Melihat Indo-Pasifik yang luas dan dinamis dengan potensi ekonomi besar, Perancis menginginkan terbangunnya interaksi yang positif di kawasan. Bagi Perancis, Indo-Pasifik adalah halaman rumah.
Oleh
Mahdi Muhammad dan M. Samsul Hadi
·4 menit baca
Indonesia dan Perancis adalah mitra lama. Duta Besar Perancis untuk Indonesia dan Timor Leste Olivier Chambard dalam kata pengantar buku 70 tahun hubungan diplomatik Perancis-Indonesia tahun 2020 menggambarkan hubungan kedua negara sebagai Une Rencontre atau sebuah pertemuan. Pertemuan antara pelukis sohor Indonesia Raden Saleh dan karya-karya maestro Perancis, Eugene Delacroix, serta komponis Claude Debussy-Camille Saint Saens dengan gamelan Sunda adalah contoh nyata ”sebuah pertemuan” tersebut.
Dalam wawancara khusus dengan Dubes Chambard di kantornya di kawasan Sudirman, Jakarta, Selasa (12/10/2021), Chambard mengatakan, dalam visi Perancis di Indo-Pasifik, peran Indonesia sangat sentral. Selain sebagai motor penggerak ASEAN, kemampuan ekonomi dan pasar Indonesia yang kuat di kawasan membuat Indonesia tidak bisa ditinggalkan dalam kebijakan luar negeri Perancis.
Bagi Perancis, Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk besar dan ekonomi terus berkembang, hampir semua sektor sangat menarik untuk dijelajahi. Infrastruktur, ekonomi digital, energi terbarukan adalah beberapa sektor yang menarik perhatian para pebisnis Perancis.
Hingga saat ini, menurut Chambard, telah ada 200 perusahaan Perancis yang beroperasi di Indonesia dan bergerak di berbagai sektor, mulai dari manufaktur, minyak dan gas, hingga makanan dan gaya hidup. Dalam catatan Kedubes Perancis, hubungan dagang kedua negara sejak 2007 telah meningkat lebih dari dua kali lipat dalam satu dekade terakhir. Dari semula sekitar 1,8 miliar euro menjadi sekitar 4,4 miliar euro pada 2016.
Bidang aeronautika menjadi salah satu bidang paling aktif dalam perdagangan kedua negara. Sektor ini menyumbang hingga sekitar 80 persen ekspor Perancis ke Indonesia. Bidang jasa juga mengalami peningkatan sejak 2018 dan bahkan telah melebihi angka nilai ekspor barang.
”Hampir semua sektor menarik. Setelah masa sulit ini selesai, semua berharap ekonomi akan kembali menggeliat tahun depan,” katanya.
AUKUS
Indonesia dan Perancis memiliki banyak kesamaan. Kedua negara menjunjung nilai-nilai yang sama, yaitu demokrasi, hukum, dan toleransi.
Di ruang lingkup internasional, Perancis bersama Indonesia, menurut Chambard, juara dalam hal multilateralisme, sebuah warisan dari Gerakan Non-Blok. Dalam pandangan kedua negara, multilateralisme adalah fondasi kebijakan yang membuat semua negara lebih maju.
Perancis adalah pendorong utama konsep Indo-Pasifik di Uni Eropa. Ini seperti halnya Indonesia yang mendorong konsep sentralitas ASEAN di Indo-Pasifik. Perancis telah mengumumkan kebijakannya di Indo-Pasifik tahun 2018 ketika Presiden Emmanuel Macron berkunjung ke Sydney, Australia. Di negara itu, kedua negara mengumumkan visi dan misi yang sejalan di kawasan Indo-Pasifik.
Perancis adalah bagian dari Indo-Pasifik karena memiliki teritorial, di antaranya Kaledonia Baru dan Polinesia Perancis. Ada sekitar 2 juta warga Perancis di kawasan ini, belum termasuk sekitar 8.000 anggota militer yang tersebar di seluruh kawasan. ”Indo-Pasifik adalah halaman rumah kami sendiri,” kata Chambard.
Melihat Indo-Pasifik yang luas dan dinamis dengan potensi ekonomi besar, Perancis menginginkan terbangunnya interaksi yang positif di kawasan. Kepentingan ekonomi Perancis sejalan dengan kepentingan ekonomi Uni Eropa terhadap pangsa pasar 40 persen di kawasan ini.
Namun, kini situasinya berubah dengan adanya kerja sama Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AUKUS). Perancis memandang kerja sama baru itu sebagai formulasi blok baru yang mengubah geostrategi di kawasan. AUKUS cenderung pada kerja sama militer yang berpotensi meningkatkan ketegangan di kawasan, terutama dengan China. Dalam pandangan Perancis, China bisa dilihat dari berbagai sisi: pesaing dalam perdagangan, ancaman strategis, sekaligus mitra yang potensial dalam bidang ekonomi dan lainnya.
AUKUS, menurut Chambard, menciptakan peluang untuk terjadinya friksi. ”Kami memandang AUKUS tidak membantu meredakan situasi dan kami malah berpikir China senang melihat krisis yang terjadi saat ini,” katanya.
Pemerintah Perancis menghargai pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri RI terkait pendirian AUKUS. Sama seperti Indonesia, Perancis menginginkan interaksi positif berdasarkan penghormatan terhadap aturan hukum dan kebebasan melakukan pelayaran.
Tahun depan, Indonesia dan Perancis masing-masing memiliki peran penting dalam tatanan global. Indonesia akan memimpin G-20 dan Perancis akan memimpin Dewan Eropa. Chambard berharap Indonesia dan Perancis sama-sama memainkan perannya untuk memupuk implementasi konsepsi Indo-Pasifik berdasarkan multilateralisme. Ini sebuah kerja sama yang dibutuhkan untuk sama-sama keluar dari krisis di masa pandemi Covid-19.