Putusan Pengadilan Israel Soal Doa Warga Yahudi di Al-Aqsa Memantik Kecaman
Dewan Wakaf Jordania menilai putusan pengadilan Israel yang mendukung orang Yahudi berdoa di kompleks Masjid Al-Aqsa tak sah dan provokatif. Ada kekhawatiran di Palestina terkait upaya mengubah ”status quo” di situs itu.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·5 menit baca
JERUSALEM, JUMAT — Putusan pengadilan Israel yang mendukung seorang warga Yahudi berdoa secara ”hening” di kompleks Masjid Al-Aqsa di Jerusalem memantik kecaman Palestina dan berbagai kalangan di dunia Muslim. Putusan tersebut dinilai melanggar kesepakatan informal sejak lama, yang kerap disebut dengan status quo, terkait pengelolaan kompleks Masjid Al-Aqsa.
Dewan Wakaf Jordania, lembaga yang mengelola bangunan-bangunan suci Islam di kompleks Al-Aqsa, menilai putusan itu tidak sah dan merupakan provokasi yang tidak dapat dibenarkan.
Orang-orang Yahudi menyebut Masjid Al-Aqsa sebagai Bukit Kuil (Temple Mount). Nama Bukit Kuil, menurut kalangan Yahudi, merujuk pada dua kuil Yahudi—atau, menurut Alkitab, disebut Bukit Bait Allah—yang berdiri di sana pada zaman kuno. Masjid Al-Aqsa merupakan masjid tersuci ketiga bagi umat Muslim setelah Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah, Arab Saudi. Bagi pemeluk Yahudi, Bukit Kuil (Temple Mount) merupakan situs paling suci mereka.
Berdasarkan kesepakatan dan pemahaman informal selama ini, atau yang dikenal dengan status quo, umat Yahudi diperbolehkan mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsa, tetapi tidak diperkenankan sembahyang atau berdoa di sana. Sementara umat Muslim bersembahyang di Masjid Al-Aqsa, umat Yahudi bersembahyang di sekitar Tembok Barat atau juga disebut Tembok Ratapan.
Selama puluhan tahun, kompleks Masjid Al-Aqsa menempati episentrum konflik Palestina-Israel. Ketegangan di kompleks masjid suci itu memicu perang Gaza 11 hari, Mei lalu.
Kantor berita AFP, Jumat (8/10/2021) pagi, melaporkan bahwa seorang hakim pengadilan rendah Israel di Jerusalem, Bilhha Yahalom, telah membuat keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya, Rabu (6/10/2021). Keputusan itu berkaitan dengan kasus seorang pemukim Israel, Rabi Aryeh Lippo, yang dilarang masuk Masjid Al-Aqsa selama 15 hari oleh polisi Israel setelah polisi Israel mendapatinya berdoa di dalamnya.
Lippo pada 29 September lalu mengajukan petisi. Dia menentang setiap larangan berkunjung dan beribadah di kompleks Bukit Kuil oleh polisi. Putusan pengadilan di Jerusalem, Rabu lalu, mencabut pelarangan tersebut.
”Seperti kebanyakan orang lainnya, (pria itu) berdoa rutin setiap hari di Bukit Kuil,” demikian bunyi putusan tersebut. Mencermati bahwa Lippo melakukannya secara hening dan pribadi, pengadilan menyatakan, ”Aktivitas ini dengan sendirinya tidak cukup untuk disebut melanggar instruksi polisi.”
Fokus putusan hakim Yahalom adalah membatalkan larangan terhadap Lippo untuk memasuki alun-alun masjid. Menurut Yahalom, doa oleh Yahudi di Bukit Kuil tidak dapat dianggap sebagai tindakan kriminal jika dilakukan secara hening karena tidak akan melanggar perintah dan arahan polisi.
Mengenai aktivitas Lippo, Yahalom mengatakan, ”Pemohon berdiri di sudut dengan satu atau dua rekannya. Tidak ada kerumunan di sana. Dia berdoa dalam hening, hanya berbisik.” Yahalom pun memutuskan, doa Lippo tersebut ”tidak melanggar instruksi polisi”.
Polisi Israel banding
Polisi Israel melakukan banding atas putusan pengadilan tersebut. Menurut polisi Israel, Lippo ”melakukan tindakan yang tidak pantas di ruang publik”.
