Iran Terus Membandel, Perundingan Nuklir Jadi Taruhan
Pemerintah Amerika Serikat skeptis atas niat baik Iran untuk merundingkan program nuklirnya karena pengayaan uranium terus berjalan. Sikap moderat AS sewaktu-waktu bisa berubah.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Amerika Serikat skeptis atas tawaran Pemerintah Iran yang menyatakan akan memulai kembali perundingan program nuklir akhir November nanti. Ketidakpatuhan Iran terhadap Rencana Aksi Komprehensif (JCPOA) 2015 menumbuhkan skeptisisme itu.
Sikap AS itu muncul tidak lama setelah Wakil Menteri Luar Negeri Iran Ali Bagheri, yang juga ketua tim perunding program nuklir Iran, menyatakan akan memulai perundingan di pengujung November.
”Saya akan menyerahkan kepada tim perunding untuk menentukan kapan putaran berikutnya akan dilakukan. Dalam perundingan, kami berpijak kerangka kepatuhan untuk kepatuhan (compliance for compliance). Kami akan menyerahkan pada Uni Eropa dan tim perunding kami untuk menentukan kapan dan apa langkah selanjutnya,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki, Rabu (27/10/2021) waktu Washington atau Kamis WIB.
Sinyal kesiapan Iran muncul setelah Utusan Khusus AS untuk Iran Robert Malley mengatakan ada kekhawatiran mendalam dan terus berkembang pada Pemerintah AS tentang komitmen Presiden Ebrahim Raisi untuk melanjutkan perundingan seusai terpilih. Pada saat yang sama, laporan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menemukan pelanggaran yang semakin serius oleh Iran dengan program nuklirnya.
Psaki mengatakan, AS dan mitranya masih menginginkan solusi diplomatik. Namun, pejabat Gedung Putih sedang mempertimbangkan alternatif lain meskipun keputusan akan bergantung pada tindakan Iran.
”Kami akan mengirimkan pesan yang jelas kepada Iran bahwa jendela ini tidak terbatas,” kata Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan sehari sebelumnya.
Laporan IAEA
Amerika Serikat memilih bersikap hati-hati terhadap rencana Iran untuk kembali ke meja perundingan pascaterpilihnya Raisi sebagai presiden. Sudah enam putaran perundingan tidak menunjukkan hasil yang positif.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan, AS siap kembali ke meja perundingan dan tetap ingin segera mencapai kesepakatan. Sama seperti Psaki, Price menekankan soal kepatuhan. Pada saat yang sama, dia menekankan, AS tidak akan selamanya memberikan tawaran jalan keluar yang moderat.
”Seperti yang telah kami jelaskan, jendela ini tidak akan tetap terbuka selamanya karena Iran terus mengambil langkah nuklir yang provokatif. Jadi, kami berharap mereka datang ke Vienna untuk bernegosiasi dengan cepat dan dengan itikad baik,” kata Price.
Laporan terbaru IAEA, Senin (25/10/2021), menyebutkan, Iran terus memperluas proses pengayaan uranium melampaui batas yang disepakati di fasilitas nuklir utama di Natanz, yakni sebanyak 20 persen lagi. Langkah tersebut, disebut dalam laporan itu, akan membantu menyempurnakan kemampuan proses pengayaan Iran. Langkah ini pada umumnya dikecam negara-negara Barat.
Tindakan Iran itu mendorong IAEA untuk meningkatkan intensitas dan frekuensi kegiatan pengamanannya di Natanz. Dalam laporan itu juga disebutkan, sekitar 90 persen uranium yang dimiliki Iran sudah bisa disebut memiliki kualitas persenjataan (weapons-grade).
Direktur IAEA Rafael Grossi disebutkan akan terbang ke Iran untuk ikut menginspeksi proses pengayaan uranium di Natanz. Namun, sejauh ini baik Pemerintah Iran maupun IAEA belum menentukan waktu pelaksanaan inspeksi. (AP/AFP/REUTERS)