China Bertekad Satukan Kembali Taiwan dengan Damai
Presiden Xi Jinping menegaskan, penyatuan kembali Taiwan adalah tugas sejarah yang harus dipenuhi. Reunifikasi yang damai adalah pilihan paling tepat bagi Taiwan.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
BEIJING, SABTU — Presiden China Xi Jinping, Sabtu (9/10/2021), di Beijing, bersumpah mewujudkan ”penyatuan kembali” Taiwan dengan damai. Upaya apa pun untuk kemerdekaan pulau, yang diakui sebagai negara oleh belasan negara lain, disebut Xi sebagai ”separatisme kemerdekaan Taiwan”.
Xi menyampaikan pernyataannya saat berpidato dalam acara peringatan 110 tahun Revolusi Xinhai di Balai Agung Rakyat. Revolusi Xinhai, kadang disebut Revolusi China, mengakhiri Dinasti Qing, dinasti kekaisaran China terakhir. Revolusi diikuti kelahiran Republik China, yang kini menjadi nama resmi Taiwan, 1 Januari 1912.
Dalam pidato terkait upaya penyatuan kembali Taiwan, Xi sama sekali tidak menyinggung penggunaan kekuatan militer untuk memaksa Taiwan bersatu dengan Republik Rakyat China. Kata Xi, rakyat China memiliki ”tradisi mulia” dalam menentang setiap gerakan memisahkan diri.
”Gerakan kemerdekaan Taiwan adalah hambatan terbesar untuk mencapai penyatuan kembali tanah air, dan bahaya tersembunyi paling serius bagi pembaruan nasional,” katan Xi.
Pemimpin China modern itu mengatakan, ”reunifikasi” yang damai adalah pilihan paling pas dengan kepentingan seluruh rakyat Taiwan. Namun, China akan tetap melindungi kedaulatan dan persatuannya. Dengan demikian, seruan penyatuan kembali Taiwan itu adalah isyarat perang.
”Tidak ada yang boleh meremehkan tekad teguh, kemauan keras, dan kemampuan rakyat China untuk mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas teritorial,” kata Xi. ”Tugas sejarah penyatuan kembali ibu pertiwi harus dipenuhi, dan pasti akan dipenuhi,” ujarnya lagi.
Taiwan telah memiliki sistem pemerintahan mandiri yang demokratis dan mempertahankan dirinya dengan dukungan persenjataan modern. Tekanan militer dan politik dari Beijing yang terus meningkat direspons Taipei dengan tekad mempertahankan kedaulatannya. Taipei menyebut hanya rakyat Taiwan yang dapat memutuskan masa depan mereka.
Taiwan menamakan diri negara merdeka yang disebut dengan Republik China. Republik China, dipimpin Partai Kuomintang yang nasionalis, didirikan pada 1 Januari 1912. Pemerintahnya melarikan diri ke Taiwan pada 1949 setelah kalah perang saudara dengan Partai Komunis yang mendirikan Republik Rakyat China di China daratan.
Posisi Taiwan saat ini dapat dipahami dalam sejarah perang China-Jepang. Dalam perang tahun 1895, China menyerahkan kedaulatan Taiwan kepada Jepang pada 17 April 1895 di bawah Perjanjian Shimonoseki.
Jepang mempertahankan kedaulatannya hingga 28 April 1952 saat Perjanjian San Fancisco (Treaty of San Francisco) 1951 secara resmi mulai berlaku.
Merujuk perjanjian yang mengikat secara hukum itu, Jepang akhirnya melepaskan klaimnya atas Taiwan. Namun, Taiwan sudah dikuasai pasukan Kuomintang tak lama setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II tahun 1945. Ketika kemudian Jepang menyerahkan kedaulatan kepada Taiwan pada 28 April 1952, itu secara efektif memberi Taiwan kemerdekaan.
Namun, Xi kali ini justru menyerang sedikit lebih lembut daripada pernyataannya pada Juli 2021, saat China merayakan 100 tahun Partai Komunis. Saat itu, Xi berjanji menyelesaikan penyatuan kembali Taiwan dengan ”menghancurkan” setiap upaya kemerdekaan formalnya.
”Memecahkan masalah Taiwan dan mewujudkan penyatuan kembali tanah air adalah tugas sejarah yang tak tergoyahkan dari Partai Komunis China dan aspirasi bersama semua orang China,” kata Xi saat itu.
”Semua putra dan putri China, termasuk rekan senegaranya di kedua sisi Selat Taiwan, harus bekerja sama dan bergerak maju dalam solidaritas, dengan tegas menghancurkan setiap rencana kemerdekaan Taiwan,” ujarnya, seperti dikutip Reuters.
Pada 2019, Xi secara langsung mengancam akan menggunakan kekuatan untuk membawa pulau itu di bawah kendali Beijing. Angkatan Udara China mulai 1 Oktober 2021 melakukan tekanan selama empat hari berturut-turut ke zona identifikasi pertahanan udara Taiwan. Sekitar 150 pesawat tempur China melakukan intrusi ke wilayah udara Taiwan.
Dalam pidato kali ini, Xi tidak menyebutkan kehadiran jet-jet tempur itu. Berbicara sesaat sebelum Xi, Perdana Menteri Taiwan Su Tseng-chang mencatat bahwa China telah ”melenturkan otot-ototnya” dan menyebabkan ketegangan regional.
”Inilah sebabnya negara-negara yang percaya pada kebebasan, demokrasi, dan hak asasi manusia, dan berdasarkan nilai-nilai bersama, bekerja sama dan berulang kali memperingatkan bahwa China tidak boleh menyerang Taiwan,” ujar Su.
Taiwan menandai 10 Oktober, ketika revolusi antikekaisaran dimulai di China, sebagai hari nasional. Presiden Tsai Ing-wen akan memberikan pidato utama di Taipei, Minggu (10/10). (REUTERS/AFP)