Dunia Desak Taliban Buka Akses untuk Bantuan Kemanusiaan di Afghanistan
Masyarakat internasional mendesak Taliban agar membuka akses ke wilayah Afghanistan bagi penyaluran bantuan kemanusiaan untuk rakyat yang dililit penderitaan di negara itu.
ROMA, RABU — Dunia mulai menggalang bantuan bagi warga Afghanistan untuk mencegah krisis kemanusiaan di negeri yang tengah dilanda kesulitan ekonomi itu. Bantuan akan ditujukan kepada rakyat, bukan pemerintahan Taliban, serta bukan sebagai pengakuan terhadap pemerintahan Taliban.
Bantuan itu, antara lain, datang dari Uni Eropa, negara-negara anggota G-20, dan Amerika Serikat. Janji paket bantuan Uni Eropa (UE) dan G-20 diumumkan pada konferensi virtual tingkat tinggi luar biasa G-20, Selasa (12/10/2021). Indonesia juga sudah menyatakan komitmen bantuannya.
Terkait dengan hal tersebut, Taliban didesak untuk membuka akses masuknya bantuan kemanusiaan itu ke seluruh wilayah Afghanistan, dengan membuka bandar udara Kabul dan pintu-pintu perbatasan negara, serta memastikan keselamatan bagi para pekerja kemanusiaan PBB dan staf diplomatik.
”Sangat sulit untuk membantu rakyat Afghanistan tanpa sebagian keterlibatan pemerintahan Taliban,” kata Perdana Menteri Italia Mario Draghi, yang negaranya saat ini menjadi Ketua G-20, seusai KTT. ”Jika mereka tidak ingin kami masuk, kami tidak dapat masuk.”
KTT digelar untuk membahas upaya bersama guna memperkuat koordinasi internasional dan dukungan terhadap PBB dalam mengatasi krisis kemanusiaan, ekonomi, dan keamanan di Afghanistan. Negeri ini dalam keterpurukan sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada 15 Agustus lalu.
Sebelum Taliban berkuasa, Afghanistan bergantung pada bantuan internasional. Sekitar 75 persen dari pengeluaran negara itu berasal dari dukungan komunitas internasional. Sejak Taliban berkuasa, bantuan internasional itu dihentikan.
KTT Luar Biasa G-20 secara virtual dihadiri para pemimpin dunia, termasuk Presiden Joko Widodo, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Perancis Emmanuel Macron, Presiden AS Joe Biden, dan Sekjen PBB Antonio Guterres.
Baca juga : Uni Eropa Janjikan Rp 16,3 Triliun untuk Rakyat Afghanistan
Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo mengatakan, Indonesia mengharapkan agar G-20 dapat menciptakan stabilitas di Afghanistan, mengatasi krisis kemanusiaan, serta mendukung pemulihan dan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan di Afghanistan. ”Sudah sangat lama rakyat Afghanistan mendambakan perdamaian dan hidup normal,” kata Presiden.
”Masyarakat internasional harus mengawal masa transisi ini, menuju Afghanistan yang stabil, damai dan sejahtera.”
Indonesia secara konsisten telah mendukung Afghanistan melalui berbagai program peningkatan kapasitas, pelatihan teknis, ataupun beasiswa. Menurut situs berita internal Kemlu RI, sejak 2006 hingga 2019, bantuan capacity building Indonesia di berbagai bidang telah mencapai setidaknya 555 pejabat pemerintah dan warga Afghanistan.
Menlu Retno LP Marsudi di sidang Majelis Umum PBB, 13 September lalu, telah menyatakan komitmen Indonesia menyalurkan bantuan senilai 3 juta dollar AS bagi Afghanistan. Di dalamnya termasuk untuk bantuan darurat kemanusiaan dan pembangunan masa depan.
Bukan pengakuan
Dalam KTT Luar Biasa G-20, PM Draghi menegaskan, negosiasi dengan Taliban guna memuluskan pasokan bantuan bagi warga Afghanistan, bukan merupakan pengakuan politik terhadap pemerintahan Taliban. ”Taliban akan dinilai dari tindakannya, bukan dari kata-katanya,” kata Draghi.
”Pemerintahan mereka, yang kami tahu, belum benar-benar inklusif, bukan benar-benar representatif. Hak-hak perempuan, sepanjang yang kami lihat, tampak seperti mundur ke 20 tahun silam,” ujar Draghi.
Dalam KTT luar biasa kali ini, UE menjanjikan paket bantuan senilai 1 miliar euro atau lebih dari Rp 16,34 triliun guna mendukung rakyat Afghanistan. Sementara G-20 berjanji mengakselerasi bantuan di tengah kekhawatiran mereka bahwa situasi kemanusiaan dan krisis keuangan bisa menjadi lebih buruk, terutama selama musim dingin mendatang.
”Situasi sosial-ekonomi di Afghanistan memburuk, membuat ratusan ribu warga Afghanistan berada dalam bahaya pada musim dingin yang kian mendekat. Bantuan kemanusiaan saja tidak akan cukup untuk mencegah kelaparan dan krisis kemanusiaan yang besar,” demikian situs berita internal Komisi Eropa, Selasa.
