Paus: Alihkan Uang Pembelian Senjata untuk Beli Makan bagi Warga Kelaparan
Paus Fransiskus menyebut perdagangan senjata sebagai kutukan kemanusiaan. Selayaknya jika dana yang dihabiskan untuk senjata dialihkan untuk memberi makan bagi kaum yang kelaparan dan mendistribusikan vaksin secara adil.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
ROMA, JUMAT — Pemimpin umat Katolik sedunia, Paus Fransiskus, bersama para tokoh lintas agama di dunia menyampaikan pesan perdamaian serta seruan perlucutan senjata pada akhir pertemuan bertajuk Pertemuan Internasional untuk Perdamaian ke-35 di Roma, Italia, Kamis (7/10/2021). Paus menyebut perdagangan senjata sebagai kutukan bagi kemanusiaan. Sudah sepantasnya jika dana yang dihabiskan untuk senjata dialihkan untuk memberi makan bagi kaum yang kelaparan dan mendistribusikan vaksin secara adil di seluruh dunia.
”Lebih sedikit senjata dan lebih banyak makanan, lebih sedikit kemunafikan dan lebih banyak transparansi, lebih banyak vaksin didistribusikan secara adil dan lebih sedikit senjata yang dipasarkan tanpa pandang bulu,” kata Paus Fransiskus dalam pidato penutupan pertemuan itu di depan Koloseum.
Hadir sejumlah pemimpin agama, termasuk Imam Besar Al Azhar Syaikh Ahmed el-Tayeb, pemimpin Rabi Eropa Rabi Pinchas Goldschmidt, dan para pemimpin umat Hindu, Buddha, Sikh. Hadir juga Kanselir Jerman Angela Merkel yang secara khusus menemui Paus untuk berpamitan di ujung kariernya sebagai kanselir.
Paus Fransiskus menegaskan kembali perlunya perlucutan senjata dan larangan total senjata nuklir. Dia menyatakan, perang telah mempermainkan kehidupan manusia. Ia mengecam praktik perdagangan senjata yang dinilainya memunculkan kutukan berupa kekerasan bagi kemanusiaan. Apalagi, kerap kali asal dana yang digunakan dalam bisnis pembelian senjata adalah dana-dana gelap yang tidak jelas asal muasalnya.
”Mari kita dengan tegas mendesak agar senjata disisihkan dan belanja militer dikurangi untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan, dan instrumen kematian diubah menjadi instrumen kehidupan,” kata Paus.
Pertemuan internasional tahunan para pemimpin agama itu telah diselenggarakan sejak 1986 oleh Komunitas Santo Egidio yang berbasis di Roma. Komunitas Santo Egidio adalah sebuah kelompok awam Katolik bagi kegiatan amal dan perdamaian di seluruh dunia. Pertemuan dua hari itu dihadiri para pemimpin agama dari 40 negara di dunia.
Pertemuan internasional tahunan para pemimpin agama itu telah diselenggarakan sejak 1986 oleh Komunitas Santo Egidio yang berbasis di Roma.
Paus Fransiskus dan Rabi Pinchas Goldschmidt sama-sama mencatat bahwa mereka berada di depan amfiteater yang digunakan untuk hiburan massal yang brutal pada zaman Romawi. Sikap acuh dan tidak peduli itu kerapkali menghinggapi kita dalam kehidupan modern kini, layaknya di zaman itu. Sudah saatnya sikap seperti itu diakhiri.
"Hari ini, kita juga bisa menjadi penonton kekerasan dan perang, seseorang yang membunuh saudaranya, seperti permainan yang kita tonton dari jarak yang aman, acuh tak acuh, yakin bahwa hal itu tidak akan pernah memengaruhi kita. Penderitaan orang lain hampir tidak mengganggu kita," kata Paus Fransiskus.
"Bahkan penderitaan para korban perang, migran, anak laki-laki dan perempuan yang terjebak dalam konflik dan dirampok dari permainan masa kanak-kanak mereka terjadi dengan tanpa beban. Kehidupan masyarakat dan anak-anak bukanlah mainan," katanya.
Para pemimpin agama itu juga menyatakan keprihatinan mereka atas fenomena yang kerap disebut dengan “nasionalisme” vaksin Covid-19. Fenomena ini merujuk pada kecenderungan negara-negara kaya mengamankan pasokan vaksin untuk diri-sendiri.
Imam Ahmed al-Tayeb mengingatkan soal ketidaksetaraan vaksin selama pandemi Covid-19. Ia mengatakan, pada saat sebagian besar orang di negara maju telah divaksinasi, nyatanya mereka yang tinggal di beberapa bagian Afrika tingkat vaksinasi itu baru menggapai 2-3 persen dari total populasi.
"Krisis ini telah memperlihatkan kemiskinan ekstrem dari kewajiban hati nurani dan tanggung jawab," kata Tayeb.
Sementara itu, di depan para pemimpin agama, Merkel mengatakan bahwa orang-orang harus tetap memperhatikan mereka yang paling menderita. ”Saya datang dari negara yang telah belajar dari masa lalunya,” kata Merkel dalam pidatonya. ”Saya berharap kita semua terus dalam semangat toleransi.”
Seusai bertemu Paus Fransiskus secara terpisah, ia mengatakan, respons atas fenomena perubahan iklim akan membutuhkan perubahan radikal dalam cara hidup manusia. Merkel memuji posisi Paus atas cara pandang manusia menghadapi fenomena perubahan iklim. ”Kebenaran harus diungkapkan,” kata Merkel.
Presiden Komunitas Santo Egidio, Marco Impagliazzo, meminta semua orang untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh pandemi Covid-19. ”Semoga menjadi awal yang baru, dan bukan hanya momen degradasi yang memisahkan kita satu sama lain,” katanya dalam pesan video pembukaan, sebagaimana dikutip media Vatican News.
Menjelang saat mengheningkan cipta bagi para korban perang, Paus memohon kepada Tuhan agar melunakkan hati manusia. Paus juga bersyukur atas kehadiran banyak tokoh agama dalam acara di Roma itu. Menurut dia, doa dari semua yang hadir adalah ”sumber kekuatan yang membawa kedamaian dan melucuti hati yang dipenuhi kebencian.” (AFP/REUTERS)