Pelaku Teror di Norwegia Dipindahkan ke Rumah Sakit Jiwa
Pelaku penyerangan dengan busur dan panah akan diperiksa dan diamati selama beberapa bulan di rumah sakit jiwa. Ia punya riwayat sering masuk keluar rumah sakit jiwa.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
OSLO, JUMAT — Espen Andersen Brathen (37), warga Denmark yang melakukan teror pembunuhan di kota Kongsberg, Norwegia, dipindahkan dari penjara ke rumah sakit jiwa, Jumat (15/10/2021). Ia akan diperiksa dan diamati selama beberapa bulan untuk menentukan apakah memiliki gangguan mental sehingga melakukan aksi yang menewaskan lima orang tersebut.
Pada Jumat pagi, Brathen tidak menghadiri sidang pembacaan dakwaan meskipun ia telah membuat pengakuan setelah ditangkap polisi. Ia mengakui penyerangan yang mengakibatkan korban tewas.
Kejadian itu berlangsung pada Rabu (13/10/2021) pukul 18.13 waktu setempat di Kongsberg, kota berpenduduk 25.000 jiwa yang terletak 60 kilometer dari Oslo. Walaupun tercatat sebagai warga Denmark, Brathen sudah lama tinggal dan bekerja di kota itu. Bersenjatakan busur dan panah, ia memasuki sebuah pasar swalayan dan mulai menembaki orang-orang yang sedang berbelanja. Setelah itu, ia pergi dan menembaki orang-orang di jalanan.
Polisi berhasil meringkusnya pada pukul 18.47. Akibat perbuatan Brathen, empat perempuan dan satu laki-laki tewas. Mereka berusia 50-70 tahun. Selain itu, juga ada tiga korban luka-luka. Para penduduk kota masih tidak percaya dengan kejadian itu. Buket-buket bunga diletakkan dan lilin dinyalakan di lokasi kejadian untuk mengheningkan cipta.
Kepolisian Norwegia menyatakan, perbuatan Brathen merupakan aksi terorisme. Meskipun demikian, motif di belakang aksi belum diketahui. Polisi baru menyusun kepingan informasi mengenai Brathen. Ia memiliki catatan kriminal sebagai pemakai narkoba, pencuri, dan pelaku kekerasan. Ada dugaan bahwa ia menjalani proses radikalisasi, tetapi semua hal itu harus dibuktikan kebenarannya dan keterkaitannya dengan aksi pembunuhan.
”Brathen juga punya riwayat sering masuk keluar rumah sakit jiwa. Oleh karena itu, ia harus diperiksa untuk menentukan kondisi kejiwaannya dan mencari tahu apakah ketika melakukan teror memang dalam keadaan sadar atas perbuatannya. Setelah bukti-bukti medis dan forensik lengkap, baru bisa ditentukan proses hukum selanjutnya,” kata Hans Sverre Sjovold, Kepala PST, lembaga intelijen Norwegia.
Pengacara Brathen, Fredrik Neumann, mengungkapkan, ada kemungkinan Brathen tidak bisa digugat apabila terbukti memiliki gangguan jiwa dan tidak berpikir waras saat merencanakan dan mengeksekusi perbuatannya. Artinya, alih-alih dipenjara, ia bisa saja dimasukkan ke fasilitas kejiwaan seumur hidupnya. Pemeriksaan kejiwaan biasanya memakan waktu beberapa bulan sampai para pakar kejiwaan dan hukum yakin bahwa peradilan bisa dilakukan.
Perbuatan Brathen membuat Kepolisian Norwegia memerintahkan semua anggotanya membawa senjata api. Biasanya, polisi di negara-negara Skandinavia tidak dilengkapi senjata api, kecuali mereka yang bertugas di unit-unit tertentu.
Aksi terorisme jarang terjadi di Norwegia. Negara ini memiliki segelintir kasus kekerasan teror yang dilakukan, baik oleh kelompok radikal sayap kanan, sayap kiri, maupun kelompok radikal lainnya. Sepuluh tahun lalu, simpatisan sayap kanan Anders Behring Breiving meledakkan bom dan menembaki remaja di sebuah kemah musim panas. Sebanyak 77 orang tewas. Pada 2019, Philip Manshaus yang menyatakan diri sebagai pengikut Neo-Nazi membunuh adik angkatnya yang diadopsi dari China. Ia kemudian berusaha menembaki jamaah di sebuah masjid dan akhirnya diringkus warga. (AFP/AP/Reuters)