Delegasi AS dan Taliban Bahas Evakuasi Lanjutan dari Afghanistan
Dalam pertemuan kali ini, AS-Taliban tidak saja membahas evakuasi lanjutan dari Afghanistan, AS juga menagih komitmen Taliban untuk membentuk pemerintahan inklusif.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
DOHA, SABTU — Delegasi pejabat senior Amerika Serikat dan Taliban bertemu secara langsung di Doha, Qatar, Sabtu (9/10/2021) pagi waktu setempat hingga Minggu, guna membahas evakuasi lanjutan warga asing dan warga lokal berisiko dari Afghanistan. Pertemuan ini yang pertama setelah Taliban kembali berkuasa di Afghanistan pada 15 Agustus dan penarikan penuh pasukan AS pada akhir Agustus.
Pejabat senior AS, Jumat (8/10/2021), mengatakan, fokus pembicaraan kali ini untuk meminta komitmen penuh dari Taliban agar mengizinkan warga AS dan warga asing lainnya meninggalkan Afghanistan. Begitu juga dengan warga Afghanistan yang pernah bekerja untuk militer atau pemerintah AS serta para sekutu pemerintah terguling.
Dilaporkan, delegasi tingkat tinggi AS yang terlibat dalam pertemuan di Doha ini adalah pejabat Departemen Luar Negeri, Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), dan pejabat intelijen AS. Mereka, antara lain, Deputi Utusan Khusus Departemen Luar Negeri Tom West dan pejabat tinggi kemanusiaan USAID, Sarah Charles.
Pejabat AS tersebut tidak merinci siapa saja pejabat senior Taliban yang akan terlibat dalam pertemuan itu. Namun, media melaporkan, delegasi Taliban kemungkinan terdiri atas para pejabat senior yang selama ini ditugaskan di kantor perwakilan di Doha.
Delegasi AS, kata pejabat senior AS, berencana meminta Taliban memastikan perjalanan yang aman bagi warga AS dan warga asing lainnya keluar dari Afghanistan. Selain itu, mereka juga akan menagih komitmen penguasa baru Afghanistan itu untuk membebaskan warga AS yang diculik, Mark Frerichs.
Prioritas utama lainnya adalah meminta Taliban memegang teguh komitmennya bahwa mereka tidak akan membiarkan Afghanistan kembali menjadi sarang teroris Al Qaeda dan ekstremis lainnya.
Taliban juga diminta untuk meningkatkan akses bantuan kemanusiaan karena Afghanistan dalam kondisi sangat parah dan diperkirakan sulit menghindari kontraksi ekonomi.
Utusan Khusus AS untuk Perdamaian Afghanistan Zalmay Khalilzad dilaporkan tidak termasuk dalam delegasi AS kali ini. Padahal, dia telah bertahun-tahun memelopori dialog damai antara Washington dan Taliban yang berpuncak pada penandatanganan nota kesepakatan damai di Doha, Qatar, 29 Februari 2020.
Menurut pejabat senior AS yang tidak disebut namanya karena tidak berwenang untuk berbicara, pertemuan AS-Taliban kali ini merupakan kelanjutan dari keterlibatan pragmatis AS dengan Taliban yang telah dimulai beberapa waktu lalu mengenai masalah kepentingan nasional yang vital. Pejabat itu mengatakan, tidak ada agenda untuk membicarakan soal pengakuan AS terhadap pemerintahan baru Taliban. ”Pertemuan ini tidak bermaksud untuk memberikan pengakuan atau legitimasi,” kata pejabat senior AS itu.
”(Sikap) kami tetap jelas. Legitimasi apa pun harus diperoleh lewat tindakan Taliban sendiri. Mereka perlu membangun rekam jejak yang berkelanjutan,” katanya.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden bertanya kepada Taliban tentang lambatnya evakuasi yang difasilitasi AS dari Afghanistan. Juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) AS, Ned Price, mengatakan, 105 warga AS dan 95 pemegang kartu hijau (green card) telah meninggalkan Afghanistan dengan penerbangan yang disponsori AS. Jumlahnya belum bertambah.
Para veteran perang dan individu Amerika lainnya telah membantu banyak warga lain untuk meninggalkan Afghanistan dengan penerbangan carter. Beberapa warga AS keluar dari Afghanistan dengan melintasi perbatasan darat yang berisiko.
Mereka semua menunggu evakuasi lanjutan. Permasalahan itu akan dibahas dengan Taliban. Para pejabat AS telah menyebutkan adanya kesulitan memverifikasi manifes penerbangan karena tidak ada lagi pejabat berwenang AS di lapangan di Afghanistan untuk membantu proses tersebut.
Washington juga bermaksud meminta Taliban menghormati hak-hak kaum perempuan dan anak perempuan. ”Kami menekan Taliban agar menghormati hak semua warga Afghanistan, termasuk perempuan dan anak perempuan, dan membentuk pemerintahan inklusif dengan dukungan luas,” kata Price.
Taliban dilaporkan telah melarang banyak perempuan untuk kembali bekerja dan anak perempuan ke sekolah. Hingga saat ini belum juga terbentuk pemerintahan inklusif seperti yang digembar-gemborkan Taliban sebelum mengumumkan kabinet interim.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell, beberapa hari lalu, mengatakan bahwa perilaku Taliban hingga saat ini ”tidak terlalu menggembirakan”.
Pendudukan AS selama dua dekade di Afghanistan berakhir dengan penarikan penuh pasukannya dan evakuasi dengan pesawat yang terorganisasi dengan tergesa-gesa, akhir Agustus. Hingga saat itu, lebih dari 124.000 warga sipil, baik warga Amerika, Afghanistan, maupun warga negara lainnya, telah dievakuasi dari Afghanistan. Ribuan lainnya yang tertinggal khawatir pembalasan oleh Taliban. (REUTERS/AFP/AP)