COP 26 Bidik Penurunan 30 Persen Emisi Metana per 2030
Pengurangan gas metana menjadi salah satu langkah maju untuk menahan laju pemanasan global. Namun, belum semua negara sepakat untuk melakukannya.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
GLASGOW, KAMIS — Amerika Serikat dan Uni Eropa memprakarsai Sumpah Pengurangan Metana Global yang ditandatangani oleh lebih dari 100 negara. Tujuannya ialah mengurangi kadar gas metana (CH4) di atmosfer sebanyak 30 persen per tahun 2030. Inisiatif ini disambut baik meskipun belum maksimal. Apalagi, negara-negara penghasil batubara, yaitu Australia, Rusia, China, dan India, menolak ikut serta.
”Mengurangi metana ini langkah yang lebih mudah dilakukan dan cepat terukur sehingga ini harus kita segerakan,” kata Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen di Glasgow, Skotlandia, pada Konferensi Tingkat Tinggi Ke-26 tentang Perubahan Iklim (COP 26), Rabu (3/11/2021).
Berdasarkan penelitian Panel Perubahan Iklim Antarpemerintah (IPCC), metana merupakan penyumbang 30 persen pemanasan global semenjak Revolusi Industri dimulai. Gara-gara gas ini, suhu Bumi meningkat 0,5 derajat celsius. Metana juga 80 kali lebih banyak menyerap radiasi sinar matahari dibandingkan dengan emisi gas lainnya.
Perbedaan metana dengan karbon dioksida (CO2) ialah kadarnya relatif lebih cepat menurun. Apabila dilihat dari perhitungan ideal, misalnya 1 juta ton metana yang dihasilkan di tahun 2021 akan berkurang hingga setengahnya di tahun 2031.
Ini berbeda dengan penumpukan CO2 yang tidak berkurang kecuali ada penyerapan secara agresif. Permasalahannya, setiap hari, Bumi menghasilkan jutaan ton metana. Sumber-sumber gas ini adalah tambang minyak, gas, dan batubara; tempat pembuangan sampah; serta pertanian dan peternakan.
Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menerbitkan kajian yang menerangkan bahwa secara global, 75 persen metana harus diturunkan dari sektor migas dan sisanya dari pertanian. Hal ini karena sektor migas dinilai sudah memiliki teknologi dan infrastruktur memadai. Kajian itu juga mengatakan bahwa idealnya, 45 persen metana, bukan 30 persen, yang diturunkan per tahun 2030.
”Paling kurang ini sudah menjadi langkah ke arah yang benar. Tinggal memastikan semua pihak menjalankan dengan semestinya. Jika komitmen diterapkan, di tahun 2045 suhu Bumi bisa turun sepertiga derajat celsius,” kata Guru Besar Emeritus Fisika Atmosferik Imperial College, Inggris, Joanna Haigh.
Metode transparan
Sejauh ini, negara yang telah memiliki rencana aksi pengurangan metana ialah AS. Dilansir dari surat kabar The Guardian, AS menargetkan membabat 75 persen emisi gas ini. Pemerintah tengah menyusun aturan yang mewajibkan perusahaan energi memantau radius 4,8 kilometer dari jalur pipa mereka.
Negara telah menghitung, secara keseluruhan juga ada 480.000 kilometer jalur transmisi dan 3,7 juta kilometer jalur pipa di dalam perkotaan yang harus dipantau. Kota Boston di Negara Bagian Massachusetts, misalnya, setiap tahun menghasilkan 49.000 ton metana.
Sementara itu, di Selandia Baru, pemerintah membidik target rendah, yaitu mengurangi 10 persen metana. Hal ini karena mayoritas metana berasal dari sektor pertanian dan peternakan.
”Ini memang sukar sekali karena metode tercepat ialah mengurangi jumlah ternak. Tidak akan ada peternak yang mau melakukannya. Sejauh ini, kampanye yang dilakukan ialah mengurangi konsumsi daging sehingga produksi daging juga menurun,” tutur Direktur Pusat Penelitian Gas Rumah Kaca Agrikultural Harry Clark kepada Radio New Zealand.
Demikian pula di Australia yang emisi metana berasal dari tambang batubara dan peternakan serta pertanian. Perdana Menteri Scott Morrison mempertahankan keputusannya tidak turut menandatangani janji pengurangan metana itu karena akan mematikan perekonomian.
Padahal, di Australia ada prakarsa dari jaringan petani melalui Petani untuk Aksi Iklim (Farmers for Climate Action). Mereka mengampanyekan penghijauan lahan pertanian dan peternakan, menghindari sistem tanam monokultur, pelatihan metode produksi yang efisien dan ramah lingkungan, serta kajian mendalam mengenai pola konsumsi masyarakat. Gerakan ini justru meminta agar pemerintah federal maupun daerah mau berinvestasi di teknologi ramah lingkungan agar harganya terjangkau oleh petani. (AFP)