AS Akan Lakukan Segala Cara untuk Hentikan Program Nuklir Iran
Amerika Serikat, Israel, dan Uni Emirat Arab menggelar pertemuan membahas isu nuklir Iran. Selain tetap mengedepankan diplomasi, AS menegaskan tidak tertutup kemungkinan mengambil cara lain.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Israel mengeluarkan seruan kepada Iran untuk segera menghentikan proyek pengayaan uranium, terutama yang terkait dengan pembuatan senjata nuklir. Walaupun AS mengaku tetap mengedepankan dialog, mereka tidak akan menghentikan apabila Israel memilih mengambil tindakan tegas.
Demikian diutarakan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menlu Israel Yair Lapid, dan Menlu Emirat Sheikh Abdullah bin Zayed di Washington, Rabu (13/10/2021) malam waktu setempat atau Kamis (14/10/2021) waktu Indonesia. Mereka bertemu membahas kian intensifnya Iran melakukan pengayaan nuklir.
”Kami akan melihat setiap opsi untuk menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh Iran,” kata Blinken dalam konferensi pers bersama dengan Yair Lapid, Emirat Sheikh Abdullah Bin Zayed. Sementara itu, Lapid lebih terbuka mengatakan, Israel berhak mengambil tindakan, kapan saja, dengan cara apa pun jika Iran tidak percaya bahwa dunia serius untuk menghentikan mereka.
AS, sebagaimana dikatakan Blinken, akan melakukan segala cara untuk memastikaan Iran menaati perjanjian nuklir tahun 2015 yang dikenal dengan Rencana Aksi Komprehensif Bersama atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Kesepakatan itu diprakarsai oleh Presiden AS saat itu, Barack Obama, dan Wakil Presiden Joe Biden.
”Kami selalu percaya bahwa diplomasi adalah cara yang paling efektif,” kata Blinken. ”Namun, dibutuhkan dua orang untuk terlibat dalam diplomasi, dan saat ini kami belum melihat dari Iran kesediaan untuk melakukan itu,” katanya. ”Kami siap untuk beralih ke opsi lain jika Ira”n tidak mengubah arah, kata Blinken lebih lanjut.
Meskipun terkesan ”keras”, pernyataan itu menegaskan janji AS dan UE yang akan mencabut embargo ekonomi atas Iran dengan syarat Iran menghentikan semua program nuklir mereka. Negara-negara yang menandatangani JCPOA adalah AS, Iran, Rusia, China, Jerman, Perancis, dan Inggris.
Pengganti Obama, Donald Trump, pada tahun 2018 menolak meneruskan JCPOA. Ia menganggap tidak ada untungnya bagi AS bekerja sama dengan Iran. Dampak dari sikap Trump, sanksi ekonomi atas Iran, terus berjalan. Keputusan Trump ini didukung oleh Israel. Bahkan, Perdana Menteri Israel saat ini, Naftali Bennett, beberapa kali mengutarakan percuma AS mengajak Iran kembali kepada JCPOA. Semestinya ada strategi baru untuk menghadapi Iran. Adapun pernyataan Blinken mengenai melakukan segala cara bisa dimaknai pula bahwa tidak tertutup kemungkinan AS mengambil tindakan lebih agresif di luar upaya-upaya diplomasi.
Sejauh ini, Presiden Iran Embrahim Raisi tidak menunjukkan tanda-tanda berminat kembali ke JCPOA. Iran terus melakukan pengayaan uranium walaupun pertengahan tahun 2015 fasilitas pengembangan nuklir di Natanz dihujani rudal oleh Israel. Raisi juga menolak bertemu dengan Biden serta delegasi AS di berbagai kesempatan, termasuk pertemuan JCPOA di Austria bulan Juni lalu.
Dari pihak UE, Koordinator Urusan Iran UE Enrique Mora akan mampir di Teheran untuk melobi Raisi beserta jajaran pemerintahannya. ”Ini situasi mendesak, tetapi kita tetap harus mengedepankan akal sehat dan diskusi,” ujarnya.
Sementara itu, Utusan Khusus AS untuk Iran Rob Malley memilih untuk melakukan tur ke Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Mengetahui Iran tidak mau berbicara dengan AS, Malley mendekati negara-negara tetangga agar mau terlibat membujuk.
Menyangkal
Iran terus menyangkal tuduhan bahwa mereka membuat senjata nuklir. Menurut pemerintah Teheran, pengembangan nuklir itu murni untuk penelitian. Akan tetapi, sejumlah laporan, termasuk dari intelijen Israel dan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), mengatakan, pengayaan uranium di Iran sudah mendekati level pembuatan senjata dengan kadar kemurnian 60 persen. Padahal, di bulan April 2021 kadarnya baru mencapai 20 persen.
Dalam kesepakatan JCPOA, Iran hanya boleh memurnikan uranium hingga kadar 3,67 persen. IAEA menjelaskan, dengan kemurnian uranium 60 persen, Iran hanya tinggal selangkah lagi dari membuat pelat bahan bakar reaktor. Jika tahap itu selesai, Iran sangat berpontensi memiliki persenjataan nuklir. (Reuters/AP)