Penggemar setia The Beatles tak sabar menanti rilis film dokumenter baru tentang band tersebut pada musim gugur ini. Film dokumenter baru editan sutradara Peter Jackson ini ternyata tak sesuram film aslinya.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Kangen dengan kelompok band legendaris The Beatles? Siap-siap. Mereka segera hadir kembali dalam bentuk buku baru, album terakhir yang diproduksi ulang, dan film dokumenter yang selama ini ditunggu-tunggu. Konon, film ini bisa memberikan titik terang mengenai hari-hari terakhir The Beatles dan keempat personelnya, yakni John Lennon, Paul McCartney, George Harrison, dan Ringo Starr.
Album Let It Be yang dirilis pada 1970 selama ini sudah dianggap sebagai album perpisahan The Beatles. Sebagian alasannya adalah album itu merupakan album terakhir yang mereka rilis. Selain itu, album itu diikuti dengan pembuatan film dokumenter yang menunjukkan ketegangan hubungan di antara keempat personel.
Sebenarnya proses rekaman Let It Be sudah dilakukan sebelum Abbey Road keluar pada 1969. Namun, Let It Be tidak digarap lagi dan didiamkan saja selama setahun karena The Beatles merasa belum puas. Faktanya, Paul McCartney ternyata tidak pernah merasa puas karena ia tidak dilibatkan dalam proses mixing oleh produser Phil Spector sehingga Paul kesal. Kali ini, album itu di-mixing ulang oleh Giles Martin, putra produser The Beatles, George Martin. Harapannya, upaya ini akan mewujudkan keinginan The Beatles.
Namun, menurut Giles, persoalan utamanya ada pada Paul karena ia biasanya memberikan banyak masukan dalam musik The Beatles. Itu tidak bisa dilakukan dengan adanya Spector.
Selain album remix, ada juga film dokumenter baru The Beatles: Get Back yang kemungkinan mulai beredar bulan depan. Sutradaranya Peter Jackson, yang juga menyutradarai seri film Lord of the Ring. Dalam proses pembuatan film dokumenter baru ini, Jackson sampai berjam-jam mempelajari rekaman video dari film dokumenter aslinya. Ia berusaha menunjukkan sisi yang lebih positif dan optimistis dari album Let It Be.
Ringo Starr menyukai versi yang baru ini. Ia mengakui The Beatles memang mengalami pasang surut dan itu wajar saja dialami kelompok band mana pun. ”Di film editan Peter Jackson bisa terlihat kami bersenang-senang dan itu tidak pernah ditunjukkan di dalam film dokumenter aslinya. Kami saling bercanda, bergembira, bermain, dan saling meneriaki. Itu yang kami lakukan,” kata Starr.
Editor The Daily Beatle, Roger Stormo, mengatakan, sebenarnya memang ada ketegangan di tubuh The Beatles karena George Harrison selama beberapa hari marah-marah terus. Harrison merasa dikesampingkan oleh McCartney dan Lennon. ”Namun, di saat mereka marah-marah, mereka juga bersenang-senang,” ujarnya.
Gara-gara film dokumenter aslinya, yang menggambarkan konflik yang dirasakan Harrison dan McCartney, publik kemudian menafsirkan suasana pada waktu itu tidak menyenangkan. Semua serba tegang dan ribut. ”Namun, saya tidak pernah melihatnya seperti itu. Mereka waktu itu justru sedang bersenang-senang, terutama ketika mereka konser di atap bangunan,” kata Stormo.
”Konser” di atap bangunan itu merupakan momen terkenal karena The Beatles tiba-tiba membuat konser dadakan di atap markas mereka di tengah kota London. Ini menjadi penampilan terakhir mereka.
Film dokumenter baru itu menjadi lebih lengkap dengan pembukuan seluruh percakapan yang ada di film. Sejarawan musik rock, Michka Assayas, menegaskan, kenyataan yang ditunjukkan dalam film dokumenter editan Jackson jelas membantah dugaan bahwa The Beatles sedang berada di ambang perpecahan saat memproduksi Let It Be.
”Saya termasuk yang percaya pada segala macam mitos terkait The Beatles, seperti Paul dan John saling membenci dan tak banyak mengobrol. Akan tetapi, kalau kita lihat dari dokumentasi percakapannya, mereka terlihat sangat dekat dan semua baik-baik saja pada awal 1969 itu,” kata Assayas.
Assayas menambahkan, setiap band pasti pernah ribut atau bertengkar di dalam studio. Namun, ia tak pernah menduga The Beatles pun mengalaminya karena tidak pernah ada dokumentasi mereka bertengkar sebelumnya. Ia menilai barangkali sudah saatnya meninjau kembali siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas terjadinya perpecahan di The Beatles. McCartney sempat dituding bertanggung jawab karena ia yang mengumumkan akhir dari The Beatles pada April 1970.
Namun, Stormo mengatakan, Lennon yang sebenarnya membuat The Beatles berakhir pada September tahun sebelumnya. Selama ini, McCartney dikenal sebagai yang orang yang paling menuntut dan kerap mengkritik terang-terangan lagu-lagu yang ditulis Harrison. Namun, McCartney juga pekerja keras dalam kelompok itu. Dia justru orang yang memainkan lagu-lagu Harrison, sementara Lennon tidak memainkannya. ”Kalau Paul tidak ada di The Beatles, kami mungkin hanya akan membuat dua album karena kami sangat malas,” kata Starr kepada BBC.
Starr menilai McCartney pekerja yang amat keras dan tidak kenal waktu. Ia dan Lennon kerap hanya duduk-duduk di taman sambil memandangi pohon. ”Pasti akan ada telepon dari Paul yang meminta kami masuk studio dan mulai latihan,” ujarnya. (AFP)