Tidak ada undang-undang Israel yang melarang warga Yahudi berdoa di kompleks Masjid Al-Aqsa. Namun, sejak 1967 saat Israel merebut Jerusalem Timur, termasuk Kota Tua, dalam Perang Enam Hari, otoritas Israel telah membatasi akses bagi orang-orang Yahudi berdoa di Masjid Al-Aqsa demi menghindari ketegangan dengan rakyat Palestina.
Otoritas Rabi arus utama juga menentang warga Yahudi berdoa di Bukit Kuil, mengingat tempat sembahyang umat Yahudi dipusatkan di halaman Tembok Barat. Desakan untuk menuntut akses berdoa di Bukit Kuil kerap disuarakan warga Yahudi sayap kanan.
Mahkamah Agung Israel pada awal tahun ini menetapkan ”setiap orang Yahudi memiliki hak untuk berdoa di Bukit Kuil, sebagai bagian dari kebebasan beragama dan berekspresi”. ”Di saat yang sama, hak-hak ini tidak mutlak dan dapat dibatasi dengan mempertimbangkan kepentingan umum.”
Kompleks Al-Aqsa, yang telah lama berada di pusaran konflik Israel-Palestina dan masuk wilayah Jerusalem timur yang dicaplok Israel, dikelola Dewan Wakaf Jordania. Fungsi dewan ini merupakan bagian dari perjanjian damai tahun 1994 antara Jordania dan Israel. Dewan ini, Kamis (7/10/2021), menyebut putusan hakim Yahalom sebagai sebuah ”provokasi” ilegal.
Dewan Wakaf dan kelompok Muslim menegaskan, putusan pengadilan Israel tidak sah. Ada ”pelanggaran terang-terangan terhadap Islam dan kesucian masjid”, kata pernyataan mereka. ”Tidak ada perizinan ibadah untuk non-Muslim di Masjid Al-Aqsa. Tidak ada hukum atau pengadilan yang akan berlaku untuk masjid itu,” kata mereka.
”Doa-doa (hening) ini merupakan provokasi dan pelanggaran kesucian Al-Aqsa,” kata Direktur Masjid Al-Aqsa Sheikh Omar al-Kiswani. ”Keputusan ini juga tidak memiliki legitimasi karena kami tidak mengakui hukum Israel atas Al-Aqsa,” katanya.
Seruan PM Palestina
Perdana Menteri Otoritas Nasional Palestina Mohammed Shtayyeh memperingatkan Israel agar tidak melakukan kegiatan dan tindakan apa pun di kompleks Al-Aqsa. Ia juga menyerukan agar AS memenuhi janjinya menjaga status quo kompleks Masjid Al-Aqsa. Kepada negara-negara Arab, Shtayyeh meminta mereka menunjukkan solidaritas terhadap rakyat Palestina.
”Kami menentang upaya-upaya Israel memberlakukan realitas baru di Masjid Suci Al-Aqsa,” kata Shtayyeh, Kamis, seperti dikutip laman Al Jazeera.
Dewan Wakaf biasanya memberikan akses terbatas kepada orang-orang Yahudi pada jam-jam tertentu, tetapi tidak mengizinkan mereka berdoa.
Negara-negara Islam, termasuk Mesir dan Turki, mengecam keputusan pengadilan Israel. Mesir mengecam keputusan itu sebagai ”pelanggaran” dan mengatakan pihaknya memiliki ”keprihatinan mendalam terkait konsekuensinya”.
Abdullah Kan’an dari Komite Kerajaan Jordania untuk Urusan Jerusalem menolak putusan itu. Dia menyebut putusan hakim pengadilan Israel itu sebagai serangan terhadap Masjidil Aqsa dan berjanji untuk ”dengan tegas” melawan putusan yang melawan rakyat Palestina dan kesucian Jerusalem.
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang berbasis di Arab Saudi juga mengecam keras ”keputusan dari apa yang disebut sebagai ’Pengadilan Jerusalem’ Israel”.
Aktivis untuk ibadah di Bukit Kuil Yahudi, Arnon Segal, menekankan bahwa terlepas dari sentimen Yahalom, ”kebenaran sederhananya adalah doa (Yahudi) dilarang di Bukit Kuil”. ”Tidak ada perubahan kebjakan,” tulisnya di Twitter. (AFP/AP/REUTERS)