Termakan Hoaks, Pemberian Dosis Kedua Vaksin Covid-19 di India Terhambat
India berusaha meningkatkan cakupan vaksinasi lengkap karena memasuki masa-masa hari raya. Banyak warga yang ragu divaksinasi karena termakan hoaks.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
NEW DELHI, SELASA — India memvaksinasi hampir 1 miliar penduduknya. Akan tetapi, ternyata kesenjangan vaksinasi masih tinggi. Hal ini karena mayoritas penduduk India baru menerima satu dosis vaksin. Banyak warga yang ragu sehingga proses penyuntikan dosis kedua terkendala. Padahal, India tidak mengalami kekurangan stok vaksin.
”Di setiap negara bagian dan distrik stok vaksin lebih dari cukup. Pemerintah daerah harus bergerak cepat menjemput bola supaya cakupan vaksinasi Covid-19 lengkap tercapai,” kata Menteri Kesehatan India Rajesh Bushan di New Delhi, Selasa (19/10/2021).
Sampai Oktober ini, India rata-rata menyuntikkan 5 juta dosis vaksin setiap hari. Pemerintah berusaha meningkatkan cakupan vaksinasi lengkap karena India memasuki masa-masa hari raya. Artinya, ada banyak libur, kegiatan keagamaan, belanja, festival, dan kumpul-kumpul keluarga. Negara ini menelan pil pahit pada tahun 2020. Akibat tidak menegakkan protokol kesehatan, mereka diserang gelombang kedua Covid-19 yang memunculkan galur Delta dan menewaskan jutaan orang.
Data Pemerintah India menunjukkan 31 persen penduduk telah menerima vaksin dosis lengkap. Akan tetapi, baru 51 persen warga yang menerima vaksinasi dosis pertama. Jumlah kasus positif Covid-19 dan kematian memang menurun secara signifikan jika dilihat berdasarkan statistik. Apabila dilihat secara faktual, setiap hari umumnya ada 13.000 kasus baru.
Menurut laporan The Indian Express, jika melihat data per negara bagian, angka vaksinasi masih tergolong rendah. Di Negara Bagian Bihar, Uttar Pradesh, Jarkhand, Maharashtra, Benggala Barat, dan Tamil Nadu, angka vaksinasi lengkap baru berkisar 15-25 persen. Adapun vaksinasi dosis pertama umumnya masih di bawah 50 persen. Selain itu, pemerintah juga belum menyiapkan proses vaksinasi untuk penduduk berumur di bawah 18 tahun. Padahal, kelompok ini merupakan 40 persen dari warga India.
”Penyebabnya adalah keraguan masyarakat mengenai vaksin dan kendala jarak,” kata epidemiolog Universitas John Hopkins, Brian Wahl, yang berbasis di New Delhi kepada media Bloomberg.
Ia menjelaskan, mayoritas masyarakat kelas bawah India mengikuti program vaksinasi tahap pertama sebagai syarat memperoleh bantuan sosial (bansos) dari pemerintah. Ketika dana bansos sudah didapat, mereka enggan mengikuti vaksinasi dosis kedua karena sebenarnya mereka tidak memercayai vaksin akibat termakan hoaks yang beredar di masyarakat.
Kendala kedua, menurut Wahl, ialah jauhnya letak geografis. Masyarakat di perdesaan harus menempuh perjalanan jauh, yang bahkan bisa berhari-hari, menuju fasilitas kesehatan terdekat. Sejak awal, kampanye vaksinasi di India secara umum tidak terlalu intensif. Di samping itu, tidak semua wilayah memiliki inisiatif jemput bola.
Stok vaksin cukup tetapi minim peminat ini membuat India ditegur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pasalnya, India memiliki perusahaan farmasi Serum Institute India (SII) yang merupakan pembuat vaksin terbesar di dunia. SII memegang izin untuk memproduksi vaksin Covid-19 merek AstraZeneca.
WHO mengharapkan SII bisa menjadi salah satu penyuplai terbanyak vaksin untuk skema Covax, yaitu berbagi vaksin Covid-19 kepada negara-negara miskin dan berkembang. WHO mencatat, SII telah menghasilkan 220 juta dosis AstraZeneca dan tidak satu pun disumbangkan kepada Covax. Sejauh ini, India baru menyumbangkan 4 juta dosis kepada Bangladesh secara langsung.
Direktur Utama SII Adal Poonawalla kepada harian Telegraph mengungkapkan bahwa produksi vaksin memang masih fokus memenuhi kebutuhan di dalam negeri. ”Pada Januari 2022 kami sudah bisa mengirim stok untuk Covax,” tuturnya. (Reuters)