Kabar Kesehatan Erdogan Gulirkan Isu Suksesi di Turki
Dua media asing pada awal Oktober mengabarkan bahwa Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (67) jatuh sakit. Sekalipun ditepis Erdogan dan partai penguasa, kabar itu tetap memicu wacana suksesi kepemimpinan nasional.
Oleh
Musthafa Abd. Rahman
·3 menit baca
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (67) sudah lama mengidap penyakit diabetes. Pada 3 Oktober lalu, media Israel beraliran kanan, Israel Hayom, memberitakan tentang kesehatan Erdogan yang sempat memburuk akibat gula darahnya mendadak naik tajam sehingga mendapat perawatan darurat oleh tim dokternya di Istana Kepresidenan di Ankara.
Media Amerika Serikat, Foreign Policy, edisi awal Oktober lalu, juga melansir tentang terganggunya kesehatan Erdogan akibat penyakit lamanya, diabetes. Setelah mendapat perawatan darurat, Erdogan tidak langsung pulih. Saat berjalan, ia masih agak tertatih-tatih sehingga kadang dipapah oleh pembantunya.
Penyakit diabetes yang diderita Erdogan mulai ketahuan ketika ia tersungkur di dalam mobilnya dalam perjalanan di Ankara pada 2006. Pria yang pernah menjadi perdana menteri Turki periode 2003-2014 itu pun lantas dilarikan ke rumah terdekat.
Atas dasar isu kesehatan itu, Israel Hayom dan Foreign Policy meragukan kemampuan Erdogan melanjutkan kekuasaannya setelah pemilihan umum presiden dan parlemen Turki pada Juni 2023. Namun, Erdogan maupun Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa di Turki berusaha menepis kabar itu.
Sejumlah media Turki yang pro-AKP pun menayangkan berita gambar yang memperlihatkan Erdogan sedang bermain basket demi menunjukkan kesehatan Erdogan masih baik-baik saja.
Pengamat politik Turki, Said al-Haj, menyebut, media AS dan Israel sengaja mengembuskan berita kesehatan Erdogan untuk tujuan politis. Ini mengingat buruknya hubungan Erdogan dengan AS dan Israel akhir-akhir ini.
Hubungan buruk Turki-AS terjadi akibat Erdogan bersikeras membeli sistem antiserangan udara tercanggih buatan Rusia, S-400. AS menolak kerja sama itu karena Turki anggota NATO.
Adapun hubungan buruk Turki-Israel disebabkan Erdogan yang sangat mendukung Hamas serta terus mengutuk agresi berlebihan Israel atas Jalur Gaza dan Tepi Barat. Erdogan sampai saat ini juga menolak bertemu dan menerima pejabat Israel dari semua tingkatan.
Akan tetapi, bergulirnya isu kesehatan Erdogan yang diembuskan media AS dan Israel itu cukup mendapat respons serius dari pentas politik di Turki, baik dari kalangan internal AKP maupun kubu oposisi.
Media Israel dan AS menyebut ada tiga calon kuat pengganti Erdogan jika sewaktu-waktu terjadi hal terburuk pada kesehatan presiden Turki itu. Ketiga calon itu dikenal sangat dekat dan menjadi orang kepercayaan Erdogan.
Mereka adalah Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar (69), Kepala Intelijen Turki Hakan Fidan (53), dan Menteri Dalam Negeri Turki Soleyman Soylu (51). Calon yang dianggap punya peluang terbesar adalah Hulusi Akar mengingat ia saat ini memimpin angkatan bersenjata Turki.
Sementara dari kubu oposisi, mereka berkonsolidasi untuk mengajukan satu calon yang bisa diterima semua faksi di kubu oposisi pada pemilihan umum 2023. Beberapa nama yang muncul adalah Ketua Partai Demokrasi dan Kemajuan (DEVA) Ali Babacan yang juga mantan tokoh AKP, Wali Kota Istanbul Ekrem Imamoglu dari Partai Rakyat Republik (CHP), dan Ahmet Davutoglu dari Partai Masa Depan (GP).