Perang Saudara Meluas, Myanmar Menuju Situasi Terburuk
Krisis Myanmar tampaknya akan berkepanjangan dan memburuk. Sejauh ini tak ada langkah internal dan eksternal yang bisa efektif menghentikan kekerasan di negara itu. Tidak juga ASEAN.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
Perang saudara yang berkepanjangan dan meluas! Inilah kemungkinan terburuk bagi Myanmar yang saat ini sudah mengalami situasi buruk, yakni krisis politik-keamanan yang menimbulkan krisis multidimensi yang menyengsarakan rakyatnya.
Intensitas pertempuran antara militer Myanmar dan Pasukan Pertahanan Rakyat (People’s Defense Force/PDF) yang dibentuk Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG) berisiko meningkat. Ini terutama terjadi di wilayah utara setelah dalam beberapa pekan terakhir junta mengerahkan ribuan anggota pasukannya ke wilayah tersebut.
Menurut sumber militer ataupun kelompok perlawanan, dikutip dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh The Irrawaddy, Jumat pekan lalu, junta telah mengirim setidaknya empat batalyon pasukan atau sekitar 3.000 tentara ke Myanmar barat laut. Pasukan ini ditugaskan untuk melakukan operasi pembersihan terhadap orang-orang antijunta.
Tidak ada konfirmasi dari juru bicara junta. Namun, penduduk setempat dan anggota kelompok perlawanan mengatakan, mereka telah melihat ratusan truk militer melintasi wilayah itu dalam beberapa pekan terakhir.
Seorang wakil komantan Pasukan Pertahanan Chinland (CDF) di Kotapraja Kapetlet, Negara Bagian Chin, mengatakan, anggotanya mengetahui adanya konvoi tiga kendaraan lapis baja dan setidaknya 86 truk militer yang dipenuhi pasukan meninggalkan Pakokku di wilayah Magway, Selasa (12/10/2021) pagi. Mereka diketahui bergerak menuju Kanpetlet.
Seorang wakil komandan Pasukan Pertahanan Chinland (CDF) di Kotapraja Kanpetlet Negara Bagian Chin mengatakan, brigadenya telah mengetahui bahwa konvoi tiga kendaraan lapis baja dan setidaknya 86 truk militer yang sarat dengan tentara telah meninggalkan Pakokku di wilayah Magway, Selasa pagi, dan menuju Kanpetlet.
Beberapa sumber di kalangan kelompok perlawanan, dikutip dari laman Myanmar Now, mengabarkan bahwa Letnan Jenderal Than Hlaing, Wakil Menteri Dalam Negeri pemerintahan junta, dan Kepala Kepolisian Myanmar mengambil alih komando militer regional wilayah barat laut yang mencakup Negara Bagian Chin, Sagaing, dan Magway. Penempatan Letjen Hlaing di wilayah tersebut karena komandan sebelumnya, Brigjen Phyo Thant, ditahan oleh junta karena diduga berencana membelot ke kelompok perlawanan.
Di Kotapraja Pale yang terletak di wilayah Sagaing, seorang pemimpin PDF yang mengidentifikasi dirinya dengan sebutan Naga, dikutip dari laman Myanmar Now, mengatakan, intensitas pertempuran mulai meningkat dan akan terus memburuk sampai salah satu pihak menang atau kalah.
”Militer telah melancarkan serangan setiap tiga atau empat hari di daerah kami, mengerahkan lebih banyak pasukan. Ketegangan antara kelompok perlawanan dan militer telah tinggi,” katanya.
Seorang mantan anggota militer Myanmar berpangkat kapten, Zin Yaw, mengatakan, tujuan utama junta tidak lain adalah menghancurkan kelompok antijunta, yaitu NUG dan kelompok-kelompok etnis yang bersimpati dengan perjuangan kelompok prodemokrasi.
”Jika kelompok perlawanan menghentikan serangan mereka, militer tetap akan melanjutkan upaya penghancuran,” katanya.
Kelompok perlawanan yang berbasis di Magway mengatakan, saat ini anggotanya dalam kondisi siap tempur. Tapi, menghadapi militer dengan kemampuan persenjataan lebih lengkap, pasukan kelompok perlawanan membutuhkan lebih banyak dukungan dari NUG.
Perserikatan Bangsa-Bangsa terus memonitor situasi yang berkembang di Myanmar. Pergerakan pasukan dan persenjataan atau artileri berat ke wilayah utara Myanmar mengkhawatirkan timbulnya korban dari warga sipil jika intensitas konflik terus meningkat.
Juru Bicara Kantor Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Ravina Shamdasani, mengatakan, pengerahan dua komandan senior dan memiliki tanda kepangkatan tinggi memperlihatan telah terjadi pengerahan besar senjata berat dan pasukan oleh Tatmadaw selama beberapa minggu terakhir. Pengerahan dilakukan ke kotapraja Kanpetlet dan Hakha di Negara Bagian Chin; Kotapraja Kani dan Monywa di wilayah Sagaing tengah; dan Kotapraja Gangaw di wilayah Magway. Hal ini mengkhawatirkan.
”Kami sangat prihatin dengan perkembangan ini, terutama mengingat serangan intensif oleh militer yang telah kami dokumentasikan selama sebulan terakhir di daerah-daerah ini,” kata Shamdasani.
Catatan kantor Komisi Tinggi HAM PBB, serangan yang dilakukan oleh junta termasuk pembunuhan, penyerangan desa, dan pembakaran rumah warga ketika mereka mencari anggota kelompok perlawanan. Tindakan itu juga sebagai balasan terhadap warga desa yang dianggap bersimpati terhadap Gerakan Pembangkangan Nasional (CDM) yang kini beralih rupa menjadi NUG dan PDF.
”Ada laporan penangkapan massal, penyiksaan, dan eksekusi kilat. Operasi pembersihan militer melibatkan penggunaan rentetan artileri dan serangan udara terhadap desa-desa,” kata Shamdasani.
Dia meminta negara-negara yang memiliki pengaruh untuk mendesak junta militer untuk menenangkan situasi, melindungi kehidupan dan properti sipil, serta memastikan akses ke bantuan kemanusiaan bagi mereka yang membutuhkan. (AFP/Reuters)