Ketua Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen mengatakan, ”Kita harus melakukan semua yang kita bisa untuk mencegah bencana besar kemanusiaan dan sosial-ekonomi di Afghanistan. Kita perlu melakukannya dengan cepat”, seperti dilaporkan situs berita Komisi Eropa tersebut.
Baca juga: Indonesia Hibahkan Rp 42,76 Miliar ke Afghanistan
Dia menyatakan, dukungan dana 1 miliar euro itu mencakup paket bantuan senilai 300 juta euro yang sudah dijanjikan UE sebelumnya. Dukungan ini disertai dengan paket tambahan, yakni bantuan khusus untuk vaksinasi, tenda pengungsi, serta perlindungan warga sipil dan hak asasi manusia.
Paket bantuan ditujukan untuk penduduk Afghanistan dan untuk negara-negara tetangga yang menampung pengungsi Afghanistan. Para pemimpin G-20 mendaulat PBB untuk mengoordinasikan respons kemanusiaan dan meminta lembaga keuangan internasional untuk memastikan berfungsinya sistem keuangan Afghanistan.
PBB telah memperingatkan bahwa ekonomi Afghanistan berada di ambang kehancuran setelah Pemerintah Afghanistan yang didukung Barat kembali jatuh ke tangan Taliban. Saat ini, Afghanistan sedang bergulat dengan krisis likuiditas karena aset-aset negara itu masih tetap dibekukan di AS dan negara-negara lain. Dukungan dana dari organisasi internasional juga telah dihentikan sementara.
UE tetap berhati-hati untuk tidak melegitimasi pemerintah sementara Taliban. ”Tetapi, rakyat Afghanistan seharusnya tidak membayar harga dari tindakan Taliban,” kata Von der Leyen.
Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan, AS adalah donor tunggal terbesar bagi Afghanistan, yakni mendonasikan 330 juta dollar AS tahun ini. AS akan tetap berkomitmen bekerja sama dengan komunitas internasional dan menggunakan sarana diplomatik, kemanusiaan, dan ekonomi untuk mengatasi krisis di Afghanistan dan mendukung rakyat negara itu.
Baca juga: AS Janjikan Bantuan Kemanusiaan untuk Warga Afghanistan
Paket bantuan komunitas internasional akan disampaikan kepada warga atau kelompok masyarakat Afghanistan oleh staf kemanusiaan dan diplomatik PBB, bukan lewat pemerintahan Taliban.
Peran Qatar
Utusan Khusus Qatar untuk Kontraterorisme dan Mediasi Resolusi Konflik, Mutlaq bin Majed al-Qahtani, mengingatkan, masyarakat internasional untuk tetap melibatkan Taliban. Isolasi kelompok itu dapat menyebabkan ketidakstabilan dan ancaman keamanan.
Qahtani menyebutkan, isolasi itu menimbulkan potensi bagi Al Qaeda menggunakan Afghanistan sebagai basis mereka untuk melancarkan serangan, seperti pada teror 11 September 2001. Ia mengaku telah mengadakan pembicaraan dengan Taliban tentang penanganan terorisme.
Taliban, kata Qahtani, berkomitmen untuk memerangi kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) yang semakin eksis di Afghanistan melalui afiliasinya, NIIS-Khorasan. Qatar dan Taliban, lanjut Qahtani, juga telah membahas isu-isu terkait dengan peran perempuan dalam masyarakat, akses anak perempuan ke pendidikan, dan pentingnya pemerintahan inklusif.
Kebijakan dan wawasan Qatar tentang Afghanistan diawasi dengan ketat karena negara kecil kaya gas itu memainkan peran besar di Asia Selatan yang dilanda perang itu.
”Apa yang kami sampaikan kepada pemerintahan sementara Taliban, otoritas de facto di Kabul, adalah diskriminasi dan pengucilan bukan kebijakan yang baik,” kata Qahtani dalam pidatonya di Global Security Forum di Doha diselenggarakan The Soufan Center. ”Sebagai otoritas de facto, Anda memiliki tanggung jawab tertentu,” kata Qahtani merujuk Taliban.
Baca juga : Perempuan Hakim Afghanistan, dari Pejuang Keadilan Jadi Buruan Kriminal
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, komunitas internasional harus menjaga saluran komunikasi dengan Taliban tetap terbuka untuk ”dengan sabar dan bertahap mengarahkan” ke arah pembentukan pemerintahan yang lebih inklusif. Turki, yang telah menampung lebih dari 3,6 juta warga Suriah, tidak dapat dibebani dengan masuknya migran dari Afghanistan.
Erdogan mengusulkan pembentukan kelompok kerja di Afghanistan dalam tubuh G-20 dan Turki bersedia menjadi pemimpin kelompok semacam itu. Perdana Menteri Italia Mario Draghi, tuan rumah KTT virtual G-20 itu, mengatakan bahwa proposal itu menarik, tetapi harus terlebih dulu mendapatkan persetujuan dari anggota G-20 lainnya. (AP/AFP/REUTERS/BEN)