Digugat Memprioritaskan Pekerja Asing, Facebook Bayar Denda dan Kompensasi 14 Juta Dollar AS
Departemen Kehakiman Amerika Serikat menggugat Facebok karena dianggap mendiskrimansi pencari kerja domestik dan memprioritaskan pekerja asing. Facebook akhirnya sepakat membayar denda dan kompensasi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Manajemen Facebook sepakat membayar denda dan kompensasi hingga 14,25 juta dollar Amerika Serikat atau Rp 200,95 miliar untuk menyelesaikan gugatan kasus diskriminasi pekerja di perusahaan itu. Denda sebesar 4,75 juta dollar AS dan kompensasi untuk pencari kerja yang didiskriminasi senilai total 9,5 miliar dollar AS.
Facebook juga setuju melatih para karyawannya tentang aturan antidiskriminasi, memasang iklan lowongan kerja, serta menggelar perekrutan lebih luas dalam program sertifikasi tenaga kerja permanen. Kesepakatan-kesepakatan ini adalah bagian dari penyelesaian kasus gugatan diskriminasi yang dilayangkan ke Facebook oleh Departemen Kehakiman AS.
Lembaga hukum negara AS itu menuduh Facebook dalam rekrutmen pegawai telah mendiskriminasi para pencari kerja domestik. Raksasa teknologi itu dianggap memprioritaskan pekerja asing. Salah satu caranya dengan memfasilitasi pengajuan visa khusus bagi pekerja asing yang mengisi posisi-posisi tinggi di lingkungan perusahaan.
Divisi Hak-hak Sipil Departemen Kehakiman AS mengatakan, raksasa media sosial itu ”secara rutin menolak” untuk merekrut, mempertimbangkan, atau mempekerjakan pekerja AS. Pekerja AS yang dimaksud mencakup warga negara AS, orang-orang yang diberi suaka, pengungsi, dan penduduk tetap yang sah.
Gugatan itu diajukan terhadap Facebook pada Desember tahun lalu oleh Departemen Kehakiman di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump. Dugaan pelanggaran itu disebutkan telah terjadi setidaknya sejak 1 Januari 2018 hingga 18 September 2019.
Facebook diketahui mensponsori pemegang visa ”kartu hijau” yang mengizinkan warga asing bekerja secara permanen di AS. Penggunaan visa yang disebut sebagai visa H-1B itu diketahui telah menjadi praktik umum di Silicon Valley. Visa tersebut banyak digunakan oleh tenaga kerja di pemrogram perangkat lunak dan karyawan lain dari perusahaan-perusahaan teknologi besar AS.
Praktik seperti itu dikritik karena warga negara asing akan bekerja dengan upah lebih rendah daripada warga negara AS. Adapun sejumlah perusahaan teknologi berpendapat sebaliknya dan menyatakan bukan seperti itu masalahnya. Mereka mengaku beralih ke warga negara asing karena kesulitan menemukan warga negara AS yang ahli di bidang pemrogram dan sejumlah bidang lainnya.
”Pada prinsipnya, Facebook melakukan hal yang baik dengan mengajukan visa hijau untuk para pekerjanya. Namun, Facebook juga telah belajar bagaimana memainkan sistem untuk menghindari mempekerjakan pekerja teknologi AS. Facebook mulai 2013 melobi untuk mengubah sistem agar lebih sesuai keinginannya saat Senat tengah membahas rancangan undang-undang tentang imigrasi komprehensif,” kata Daniel Costa, Direktur Penelitian Hukum dan Kebijakan Imigrasi di Institut Kebijakan Ekonomi.
Pemerintah AS mengatakan, Facebook sengaja menciptakan sistem khusus dalam perekrutan pekerja. Perusahaan itu menolak kalangan pekerja warga negara AS yang memenuhi syarat. Facebook dalam praktiknya lebih memilih menerima pekerja dari kalangan pemegang visa sementara.
”Facebook tidak berada di atas hukum dan harus mematuhi UU hak sipil federal negara kita yang melarang perekrutan dan praktik perekrutan yang diskriminatif. Perusahaan tidak dapat memprioritaskan posisi tertentu untuk pemegang visa sementara karena kewarganegaraan atau status imigrasi mereka,” kata Asisten Jaksa Agung Kristen Clarke kepada wartawan dalam konferensi pers secara virtual.
Dalam penyelesaian terpisah dengan Departemen Tenaga Kerja, Facebook juga setuju untuk memperluas rekrutmennya bagi pekerja AS. Manajemen perusahaan itu juga wajib tunduk pada audit berkelanjutan untuk memastikan kepatuhan perusahaan.
Perusahaan yang berbasis di Menlo Park, California, itu yakin telah memenuhi standar pemerintah. Facebook juga sepakat menyelesaikan kasus dengan mengakhiri proses pengadilan dan melanjutkan program sertifikasi tenaga kerja permanen. Dua hal itu disebut Facebook sebagai bagian penting dari ”program imigrasi secara keseluruhan”.
”Resolusi ini akan memungkinkan kami untuk melanjutkan fokus dalam mempekerjakan para pekerja terbaik dari AS dan di seluruh dunia dan mendukung komunitas internal kami dari kalangan pemegang visa yang sangat terampil yang mencari tempat tinggal permanen,” kata Facebook.
Facebook menyatakan, perusahaan mempekerjakan 63.400 karyawan penuh waktu secara global hingga triwulan II-2021. Perusahaan itu juga mengaku tengah membuka setidaknya 3.000 lowongan. Denda senilai 14,25 juta dollar AS adalah jumlah kecil bagi Facebook. Pendapatan perusahaan itu mencapai 86 miliar dollar AS sepanjang tahun lalu. Nilai perusahaan itu sendiri diperkirakan mencapai 1 triliun dollar AS. (AP)