Pasar Keuangan Global Masih Dibayangi Krisis Energi
Sejumlah pasar saham ditutup melemah pada perdagangan awal pekan ini. Krisis energi global yang masih berlanjut mengancam pertumbuhan ekonomi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
TOKYO, SENIN — Pergerakan pasar saham secara global pekan ini diperkirakan masih dibayangi dinamika krisis energi di sejumlah negara. Krisis energi yang berkepanjangan menimbulkan spekulasi arah pemulihan ekonomi global.
Mengawali perdagangan pekan ini, Senin (11/10/2021), pasar saham di Paris dan Frankfurt turun, sama dengan pasar saham Sydney yang ditutup melemah. Indeks CAC Perancis kehilangan hampir 0,3 persen di awal perdagangan ke level 6.541,64; indeks DAX Jerman juga turun 0,3 persen ke level 15.166,39; dan indeks S&P/ASX 200 Australia turun 0,3 persen ke level 7.299,80. Hingga tulisan ini dibuat, indeks future Dow Jones melemah 0,3 persen, sedangkan indeks future S&P500 turun 0,4 persen.
Indeks saham di Tokyo ditutup menguat dan di London juga dibuka menanjak. Indeks Nikkei 225 melonjak 1,6 persen ke level 28.498,20. Indeks saham FTSE 100 Inggris naik tipis 0,1 persen menjadi di level 7.105,14. Ini setelah Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida tidak menuruti saran untuk menaikkan pajak atas keuntungan modal dan dividen. Kemungkinan kenaikan pajak setelah dia menjabat pada 4 Oktober membuat investor ketakutan.
Mengangkat Jepang sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia tetap menjadi misi penting bagi Kishida. Namun, ia dipandang sebagai pilihan terbaik dalam menjaga Partai Demokratik Liberal yang mendominasi politik Jepang sejak Perang Dunia II. Beberapa kritikus mengatakan, perubahan diperlukan apabila Jepang berharap untuk tetap kompetitif secara global. Hal itu terjadi justru ketika pandemi menciptakan masalah baru, mulai dari pergeseran gaya kerja hingga kekurangan pasokan.
Reli ekonomi di Jepang bisa saja berumur pendek. Seperti Eropa, Asia mengalami kekurangan bahan bakar yang dapat menghambat pemulihan dari pandemi.
Reli ekonomi di Jepang bisa saja berumur pendek. Seperti Eropa, Asia mengalami kekurangan bahan bakar yang dapat menghambat pemulihan dari pandemi. ”Krisis energi juga berlanjut. India dan China sama-sama mengalami pemadaman yang menghantam rantai pasokan dari sudut lain. Wilayah penghasil batubara di China mengalami banjir besar,” ujar analisis RaboResearch.
Seperti diwartakan, krisis energi di banyak negara membuat Pemerintah China meminta para petambang di dua wilayah utama penghasil batubara meningkatkan kapasitas produksi tahunan hingga 160 juta ton. Pada saat yang sama, krisis energi memperlihatkan kesulitan dunia untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan memicu krisis pangan.
Kekurangan listrik di China telah memicu perusahaan listrik melakukan penggiliran atau penjatahan aliran listrik, baik ke rumah-rumah maupun industri. Kondisi itu melumpuhkan operasi industri yang mengancam pertumbuhan ekonomi. Pemerintah China semula telah membatasi produksi batubara untuk tujuan iklim global. Namun, Beijing pada akhir pekan lalu meminta 98 perusahaan tambang batubara di Shanxi meningkatkan kapasitas produksi tahunan 55,3 juta ton sepanjang sisa akhir tahun ini.
Di Amerika Serikat, rilis angka ketenagakerjaan yang lebih lemah dari yang diharapkan telah menekan indeks-indeks saham Wall Street pada Jumat (8/10/2021). Laporan ketenagakerjaan menunjukkan, pengusaha hanya menambahkan 194.000 lapangan kerja sepanjang bulan lalu, jauh dari angka proyeksi para ekonom sebanyak 479.000 lapangan kerja. Tingkat pengangguran turun menjadi 4,8 persen dari 5,1 persen.
Pemerintah AS merevisi angka perekrutan bulan lalu menjadi lebih tinggi. Namun, perekrutan tenaga kerja pada bulan lalu masih yang terlemah sejak Desember 2020. Upah rata-rata juga naik sedikit lebih cepat dari Agustus dibandingkan yang diharapkan. Kondisi itu membantu pekerja, tetapi menambah kekhawatiran tentang inflasi secara umum di AS. Pekan ini, perhatian di Wall Street beralih ke angka inflasi yang akan dirilis pada Rabu (13/10/2021) dan data terbaru kinerja keuangan perusahaan-perusahaan sepanjang triwulan III-2021. (AP/AFP)