Palestina Minta Komunitas Internasional Hentikan Israel Perluas Permukiman
Presiden Palestina Mahmoud Abbas meminta komunitas internasional menghentikan langkah Israel melanjutkan pembangunan ribuan unit permukiman warga Yahudi di wilayah pendudukan di Tepi Barat.
Oleh
Mahdi Muhammad dam MH SAMSUL HADI
·3 menit baca
RAMALLAH, KAMIS — Presiden Palestina Mahmoud Abbas meminta komunitas internasional bertindak tegas menghentikan langkah Israel menggulirkan kembali proyek pembangunan permukiman Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat. Permintaan serupa disampaikan Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh kepada Uni Eropa dalam lawatan ke Brussels, Belgia.
Pemerintah Israel bergeming pada keputusannya membangun ribuan permukiman warga Yahudi di Tepi Barat meski ditentang masyarakat internasional, termasuk AS dan Uni Eropa. Keputusan untuk tetap melanjutkan rencana pembangunan, yang semula disebutkan hanya 1.300-an perumahan menjadi sekitar 3.000 unit permukiman, diambil setelah komite Kementerian Pertahanan menyetujuinya.
Seorang pejabat keamanan dan kelompok aktivis hak asasi manusia Israel, Peace Now, Kamis (28/10/2021), mengonfirmasi hal tersebut. Keputusan komite Kementerian Pertahanan Israel itu mengabaikan penolakan Pemerintah Amerika Serikat yang menentang berlanjutnya pembangunan permukiman warga Yahudi di Area C wilayah pendudukan di Tepi Barat.
Melalui pernyataan yang dikeluarkan di Ramallah, Rabu (27/10/2021), kantor kepresidenan Palestina menyatakan, langkah Israel menghancurkan solusi yang tersisa guna menyelesaikan konflik Palestina-Israel, yakni solusi dua negara.
”Langkah-langkah Israel ini menuntut adanya tindakan tegas dari seluruh komunitas internasional, termasuk Quartet Internasional dan Dewan Keamanan PBB, agar menghentikan keputusan dan praktik Israel mencuri tanah Palestina dan mendorong keadaan instabilitas dan ketegangan, yang akan berdampak negatif bagi semua orang,” demikian pernyataan itu, seperti dilansir kantor berita Palestina, Wafa.
Persulit posisi AS
Seperti dikutip laman harian The Jerussalem Post, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Selasa (26/10/2021), dilaporkan telah mengontak Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz dan menyatakan keprihatinannya. Dalam laporan itu, Blinken menyatakan kekecewaannya dan menyebut keputusan Israel sangat problematis.
Blinken juga menyatakan bahwa keputusan Israel melanjutkan kembali pembangunan ribuan permukiman warga Yahudi menyulitkan posisi AS serta melangkahi kesepakatan antarnegara yang telah dibuat. Ia tidak menyebut kesepakatan yang dimaksudnya dalam percakapan itu.
”Dan bila itu belum cukup, Anda menambah 1.300 rumah lagi,” kata Blinken.
Di Brussels, Belgia, dalam pertemuan dengan Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell, PM Palestina Mohammad Shtayyeh mendesak Uni Eropa untuk mengambil langkah konkret guna menghentikan pembangunan permukiman Yahudi. Shtayyeh juga menekankan pengakuan UE terhadap Negara Palestina untuk mempertahankan kemungkinan terwujudnya solusi dua negara di tengah ekspansi permukiman Yahudi dan pencurian tanah.
Rencana pembangunan permukiman warga Yahudi diumumkan, Minggu (24/10/2021) lalu. Kementerian Permukiman Israel memulai proses tender untuk membangun 1.355 unit permukiman baru di wilayah Tepi Barat, yang bisa berkembang jumlahnya menjadi sekitar 3.000 unit. Wilayah pendudukan yang akan menjadi lokasi pengembangan di antaranya adalah Ariel, Beit El hingga Beitar Ilit dan Hebron.
Gantz, yang pernah menjadi penantang mantan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada akhir masa jabatannya, mengatakan bahwa Pemerintahan Israel saat ini hanya meneruskan kebijakan pemerintahan sebelumnya. Untuk mendapatkan simpati rakyat Palestina, Gantz juga menyebut mereka akan meningkatkan jumlah izin kerja dan juga mengembangkan beberapa perumahan bagi warga Palestina di beberapa area.
Yossi Dagan, anggota Dewan Perwakilan Daerah Samaria, salah satu kawasan yang akan mendapatkan jatah pembangunan permukiman, mendukung rencana Gantz dan pemerintahan Perdana Menter Naftali Bennet. ”Tujuannya adalah agar ada satu juta warga Yahudi di Samaria. Dan, itulah yang ingin kami capai,” katanya, dikutip dari laman Times of Israel.
Dagan menambahkan, hak untuk memiliki rumah adalah hak dasar bagi manusia, terutama untuk tumbuh dan berkembang.
Tak beda dari Netanyahu
Mossi Raz, anggota parlemen dari Partai Buruh yang juga merupakan anggota koalisi pemerintahan Israel mengritik keputusan tersebut. ”Saya berharap Kementerian Pertahanan bertanggung jawab atas tindakannya. Hentikan kebijakan yang populis dan pembangunan permukiman yang akan menghancurkan pemerintah dan negara Israel,” kata Raz.
Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Bassam Al-Salhe menyebut sikap pemerintahan Israel di bawah Naftali Bennett tidak kalah ekstrem dibandingkan dengan pemerintahan Netanyahu. ”Pemerintahan AS juga hanya mengobral kata-kata dan tidak ada tindakan guna mengubah kebijakan yang sudah dilakukan oleh (Presiden Donald) Trump,” ujar Salhe kepada kantor berita Reuters.
Sebagian besar negara-negara di dunia menganggap permukiman Yahudi, yang dibangun Israel di wilayah yang direbut pada Perang Arab 1967, sebagai hal ilegal. Palestina tengah berjuang mendirikan negara di Tepi Barat dan Gaza, dengan ibu kota di Palestina Timur. Perundingan damai Palestina-Israel terhenti sejak tahun 2014. (REUTERS/AFP/AP)