AS Ingin ”Abraham Accord” Diperluas pada Solusi Dua Negara, Palestina-Israel
AS menginginkan normalisasi hubungan Israel dan negara-negara Arab, yang dikenal sebagai Kesepakatan Abraham (Abraham Accord), diperluas untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel dengan solusi dua negara.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·5 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Israel, dan Uni Emirat Arab bertemu di Washington DC, AS, Rabu (13/10/2021) waktu setempat, untuk menilai normalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab yang telah berjalan satu tahun ini. Mereka menilai pemulihan hubungan yang disebut Kesepakatan Abraham itu bisa menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken menjadi tuan rumah pertemuan dengan Menlu Israel Yair Lapid dan Menlu UEA Abdullah bin Zayed al-Nahyan. Dalam pertemuan trilateral itu, mereka menyadari bahwa normalisasi hubungan UEA-Israel telah berkembang sesuai harapan dan menjadi kekuatan bagi kemajuan kawasan.
AS tampak bertekad memperluas Kesepakatan Abraham (Abraham Accord) di dunia Arab. Normalisasi hubungan Arab-Israel setahun terakhir diawali oleh penandatanganan hubungan diplomatik UEA dan Bahrain dengan Israel, disaksikan Presiden Donald Trump di Washington DC, 16 September 2020. Setelah itu, Sudan dan Maroko menyusul bergandengan dengan Israel.
Kesepakatan tersebut membuat berang para pemimpin Palestina. Mereka menyebut upaya normalisasi itu sebagai ”tikaman dari belakang” terhadap Palestina.
Dalam konferensi pers bersama, Blinken mengatakan, normalisasi hubungan dapat dan harus menjadi kekuatan untuk kemajuan di kawasan. Kemajuan itu tidak hanya berdampak untuk hubungan antara Israel dan negara-negara Arab yang terlibat, tetapi juga antara Israel dan Palestina. Solusi dua negara dalam hubungan Israel-Palestina menjadi sangat terbuka.
Presiden AS Joe Biden sebelumnya mengatakan, Israel dan Palestina sama-sama layak hidup aman, menikmati kebebasan, kemakmuran, dan demokrasi. ”Presiden juga menjelaskan, solusi dua negara adalah jalan terbaik untuk masa depan Israel sebagai negara Yahudi dan demokratis, berdampingan secara damai dengan negara Palestina yang berdaulat dan demokratis,” kata Blinken.
Israel menolak
Namun, sementara pemerintahan Biden mempromosikan solusi dua negara, Israel secara eksplisit menolak kemungkinan berdirinya negara Palestina. Dalam temu pers bersama Kanselir Jerman Angela Merkel, Minggu lalu, PM Israel Naftali Bennett menepis seruan Merkel agar rakyat Palestina ”hidup aman” di negara sendiri.
Israel juga menolak rencana AS membuka konsulat untuk Palestina di Jerusalem Timur, yang ditutup pemerintahan Trump. Namun, hampir sembilan bulan memerintah, Biden belum terlihat akan membuka kantor diplomatik dengan Palestina itu. Pada Rabu, Blinken mengatakan, AS masih berkomitmen untuk membuka konsulatnya bagi Palestina meski tak menyebut kerangka waktunya.
Menurut Blinken, hubungan diplomatik UEA-Israel telah berkembang. Israel membuka kedutaan besarnya di UEA pada Mei 2021 dan disusul UEA membuka kantor perwakilannya di Israel pada Juli. ”Selain langkah-langkah diplomatik itu, hubungan antarmasyarakat antara kedua negara juga berkembang, termasuk dalam penanganan pandemi Covid-19,” katanya.
Blinken memaparkan, setelah normalisasi hubungan UEA-Israel itu, penerbangan komersial langsung antarkedua negara juga berjalan baik. Tahun lalu saja, ujarnya, ada sekitar 200.000 wisatawan Israel telah mengunjungi UEA. Rekor ini belum pernah terjadi sebelumnya.
”Kami sangat mendukung langkah-langkah bersejarah ini. Kami berkomitmen untuk terus mendorong upaya pemerintah dalam memperluas lingkaran negara-negara yang dapat menormalkan hubungan mereka dengan Israel di tahun-tahun mendatang,” kata Blinken.
