Suka atau tidak suka, mata uang kripto telah membantu kehidupan kaum perempuan di Afghanistan. Mata uang kripto menjadi pilihan. Salah satunya karena tidak perlu memiliki rekening di bank.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
Kompas/Didit Putra Erlangga Rahardjo
Tren untuk memiliki mata uang yang tergolong dalam cryptocurrency seperti bitcoin terus tumbuh dewasa ini, selain karena kemudahan untuk mendapatkannya, serta fluktuasi nilainya dalam kurun waktu yang singkat, Senin (22/1). Hanya , butuh pengamatan yang jeli serta pemahaman yang baik untuk menghindari sisi buruk dari mata uang seperti bitcoin ini agar tidak menderita kerugian.
Roya Mahboob sudah memakai salah satu mata uang digital kripto, bitcoin, untuk membayar gaji anggota staf dan pekerja lepasnya di Afghanistan sejak 10 tahun lalu. Waktu itu, ia belum menyadari betapa bitcoin ternyata bisa menjadi jalan keluar dan penyelamat perempuan untuk keluar dari kesulitan hidup di Afghanistan. Bahkan, bitcoin bisa menjadi tiket keluar dari Afghanistan dan pindah ke negara lain setelah kelompok Taliban kembali berkuasa sejak 15 Agustus lalu.
Menyadari perlunya perempuan memiliki alat atau sarana untuk bisa hidup mandiri dan berdaya, Mahboob, pendiri organisasi nirlaba Digital Citizen Fund, mengajarkan ketrampilan komputer dasar pada ribuan anak perempuan dan perempuan dewasa di kota Herat dan Kabul. Mereka juga belajar menulis blog dan membuat video yang bisa menjadi sumber penghasilan dalam bentuk uang tunai, bukan mata uang digital.
Sumber penghasilan seperti ini penting karena mayoritas anak perempuan dan perempuan dewasa Afghanistan tidak memiliki rekening bank. Alasannya, mereka tak boleh memiliki rekening bank atau tidak boleh menyimpan dokumen terkait bank.
Awalnya, dulu Mahboob memakai sistem pengiriman uang Hawala untuk membayar gaji dan lain-lain. Sampai kemudian ia mengenal bitcoin.
”Mengirim uang tunai ke orang lain itu tidak aman dan tidak mungkin. Transaksi online juga tidak bisa. Tidak ada juga pilihan pembayaran seperti PayPal. Untung ada bitcoin,” kata Mahboob (34).
Bitcoin dianggapnya lebih mudah digunakan, lebih murah, dan lebih aman ketimbang pilihan lain. Jadi, Mahboob mengajarkan perempuan Afghanistan untuk menggunakan bitcoin karena ini dianggapnya semacam investasi untuk masa depan.
Sekitar sepertiga dari 16.000 anak perempuan dan perempuan dewasa di Afghanistan belajar ketrampilan komputer dasar di pusat-pusat pembelajaran Mahboob. Mereka juga belajar membuat dompet kripto dan menerima uang. Jika mau, mereka juga bisa belajar berdagang dan berinvestasi bitcoin atau mata uang kripto lainnya.
Mahboob menceritakan ada banyak perempuan yang sudah meninggalkan Afghanistan semenjak Taliban masuk, dan sebagian sudah menggunakan dompet kripto untuk menarik uang mereka. Uang itu lalu digunakan untuk mengevakuasi keluarga mereka dan memulai hidup baru di negara baru.
Penggunaan mata uang kripto tumbuh dengan cepat di seluruh dunia. Bahkan, El Salvador sejak bulan lalu sudah menjadi negara pertama yang menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah. Namun, ada kekhawatiran negara-negara miskin tak bisa merasakan manfaat yang sama.
AFP/STANLEY ESTRADA
Seorang pria membeli di toko yang menerima bitcoin di San Salvador, El Savador, Rabu (9/6/2021) waktu setempat.
Meski begitu, tetap saja sistem itu digunakan oleh mereka yang tidak memiliki akses ke sistem perbankan formal. Mereka yang berada di wilayah konflik atau di negara-negara dengan tata kelola lemah juga menggunakan mata uang kripto.
”Di negara yang gagal atau sedang dalam kondisi sulit, ini menjadi cara untuk menghidupi keluarganya,” kata Keith Carter, associate professor di Sekolah Komputer, National University of Singapore.
