Pemegang surat utang Evergrande dilaporkan belum menerima pembayaran kupon senilai hampir 150 juta dollar AS sejak jatuh tempo pada awal pekan ini. Batas akhir gagal bayar bagi perusahaan itu pun makin dekat.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
HONG KONG, RABU — Kemungkinan gagal bayar makin menghantui Evergrande Group setelah perusahaan properti raksasa China itu dilaporkan melewatkan tenggat pembayaran bunga surat utang putaran ketiga. Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan terbarunya menilai, otoritas China memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah utang Evergrande Group. Namun, IMF mengingatkan risiko secara umum bagi sektor keuangan di China akibat tekanan yang menjalar di perusahaan properti lainnya di China.
Evergrande memiliki kewajiban utang lebih dari 300 miliar dollar AS. Investor global dan pasar khawatir setelah Evergrande melewatkan pembayaran surat utang ketiga dalam tiga pekan. Ini terlihat pada Selasa (12/10/2021) kala perusahaan-perusahaan properti di China mengalami tekanan di pasar surat utang.
Pemegang surat utang Evergrande dilaporkan belum menerima pembayaran kupon senilai hampir 150 juta dollar AS sejak jatuh tempo pada awal pekan ini. Sejumlah pemegang surat utang bahkan mengaku Evergrande belum memenuhi kewajiban terhadap mereka pada putaran pertama dan kedua. Sejauh ini tidak ada konfirmasi ataupun tanggapan dari Evergrande. Namun, kalangan investor terus menghitung mundur tenggat waktu pada 18-19 Oktober 2021 sebagai batas akhir untuk menyatakan Evergrande gagal bayar atau tidak.
Pengembang-pengembang di China menghadapi tenggat waktu pembayaran sebelum akhir tahun. Seiring nasib Evergrande yang tampak semakin suram, kekhawatiran meningkat akan terjadi krisis lebih luas atas sektor properti di China. ”Kondisinya cukup serius sekarang. Sepertinya prosesnya akan lama dan berlarut-larut,” kata manajer pendanaan Trium Capital yang berbasis di London, Peter Kisler, tentang kemungkinan Evergrande akan mengakibatkan krisis lebih luas.
Masalah telah menyebar jauh melampaui Evergrande. Perusahaan properti saingan Evergrande, Fantasia, juga dilaporkan melewatkan pembayaran kupon surat utangnya.
Masalah telah menyebar jauh melampaui Evergrande. Perusahaan properti saingan Evergrande, Fantasia, juga dilaporkan melewatkan pembayaran kupon surat utangnya. Adapun perusahaan Modern Land dan Sinic Holdings mencoba menunda tenggat waktu. Kemungkinan besar keduanya tetap akan digolongkan sebagai gagal bayar oleh lembaga pemeringkat utama surat utang.
Data Refinitiv menunjukkan, setidaknya ada surat utang perusahaan pengembang properti China senilai 92,3 miliar dollar AS yang akan jatuh tempo tahun depan. Analis kredit korporat EM Seaport Global, Himanshu Porwal, mengungkapkan sejumlah tanggal dan pembayaran utama yang harus diperhatikan tahun ini. Pada 15 Oktober, misalnya, ada dua perusahaan properti China yang harus membayar kupon surat utang mereka, yakni Shimao senilai 820 juta dollar AS dan Xinyuan sebesar 229 juta dollar AS. Setelah itu, pada 18 Oktober ada Sinic senilai 244 juta dollar AS dan pada 27 Oktober ada Seazen Holdings senilai 100 juta dollar AS.
Sektor properti China diperkirakan nilainya mencapai 5 triliun dollar AS, menyumbang sekitar seperempat dari ekonomi China. Sektor properti itu kerap kali menjadi faktor utama dalam penyusunan kebijakan Beijing. Dalam catatan terkait kinerja surat utang di sektor properti, Kaisa Group merupakan pengembang properti China pertama yang mengalami gagal bayar pada 2015. ”Kami melihat lebih banyak kemungkinan gagal bayar ke depan jika masalah likuiditas tidak membaik secara nyata,” sebut analisis perusahaan pialang CGS-CIMB. Analisis itu juga memperingatkan bahwa perusahaan pengembang dengan peringkat kredit lebih lemah akan sangat sulit membiayai kembali utang mereka saat ini.
Rambatan dikendalikan
IMF melihat potensi rambatan masalah surat utang Evergrande relatif sudah terkendali. Tobias Adrian, Direktur Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF, dalam wawancara terkait rilis Laporan Stabilitas Keuangan Global IMF, mengatakan, pihak berwenang China memiliki sarana untuk mengatasi situasi ini di China. ”Mereka memiliki kapasitas fiskal dan perangkat hukum serta kelembagaan untuk mengatasi masalah ini. Satu hal yang salah adalah komunikasi tidak begitu jelas dan langkah-langkah yang diperlukan tidak diambil,” kata Adrian.
Laporan IMF menyatakan, efek rambatan sejauh ini terbatas pada pengembang properti lain yang lemah secara finansial dan perusahaan berperingkat lebih rendah. Jika situasinya meningkat, risiko tekanan keuangan lebih luas bisa terjadi. Implikasinya jelas pada ekonomi dan sektor keuangan China serta pasar modal global secara ekstrem.
Sejumlah sumber menyebutkan, Beijing telah mendorong perusahaan milik pemerintah dan pengembang properti yang didukung negara untuk membeli beberapa aset Evergrande. Dalam Laporan Stabilitas Keuangan Global IMF, organisasi tersebut mendesak para pembuat kebijakan untuk ”bertindak tegas” dan menargetkan dukungan ekonomi berkelanjutan yang disesuaikan kebutuhan negara. ”Selama pihak berwenang memiliki rencana yang jelas, saya berharap situasinya bisa diselesaikan,” kata Adrian. (AFP/REUTERS)