Lampu Hijau ”Booster” untuk Setengah Dosis Vaksin Moderna
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS merekomendasikan penggunaan setengah dosisi vaksin Moderna untuk ”booster”. Keputusan penggunaannya di lapangan menunggu rekomendasi Pusat Pengendalian dan Pencegahan, pekan depan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Komite Ahli Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau FDA merekomendasikan dosis booster vaksin Covid-19 produksi Moderna untuk kelompok usia risiko tinggi. Keputusan komite ahli yang berisi peneliti, epidemiolog, dan ahli penyakit menular ini tidak mengikat, tetapi biasanya diikuti FDA. Untuk vaksin yang diproduksi Johnson&Johnson, FDA akan segera mengumumkan keputusannya.
Setelah seharian berdebat, Kamis (14/10), para ahli memutuskan mengizinkan pemberian vaksin booster untuk tiga kategori, yaitu individu berusia di atas 65 tahun, individu berusia 18-64 tahun yang berisiko tinggi terinfeksi virus SARS-CoV-2 yang lebih berbahaya, dan invididu yang karena jenis pekerjaannya membuatnya lebih rentan terpapar Covid-19. Kategori terakhir termasuk para pekerja di pasar atau karyawan supermarket, petugas kesehatan, tahanan, serta penghuni dan pekerja di tempat penampungan tunawisma.
Berbeda dengan dosis penuh vaksin, dua kali suntik dengan total 200 mikrogram, vaksin booster ini hanya sekali suntik dengan dosis separuhnya, yaitu 50 mikrogram. Jumlah itu dinilai cukup untuk vaksin booster.
Rekomendasi ini menjadi langkah kunci bagi otoritas kesehatan di AS untuk memperluas kampanye vaksinasi bagi jutaan warga lainnya. Banyak warga telah mendapatkan dosis booster dari Pfizer, yang direkomendasikan bulan lalu, selang enam bulan setelah mereka mendapatkan vaksinasi lengkap dengan vaksin yang sama.
Namun tim panel menekankan bahwa tidak ada bukti bahwa saat ini sudah waktunya untuk membuka dosis booster vaksin Moderna atau Pfizer untuk semua orang, meski pemerintahan Presiden AS Joe Biden berencana untuk mendorong seluruh warganya untuk mendapatkan dosis booster. ”Saya tidak benar-benar melihat perlunya kampanye vaksin booster untuk semua orang,” kata Dr Michael Kurilla dari Institut Kesehatan Nasional.
FDA menunggu rekomendasi komite ahli sebelum membuat keputusan akhir untuk vaksin booster Moderna Inc dan Johnson&Johnson. Sebelum rekomendasi bisa dilaksakan, pemerintah AS masih menunggu keputusan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) yang juga akan mengambil keputusan soal ini, termasuk detil individu yang masuk dalam target penggunaan vaksin booster ini.
Belum ada kesamaan pandangan di antara para ilmuwan di AS tentang siapa yang membutuhkan vaksin booster. Apakah untuk orang yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi bila terinfeksi atau juga mereka yang memiliki kemungkinan terinfeksi walau hanya menunjukkan gejala ringan.
Perdebatan di Komisi ahli FDA antara lain menyangkut dosis, yakni apakah setengah dosis vaksin Moderna efektif memberikan perlindungan ekstra atau tidak? Penelitian Moderna saat infeksi virus SARS-CoV2 varian Delta membuat lonjakan kasus di AS memperlihatkan bahwa individu yang baru divaksin memiliki peluang terinfeksi lebih rendah sekitar 36 persen dibandingkan dengan individu yang telah lama divaksin.
Studi lain terhadap 344 orang menemukan bahwa 6 bulan setelah vaksin booster dimasukkan ke dalam tubuh memulihkan antibodi pelawan virus ke tingkat yang dianggap memberi perlindungan lebih. Hal itu dinilai sebagai lompatan besar bagi pembentukan dan penguatan antibodi yang bisa menargetkan varian Delta.
Studi lain terhadap 344 orang menemukan bahwa 6 bulan setelah vaksin booster dimasukkan ke dalam tubuh memulihkan antibodi pelawan virus ke tingkat yang dianggap memberi perlindungan lebih.
Namun, studi itu masih sangat kecil. ”Data itu sendiri tidak kuat, namun pasti menuju ke arah yang mendukung pemungutan suara ini,” kata Dr Patrick Moore dari University of Pittsburgh.
Beberapa orang ahli khawatir bahwa setengah dosis vaksin booster membuat orang akan kehilangan beberapa manfaat potensial apabila dosis ketiga diberikan secara penuh. ”Itu mungkin benar-benar memiliki dampak luar biasa pada daya tahannya,” kata Kurilla.
Alasan Moderna hanya mengajukan penggunaan setengah dosis untuk vaksin booster adalah untuk menghindari reaksi ikutan pascavaksin yang membuat tidak nyaman penggunanya, seperti demam atau nyeri. Di sisi lain, itu untuk menjaga pasokan vaksin internasional tetap tersedia.
Salah satu efek samping yang sangat jarang dari vaksin Moderna dan Pfizer adalah peradangan jantung, terutama di kalangan pria muda, segera setelah dosis kedua. Satu pertanyaan tersisa adalah apakah dosis lain dapat memicu lebih banyak kasus. Penelitian atau studi vaksin booster Moderna dinilai tidak cukup lengkap untuk melihat risiko langka seperti itu.
Dibanding AS, Israel telah menggunakan vaksin booster lebih cepat. Menurut Dr Sharon Alroy-Preis, perwakilan Kementerian Kesehatan Israel, dari 3,7 juta vaksin booster yang telah mereka berikan pada warga, tidak ada tanda bahwa suntikan tambahan lebih berisiko. Mengingat vaksin Moderna serupa, penasihat FDA menemukan data itu meyakinkan.
Selain membahas soal vaksin booster Johnson&Johnson, komite ahli juga akan membahas hasil penelitian yang baru saja keluar soal penggunaan vaksin berbeda jenis untuk vaksin booster. Saat ini belum ada satu negara yang mengizinkan penggunaan vaksin yang berbeda, termasuk untuk vaksin booster.
Laporan itu juga memperlihatkan bahwa individu yang telah divaksin dengan produk vaksin J&J bisa menggunakan produk Pfizer maupun Moderna sebagai booster.
Hampir 15 juta orang Amerika telah menerima dosis vaksin J&J, dan hampir 70 juta telah divaksinasi penuh dengan Moderna.
Satu hal yang belum terjawab dari diskusi Komisi Ahli FDA adalah tentang perlakuan khusus bagi individu yang memiliki sistem kekebalan tubuh sangat rendah. FDA tidak menutup mata adanya individu yang menjalani vaksinasi penuh hingga tiga kali, untuk membantu menjaga sistem kekebalan tubuhnya.
Apabila hal ini terjadi, apakah mereka juga akan menerima vaksin booster, yang akan menjadi vaksinasi keempat? (AP/AFP)