Adapun Abdullah bin Zayed al-Nahyan mengatakan, UEA bertekad menjadi bangsa yang menjunjung nilai-nilai serta menghormati dan merayakan toleransi. Suksesnya hubungan UEA-Israel tidak saja memajukan kawasan, tetapi juga akan memulihkan hubungan Palestina-Israel.
Dia menilai, pemulihan hubungan UEA-Israel mengubah narasi di kawasan, terutama di kalangan generasi muda, menjadi lebih positif.
Sementara Lapid mengatakan, dalam empat bulan terakhir, Israel membuka kedutaan besar atau kantor perwakilannya di UEA, Maroko, dan Bahrain. Langkah yang sama akan dilakukan untuk Sudan.
”Persahabatan Israel-UEA dibangun berdasarkan pada nilai-nilai bersama, moderasi, toleransi beragama, pada pentingnya memerangi terorisme dan radikalisasi. Kemitraan tersebut didasarkan pada ekonomi, kemajuan, dan keunggulan teknologi,” katanya.
”Kemitraan ini bukan hanya antara Yahudi dan Arab, melainkan antara warga dunia yang ingin menjadi mitra dalam memerangi perubahan iklim, melawan kemiskinan, melawan pandemi yang telah merenggut nyawa jutaan orang,” ujar Lapid menambahkan.
Kelompok kerja
Blinken mengatakan, pertemuan trilateral kali ini juga menyepakati pembentukan dua kelompok kerja baru. Pertama terkait dengan hubungan antaragama. AS, Israel, dan UEA bekerja sama membantu toleransi dan memastikan semua kelompok agama dapat beribadah dengan leluasa tanpa kekerasan, intimidasi, dan diskriminasi.
Kelompok kerja kedua adalah tentang air dan energi, isu-isu kritis bagi tiga negara itu dalam menghadapi krisis iklim. ”Kami sangat senang Israel telah bergabung dengan Agriculture Innovation Mission for Climate, sebuah inisiatif bersama AS dan UEA untuk mengatalisasi investasi baru dalam pertanian cerdas-iklim,” kata Blinken.
”Akhirnya, kemitraan trilateral juga memungkinkan negara-negara kita untuk membahas isu-isu regional yang mendesak lainnya secara lebih efektif, untuk melakukannya bersama-sama. Misalnya, hari ini kita berbicara tentang berbagai masalah keamanan regional, termasuk Iran, Suriah, dan Etiopia,” kata Blinken.
Isu Iran
Dari pertemuan tersebut, AS dan Israel mengatakan bahwa mereka sedang menjajaki ”Rencana B” terkait isu Iran jika Iran tidak punya itikad baik untuk kembali ke meja perundingan terkait program nuklirnya. AS telah kembali untuk melanjutkan kesepakatan tahun 2015 itu, yang sempat terhenti karena AS secara sepihak keluar dari perundingan, Mei 2018.
Blinken dan Lapid mengungkapkan, diskusi AS dan Israel melihat ”opsi lain” jika Iran menolak tawaran untuk kembali mematuhi perjanjian jika Washington kembali bergabung di meja perundingan. Mereka tidak menyebutkan opsi apa yang akan dipilih.
Namun, ada berbagai opsi non-diplomatik yang dapat dipertimbangkan, mulai dari sanksi yang ditingkatkan hingga tindakan rahasia atau militer. Prioritas pemerintahan Biden adalah menghidupkan lagi kesepakatan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) yang diteken pada Juli 2015.
Pernyataan itu merupakan pengakuan langka oleh AS bahwa AS sedang mencari opsi yang harus dilakukan jika diplomasi dengan Iran gagal. Lapid mengatakan, tujuan kunjungan utamanya ke AS kali ini adalah karena kekhawatiran akan meningkatnya program nuklir Iran. Dari catatan, keputusan AS di bawah Presiden Trump keluar dari JCPOA tak lepas dari desakan kuat Israel.
”Iran di ambang menjadi negara nuklir. Setiap penundaan dalam negosiasi membawa Iran lebih dekat pada (pembuatan) bom nuklir. Mereka terus mengembangkan rudal balistik berkemampuan nuklir,” kata Lapid. (AFP/AP/REUTERS)