Singapura Bebaskan Karantina bagi Warga dari 8 Negara
Singapura melonggarkan kebijakan pembatasan dengan membuka pintunya bagi lebih banyak negara. Ada delapan negara yang warganya boleh masuk tanpa karantina 14 hari. Mereka harus sudah divaksin dan negatif Covid-19.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
SINGAPURA, SABTU -- Demi memulihkan perekonomian, Singapura akan kembali membuka pintu perbatasannya bagi delapan negara, yakni Kanada, Denmark, Perancis, Italia, Belanda, Spanyol, Inggris, dan Amerika Serikat. Singapura masih menutup pintunya dari kebanyakan negara Asia.
Mulai 19 Oktober mendatang, warga dari kedelapan negara tersebut yang sudah divaksin dan lolos tes Covid-19 tak perlu lagi menjalani karantina 14 hari saat berkunjung ke Singapura. Kebijakan terbaru ini merupakan salah satu upaya Pemerintah Singapura memulai kehidupan normal baru atau hidup berdampingan dengan Covid-19.
Pemerintah Singapura mengumumkan kebijakan terbaru ini, Sabtu (9/10/2021). Selain memulihkan perekonomian, langkah ini juga upaya Singapura memulihkan fungsinya sebagai salah satu pusat perjalanan dan finansial terbesar di dunia. Negara itu selama ini menjadi markas kantor pusat ribuan perusahaan dunia untuk wilayah Asia.
Keputusan Singapura membuka pintunya lagi itu didasarkan pada jumlah kasus Covid-19 yang dilaporkan menurun. Di negeri yang berpenduduk 5,45 juta jiwa itu disebutkan terdapat sekitar 3.000 kasus Covid-19 selama beberapa hari terakhir ini. Hampir semua kasus itu merupakan kasus ringan atau tanpa gejala. Sekitar 83 persen warganya pun sudah divaksin sehingga kekhawatiran pada Covid-19 sedikit berkurang.
Baru-baru ini Singapura kembali memberlakukan kebijakan pembatasan terkait Covid-19 untuk mempersiapkan warganya hidup berdampingan dengan Covid-19. Pemerintah tak mau bertindak gegabah karena tak ingin rumah sakit kewalahan.
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong yakin, Singapura akan bisa menjalani hidup yang "normal baru". Segala pembatasan akan dilonggarkan hanya jika kasus Covid-19 dinilai stabil. "Mungkin akan butuh waktu paling tidak tiga bulan atau enam bulan. Selama apapun itu, yang jelas kita pasti akan bisa sampai di titik itu," kata Lee.
Namun, Lee mengingatkan, pandemi Covid-19 belum berakhir. Kasus Covid-19 juga masih bisa meningkat, apalagi jika ada varian baru yang muncul. Jika itu terjadi, Singapura akan kembali memberlakukan pembatasan demi melindungi layanan kesehatan dan tenaga medis.
Tetap hati-hati
Meski akan memperbolehkan pendatang dari sejumlah negara bebas karantina, Pemerintah Singapura akan tetap memperketat aturan bagi mereka yang belum divaksin mulai Rabu mendatang. Siapapun yang belum vaksin, tidak boleh masuk mal dan makan di tempat umum.
"Mari kita menjalani kehidupan senormal mungkin sambil tetap berhati-hati. Kita tak boleh mengabaikan Covid-19, tetapi jangan sampai kita juga tidak bergerak karena takut," kata Lee.
Program perjalanan Singapura bagi warga yang sudah divaksin telah dimulai sejak September lalu bagi Jerman dan Brunei. Korea Selatan akan menyusul bulan depan.
Sekitar 3.000 pengunjung akan bisa masuk ke Singapura setiap harinya melalui "jalur perjalanan sudah vaksin". Jumlah ini jauh lebih sedikit ketimbang jumlah pengunjung ke Singapura pada tahun 2019. Pada tahun sebelum pandemi itu jumlah pengunjung ke Singapura mencapai 19,1 juta orang.
Saat ini Singapura masih membicarakan kebijakan bebas karantina dua arah dengan sejumlah negara lainnya. "Kami berharap upaya ini akan bisa menggenjot perjalanan udara lagi," kata Philip Goh, Wakil Presiden Asia Pasifik untuk Asosiasi Perjalanan Udara Internasional.
Maskapai penerbangan Singapore Airlines bergantung sepenuhnya pada perjalanan internasional. Maskapai itu merugi 3,15 miliar dollar AS hingga bulan Maret lalu. Ini tahun keduanya maskapai itu merugi. Bandara Singapura, Changi, merupakan bandara tersibuk di dunia pada 2019 dengan lebih dari 68 juta penumpang.
"Perekonomian Singapura sangat bergantung pada permintaan barang dan jasa dari luar. Sederhananya, langkah apapun yang bisa menambah jumlah penerbangan di Changi, pasti akan menambah pemasukan negara," kata Song Seng Wun, ekonom di CIMB Private Banking.
Pelonggaran di Australia
Selain Singapura, kota Sydney di Australia juga akan melonggarkan kebijakan pembatasan yang sudah berjalan selama 100 hari pada Senin besok. Perintah tetap tinggal di rumah akan dicabut setelah tercapai target 70 persen warga New South Wales yang sudah divaksin.
Namun, para dokter khawatir, keputusan itu terlalu cepat dan berisiko membuat layanan kesehatan kewalahan. Asosiasi Medis Australia (AMA) juga protes karena pemerintah melonggarkan pembatasan perjalanan dan pembatasan jumlah orang yang boleh bertemu di rumah, acara pernikahan, dan pemakaman.
"New South Wales tidak bisa gegabah di saat kritis seperti sekarang. Kalau terlalu cepat atau terlalu dini, akan berisiko banyak korban jiwa. Dan nantinya harus lockdown lagi," kata Presiden AMA, Omar Khorshid.
Namun, Menteri Besar New South Wales, Dominic Perrottet, tetap akan melonggarkan kebijakan pembatasannya karena pandemi ini menimbulkan krisis ekonomi. Jumlah kasus Covid-19 di New South Wales naik menjadi 646 kasus dari 587 kasus pada, Kamis, dan mayoritas ada di Sydney. Jumlah orang yang sudah divaksin mencapai 90 persen.
Negara bagian tetangga, Victoria, yang sudah menjalani kebijakan pembatasan sejak awal Agustus lalu mencatat ada 1.965 kasus dan lima orang tewas.
Untuk mengatasi pandemi, Menteri Kesehatan Australia Greg Hunter mengatakan, pemerintah federal akan meminta bantuan tenaga 2.000 perawat dan dokter dari luar negeri dalam enam bulan ke depan. Ini karena selama beberapa pekan terakhir rumah sakit di Melbourne dan Sydney sudah kewalahan. Secara keseluruhan di Australia terdapat 125.000 kasus Covid-19 dan 1.421 orang di antaranya tewas. (REUTERS)