Uang Kripto, Primadona Baru yang Punya Sisi Gelap terhadap Bumi
Penambangan uang kripto menghasilkan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim. Penambangan juga menghasilkan sampah elektronik karena komputer harus terus diganti.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
AP PHOTO/SALVADOR MELENDEZ
Gerai pangkas rambut memasang informasi ”Kami menerima Bitcoin” di etalase gerai di Santa Tecla, El Salvador, Sabtu (4/9/2021). Meski masih menimbulkan polemik dan protes warga, sejumlah pelaku usaha tertarik untuk mengunduh aplikasi dan menggunakan bitcoin sebagai pembayaran.
Pada Minggu (17/10/2021), setiap bitcoin setara dengan 61.000 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 858,4 juta. Uang kripto beberapa tahun terakhir menjelma menjadi primadona baru dalam investasi keuangan. Namun, di balik pertumbuhannya yang cepat, uang kripto menyimpan persoalan besar bagi lingkungan hidup.
Persoalan itu setidaknya berasal dari kegiatan penambangan bitcoin, yakni konsumsi listrik yang besar dan sampah elektronik yang banyak. Dalam hal konsumsi listrik, sejumlah riset menunjukkan, butuh listrik 91 terawatt-hours (TwH) per tahun untuk penambangan bitcoin saja. Butuh energi lebih banyak lagi untuk uang kripto lain, seperti ethereum, solana, XRP, litecoin, hingga dogecoin.
Berdasarkan BP Energy Review, salah satu acuan data produksi dan konsumsi energi global, total kebutuhan listrik di Indonesia selama 2020 mencapai 275 TwH. Hong Kong dan Singapura mengonsumsi masing-masing 35,1 TwH dan 53,1 TwH. Sementara dari total energi untuk seluruh operasional Google di berbagai penjuru Bumi, 20 persen untuk kebutuhan menghasilkan bitcoin saja.
Adapun dalam hal sampah elektronik, penambangan bitcoin memicu peningkatan sampah elektronik yang butuh hingga ribuan tahun untuk terurai. Sampah-sampah itu mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3).
Cara kerja sistem uang kripto menjadi penyebab kedua hal itu. Setiap transaksi uang kripto harus diperiksa oleh jaringan komputer yang bisa tersebar di seluruh dunia. Pemeriksaan itu untuk memastikan kebenaran uang kripto yang dipakai dalam transaksi.
AFP/STANLEY ESTRADA
Seorang pria membeli di toko yang menerima bitcoin di San Salvador, El Savador, Rabu (9/6/2021) waktu setempat.
Ada ribuan komputer bersaing menjadi yang tercepat dalam memeriksa uang kripto dalam setiap transaksi. Komputer yang lebih dulu memvalidasi bisa menyimpan uang kripto yang diperiksa. Menjadi yang terdahulu juga berarti menempatkan komputer pemeriksa sebagai pihak tepercaya.
Ketika kode untuk uang kripto pertama kali mulai dipakai belasan tahun lalu, hanya butuh komputer sederhana di rumah untuk memeriksanya. Sebab, dulu tidak banyak pihak terlibat. Kini, ada banyak pihak terlibat sehingga setiap pihak membutuhkan lebih banyak komputer yang bekerja lebih cepat. Konsekuensinya, butuh energi lebih banyak.
Masalahnya tidak berhenti di situ. Kemajuan teknologi membuat kecepatan kerja komputer bertambah. Para penambang tidak mau kalah cepat dari penambang lain. Oleh karena itu, para penambang rutin mengganti komputer-komputer mereka.
Ekonom Perancis Alex de Vries menaksir, daya komputer penambangan uang kripto bertambah dua kali lipat setiap 1,5 tahun. Mulai 2021, jumlah komputer bekas penambangan uang kripto lebih besar daripada jumlah sampah elektronik yang dihasilkan negara menengah. ”Para penambang bitcoin mengabaikan masalah ini karena mereka tidak punya solusi,” ujar ekonom yang fokus meneliti isu keberlanjutan lingkungan dalam penambangan uang kripto itu.
Seperti banyak komputer bekas lain, mesin penambang uang kripto yang sudah ”dipensiunkan” dibuang begitu saja. Selama dioperasikan, komputer digenjot sampai pada kapasitas maksimalnya.
KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Jaksa Tampa dan Hillsborough County, Florida, Amerika Serikat, Andrew Warren, Jumat (31/7/2020) atau Sabtu dini hari waktu Indonesia, memberikan pernyataan mengenai penangkapan seorang remaja berusia 17 tahun yang diduga menjadi mastermind penipuan bitcoin melalui pembajakan akun Twitter pesohor.
Komisioner Lingkungan New York, Basil Seggos, sebagaimana dikutip Associated Press, juga menyoroti dampak penambangan uang kripto pada lingkungan. ”Negara Bagian New York terdepan dalam perubahan iklim. Ada beberapa keprihatinan tentang perang penambangan uang kripto dalam menghasilkan lebih banyak emisi gas rumah kaca,” kata Seggos.
Ia secara spesifik menyebut salah satu penambang uang kripto, Greenidge, sebagai pihak yang tidak mematuhi aturan New York soal iklim. Greenidge mengelola pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berdaya total 106 megawatt.
Hingga 44 MW dari pembangkit itu dipakai untuk mengoperasikan 15.000 komputer guna penambangan uang kripto. Daya sebesar itu bisa untuk kebutuhan listrik bagi 35.000 rumah. Sisa daya dari PLTU yang dikelola Greenidge dijual ke perusahaan listrik New York.
Perusahaan itu mengubah bekas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara menjadi PLTU gas alam. Meski disebut lebih bersih, tetap saja PLTU gas alam menghasilkan karbon dioksida yang berkontribusi pada pemanasan global. Emisi karbon dilepaskan saat proses penambangan dan pembakaran gas alam.
Kompas
Protes penggunaan bitcoin di El Salvador pada 7 September 2021.
Sejumlah kelompok pencinta lingkungan mendesak Gubernur New York Kathy Hochul untuk tidak mengabulkan permohonan izin Greenidge guna membuka tempat penambangan baru. Hotchul didesak menjadi contoh nasional dalam moratorium pembukaan tambang uang kripto baru di AS.
Para pencinta lingkungan menyebut, ada 30 tempat yang bisa diubah menjadi tempat penambangan uang kripto di New York. ”Persoalan ini akan menjadi ujian penting apakah aturan soal iklim New York benar-benar berfungsi,” kata mantan Kepala Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) wilayah timur laut AS, Judith Enck.
Di Venango, Pennsylvania, perusahaan penambang uang kripto malah menggunakan listrik dari PLTU batubara. Stronghold Digital Mining, nama perusahaan itu, mengoperasikan total 3 unit PLTU batubara sebagai sumber listrik bagi penambangan uang kripto di Pennsylvania. Langkah sejenis dilakukan Marathon Digital Holdings di Montana.
”Ada banyak sumber energi yang tidak digunakan di AS,” kata unsur pimpinan MDH, Fred Thiel. (AP/AFP/REUTERS/RAZ)