Setelah menutup diri hampir dua tahun, Australia kini menikmati ”era kebebasan”. Jumlah kasus infeksi Covid-19 masih tinggi di beberapa tempat, tetapi tidak memicu kekhawatiran di kota-kota sekitarnya.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
SYDNEY, KAMIS — Australia tengah menikmati masa-masa yang mereka sebut sebagai ”era kebebasan” setelah hampir dua tahun menjalani karantina ketat akibat pandemi Covid-19. Kasus masih meningkat di beberapa tempat, termasuk di Negara Bagian Victoria, walaupun cakupan vaksinasi sudah di atas 70 persen.
Para pakar kesehatan dan epidemiolog masih terus memantau perkembangan situasi di Australia. Per Kamis (14/10/2021), suasana di kota Sydney tampak berangsur ramai. Data terbaru menunjukkan, sebanyak 90,3 persen warga Sydney berusia 16 tahun ke atas telah menerima satu dosis vaksin Covid-19 dan 73,5 persen sudah menerima dosis lengkap.
”Targetnya, pada akhir pekan ini di Negara Bagian New South Wales (NSW), 80 persen penduduk berusia 16 tahun ke atas bisa menerima vaksin dosis lengkap,” kata Menteri Utama NSW yang baru terpilih, Dominic Perrottet.
Pada Senin (11/10/2021), yang oleh banyak orang disebut sebagai ”hari kebebasan”, Australia membuka diri setelah hampir dua tahun karantina. Kebijakan ini diterapkan berbeda-beda di setiap negara bagian. Queensland dan Australia Barat, misalnya, memilih tetap menutup diri dan tidak membiarkan warga negara bagian lain melintasi perbatasan mereka.
Di Negara Bagian Victoria, terjadi kenaikan kasus positif, yaitu 2.297 kasus dan 11 kematian. Mayoritas terjadi di kota Melbourne. Sebanyak 70 persen penduduk negara bagian ini sudah menerima vaksin dosis lengkap. Belum ada penjelasan lebih rinci apakah kasus baru itu terjadi di kelompok yang telah divaksin lengkap, baru menerima satu dosis, atau tidak divaksin karena alasan khusus seperti lansia ataupun orang dengan penyakit tertentu.
Kenaikan kasus di wilayah tetangga tidak membuat Sydney khawatir. Bahkan, Perrottet menambah kuota izin kumpul-kumpul guna melecut pertumbuhan ekonomi. Warga yang telah divaksin lengkap boleh berkumpul hingga 10 orang di dalam rumah. Untuk acara di luar ruangan diizinkan bagi 30 orang. Adapun resepsi pernikahan dan upacara pemakaman boleh melibatkan 100 orang. Jumlah itu dua kali lipat dari rencana pemerintah pekan lalu.
Negara Bagian NSW juga akan membagi-bagikan kupon sebesar 25 dollar Australia (sekitar Rp 261.000) kepada setiap orang dewasa yang sudah divaksin lengkap. Kupon ini bisa ditukarkan di restoran, bar, bioskop, pusat kebugaran, dan tempat-tempat hiburan. Terdapat pula insentif bagi tempat-tempat usaha yang mengadakan acara di luar ruangan. Akan tetapi, mereka yang belum divaksin atau menolak divaksin terpaksa tetap menjalani karantina hingga 1 Desember.
”Kami memahami pemerintah ingin menyejahterakan rakyat, tetapi setidaknya ini semua harus diiringi dengan imbauan terus memakai masker. Apalagi di ruangan tertutup,” kata epidemiolog Universitas Sydney, Alexandra Martinuik, kepada surat kabar Guardian Australia.
Pemerintah federal maupun negara bagian tidak mewajibkan masker di kantor dan sekolah. Meskipun persentasenya kecil, pemerintah tidak boleh melupakan orang-orang dari kelompok rentan atau yang tetap tidak memiliki daya tahan cukup setelah vaksinasi. Apalagi, jika sekolah dibuka, anak-anak dikhawatirkan berisiko menjadi pembawa virus.
Menteri Kesehatan Australia Greg Hunt mengatakan, anak-anak usia 5-11 tahun segera bisa mengakses vaksin Pfizer. Walaupun begitu, Martinuik menjelaskan tidak mungkin bisa mengimunisasi anak-anak dalam jumlah masif dalam waktu singkat. Tindakan pencegahan berupa protokol kesehatan di sekolah dan tempat umum masih sangat diperlukan.
Stop produksi
Pada saat yang sama, Kementerian Kesehatan Australia mengumumkan tidak akan melanjutkan kontrak dengan perusahaan farmasi CSL untuk memproduksi vaksin Covid-19 merek AstraZeneca. Kontrak berakhir apabila CSL selesai memenuhi target membuat 51 juta dosis vaksin. Sejauh ini, mereka telah memproduksi 20 juta dosis. Sebanyak 12,5 juta dosis digunakan di Australia dan 3,5 juta dosis telah dikirimkan ke negara-negara di Kepulauan Pasifik dan Asia Tenggara.
Keputusan ini dikritik keras oleh partai oposisi dan berbagai lembaga kemanusiaan. Juru bicara kampanye Akhiri Covid untuk Semua atau End Covid for All, Pendeta Tim Costello, menyebutkan, ini keputusan yang sangat egois karena Australia hanya memikirkan ketercukupan vaksin dalam negeri.
”Jelas sekali negara-negara tetangga masih kesusahan menangani Covid-19. Katanya Australia ingin berperan penting di kawasan Indo-Pasifik, semestinya dilakukan dengan misi kemanusiaan dan memastikan kawasan ini terlindung dari pandemi. Jika kawasan sudah terlindungi, kita harus terus memproduksi vaksin untuk disumbangkan kepada Covax ataupun wilayah lain di luar kawasan,” ujarnya kepada ABC News. (REUTERS)