporan terbarunya, Pentagon menyatakan China tidak bermaksud meluncurkan serangan nuklir tanpa alasan pada musuh bersenjata nuklir, terutama AS. Beijing semata ingin mencegah serangan dari pihak lain dengan mempertahankan pembalasan nuklir yang setara.
Tahun lalu laporan Pentagon menyebutkan China baru memiliki sekitar 200 hulu ledak nuklir dan akan menggandakannya pada 2030.
Peneliti independen dalam beberapa bulan terakhir menerbitkan foto-foto satelit sejumah tempat peluncuran rudal nuklir baru di bagian barat China. ”Percepatan itu sangat memprihatinkan bagi kami," kata seorang pejabat pertahanan AS. Ia menyerukan agar Beijing lebih transparan tentang pengembangan kekuatan nuklirnya. ”Ini menimbulkan pertanyaan tentang niat mereka.”
Pentagon telah menyatakan China sebagai perhatian keamanan utama di masa depan. Langkah ini dilakukan setelah Beijing bertekad untuk membangun Tentara Pembebasan Rakyat menjadi ”pasukan kelas dunia” pada 2049. China memperluas kekuatan udara, laut, dan ruang angkasa dengan tujuan memproyeksikan kekuatannya secara global, seperti yang dilakukan militer AS selama beberapa dekade.
Persaingan dua negara adidaya itu telah meningkatkan kekhawatiran tentang kemungkinan bentrokan di antara keduanya. Kerawanan terbesar soal gesekan AS-China adalah Taiwan yang diklaim China sebagai wilayahnya, tetapi pada saat bersamaan didukung AS. Dalam laporan terbaru Pentagon, disebutkan modernisasi persenjataan China yang cepat bertujuan untuk memperluas kemampuan militer pada 2027. Langkah ini sekaligus sebagai antisipasi dan dorongan atas upaya Beijing merebut kembali Taiwan lewat kekuatan militer.
”China bermaksud memiliki kemampuan dalam melawan militer AS di kawasan Indo-Pasifik dan memaksa pemimpin Taiwan ke meja perundingan dengan syarat yang diberlakukan Beijing,” sebut laporan itu.
Laporan tersebut sekaligus mengonfirmasi berita dalam beberapa bulan terakhir yang mengatakan pada Oktober 2020, para pejabat Pentagon dipaksa meredam kekhawatiran Beijing bahwa AS bermaksud memicu konflik dengan China di Laut China Selatan. Ketika itu AS tengah didera ketegangan politik domestik akibat pemilihan presiden.
Beijing tidak tinggal diam kala itu. Tentara Pembebasan Rakyat pun meningkatkan kewaspadaan secara intensif di media China, menggelar latihan militer skala besar, memperluas penyebaran militer, dan menempatkan pasukan pada kesiapan tinggi. Ketegangan AS-China kemudian mereda setelah pejabat senior Pentagon berbicara langsung dengan mitranya dari China. Beijing mengonfirmasi AS tidak berencana untuk memicu krisis. ”Peristiwa ini menyoroti potensi kesalahpahaman dan salah perhitungan dan menggarisbawahi pentingnya komunikasi yang efektif dan tepat waktu,” sebut Pentagon.
Pentagon juga mempertanyakan niat Tentara Pembebasan Rakyat dalam penelitian zat biologis yang berpotensi memiliki kegunaan medis sekaligus militer. Pentagon secara tidak langsung menunjukkan kekhawatiran atas kepatuhan Beijing terhadap perjanjian senjata biologi dan kimia global. ”Studi di institusi medis militer China membahas, mengidentifikasi, menguji, dan menelaah secara cermat beragam kelompok racun kuat dengan aplikasi ganda,” kata laporan itu.
Kekhawatiran soal penggunaan senjata biologi dan kimia telah bergema sejak awal 2020, khususnya sejak pandemi Covid-19 merebak. Ini terkait dugaan virus korona tipe baru itu menyebar di area laboratorium penelitian biologi yang terkoneksi dengan aktivitas Tentara Pembebasan Rakyat di Hunan, China. China telah membantah laboratorium itu ada hubungannya dengan wabah Covid-19. Namun, para penyelidik internasional memiliki akses terbatas ke kompleks itu. (AFP/AP)