Ia mencontohkan rakyat Venezuela yang membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari dengan dogecoin setelah mata uang Venezuela terjun bebas.
Dogecoin merupakan salah satu mata uang digital yang saat ini sedang tren dan mampu bersaing dengan bitcoin dan ethereum. Mata uang kripto digunakan di tempat-tempat yang minim infrastruktur digital sehingga ikut mendorong pembangunan infrastruktur karena permintaan akan layanan digital meningkat.
Mata uang kripto kini kian bergeser masuk ke arus utama dengan investor yang besar. Perusahaan bahkan negara bergerak untuk merangkul mata uang kripto sebagai aset dan alat pembayaran rutin.
Masyarakat di negara-negara seperti Afghanistan juga semakin banyak menggunakan mata uang kripto mengingat banyak warga yang tidak memiliki rekening bank. Apalagi bank juga sering tutup, dalam waktu lama pula. Sementara nilai tukar mata uang setempat terjun bebas.
AFP/MARVIN RECINOS
Warga berpawai di pusat kota San Salvador, El Salvador, untuk memprotes memprotes penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran, Selasa (7/9/2021). El Salvador pada hari Selasa menjadi negara pertama di dunia yang menerima bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah. Meski mendapat penolakan yang luas dari masyarakat dan peringatan internasional tentang risiko penggunaan Bitcoin bagi konsumen.
Farhan Hotak (22), misalnya, pria yang membantu keluarganya lari dari Provinsi Zabul di Afghanistan ke Pakistan dan kini memiliki 20.000 pengikut di Instagram gara-gara unggahan videonya seputar kegiatan mengawasi rumah dan situasi terbaru di Afghanistan.
Farhan mulai mengenal dan menggunakan mata uang kripto pada 2019 setelah mendengar sejumlah keuntungan dari penggunaan bitcoin. Menyusul kebijakan pembatasan Covid-19, ia lebih sering tinggal di rumah sehingga banyak menghabiskan waktu berselancar di internet. Mulailah ia berinvestasi.
Sejak awal, ia sudah mendulang untung banyak dalam waktu cepat. Lantas ia mulai mengikuti pengguna kripto lain di berbagai negara dan investasi di koin-koin baru seperti Matic, XRP, dan xHunter. ”Ini pilihan terbaik untuk saya dan orang lain yang seperti saya. Saya mau membuat kursus kripto khusus bagi warga Afghanistan supaya hidup mereka juga bisa terbantu,” ujarnya.
Para pendukung mata uang kripto gencar menunjukkan keuntungan dan manfaat mata uang kripto, seperti transfer bebas komisi dan nilai aset yang terlindungi dari ketidakpastian politik dan hiperinflasi. Namun, masih banyak pemerintah yang tetap waspada dengan mata uang kripto ini. Seperti China yang bulan lalu melarang semua aktivitas terkait kripto.
Para peneliti di University of Technology Sydney menemukan hampir separuh dari seluruh transaksi bitcoin selama 2009-2017 terkait dengan pembelian dan penjualan barang dan jasa ilegal. Dan sekitar satu dari tiga pengguna bitcoin terlibat dalam aktivitas ilegal seperti itu.
Namun, laporan dari perusahaan riset Chainalysis terbaru menunjukkan, aktivitas mata uang kripto terkait kegiatan kriminal sudah turun, dari 2,1 persen terhadap total volume transaksi di 2019 menjadi 0,34 persen di 2020.
Bagi Mahboob dan murid-muridnya serta anak-anak muda laki-laki di Afghanistan yang kini juga mulai banyak memakai kripto, mata uang kripto amat membantu kehidupan sehari-hari. ”Mustinya kami dulu lebih agresif mengajarkan kripto supaya lebih banyak orang yang punya dompet kripto dan bisa mengakses uang mereka sekarang," kata Mahboob yang pernah masuk menjadi salah satu dari 100 tokoh paling berpengaruh di majalah Time pada 2013 itu.
Bagi Mahboob, membekali perempuan sejak dini dengan modal seperti mata uang kripto bisa memberdayakan sekaligus menghindarkan mereka dari komplotan perdagangan manusia dan gerombolan penculik. ”Kekuatan kripto lebih besar, terutama bagi perempuan dan mereka yang tidak memiliki rekening bank. Ini sangat bermanfaat dan memberdayakan,” ujarnya. (REUTERS)