Nobel Perdamaian untuk Maria Ressa dan Dmitry Muratov
Maria Ressa dan Dmitry A Muratov menerima penghargaan Nobel Perdamaian 2021. Kerja jurnalistik mereka menjaga kebebasan berekspresi dan kebebasan pers di tengah rezim otoriter sejalan dengan pesan Alfred Nobel.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
OSLO, JUMAT — Komite Nobel Norwegia, Jumat (8/10/2021), menganugerahkan penghargaan Nobel Perdamaian 2021 kepada perempuan jurnalis Filipina, Maria Ressa, dan jurnalis Rusia, Dmitry Muratov. Upaya keduanya untuk menjaga kebebasan berekspresi di negara masing-masing dinilai mewakili cita-cita semua orang, terutama jurnalis, ketika kehidupan demokrasi dan kebebasan pers semakin memburuk. Kebebasan berekspresi merupakan syarat bagi demokrasi dan perdamaian abadi.
Pengumuman penghargaan Nobel untuk kedua jurnalis ini disampaikan oleh Ketua Komite Nobel Norwegia Berit Reiss-Andersen.
Maria Ressa, yang saat pengumuman penghargaan tengah menjadi pembicara dalam diskusi daring bersama ratusan jurnalis di Asia Tenggara, terlihat kaget saat mendengar kabar tersebut. ”Oh, Tuhan. Terus terang aku sangat terkejut. Penghargaan ini buat kita semua,” katanya. Tidak lama kemudian, di layar dia terlihat menerima telepon dan meminta izin untuk meninggalkan layar.
Para penerima penghargaan Nobel Perdamaian 2021 di luar dugaan banyak pihak. Semula, banyak orang menduga Komite Nobel Perdamaian akan semakin menggaungkan masalah perubahan iklim dengan menganugerahkan penghargaan ini kepada para aktivis lingkungan.
Apalagi, momentumnya akan berurutan dengan penyelenggaraan KTT Perubahan Iklim di Glasgow, November mendatang. Greta Thunberg, aktivis muda asal Swedia, dijagokan untuk menerima penghargaan ini.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga dijagokan untuk menerima penghargaan Nobel Perdamaian tahun ini. Peran WHO dengan sistem distribusi vaksin Covid-19, COVAX, di tengah pandemi dinilai patut untuk menerima penghargaan. Ini akan melanjutkan pencapaian oleh Program Pangan Dunia (WFP), penerima penghargaan yang sama tahun sebelumnya.
Duterte dan perang narkoba
Dalam pengumumannya, Komite Nobel Norwegia menyebutkan, Ressa telah menggunakan kebebasan berekspresi dan kemampuan jurnalistiknya untuk mengungkap penyalahgunaan kekuasaan yang berkembang di Filipina. Melalui media yang didirikannya tahun 2012, Rappler, Ressa dinilai telah menunjukkan diri sebagai pembela kebebasan berekspresi yang tidak mengenal takut.
Karya-karya jurnalistik Rappler memusatkan perhatian dan bersikap kritis terhadap kampanye antinarkoba Presiden Rodrigo Duterte yang kontroversial. Kebijakan itu mengakibatkan jumlah kematian yang sangat besar, lebih kurang 29.000 jiwa menurut data Kepolisian Nasional Filipina. Tindakan tersebut dinilai bagian dari penyalahgunaan kekuasaan, penggunaan kekerasan, dan otoritarianisme yang diperlihatkan di Filipina.
Dengan jumlah kematian yang sangat tinggi, kebijakan Duterte itu dinilai lebih menyerupai perang yang dilancarkan terhadap rakyat Filipina sendiri. ”Ressa dan Rappler juga telah mendokumentasikan bagaimana media sosial digunakan untuk menyebarkan berita palsu, melecehkan lawan, dan memanipulasi wacana publik,” kata Reiss-Andersen.
Muratov dan Rusia
Komite Nobel Norwegia juga menganugerahi Dmitry Andreyevich Muratov, pendiri surat kabar independen Rusia, Novaya Gazeta, penghargaan Nobel Perdamaian 2021. Setelah mendirikan Novaya Gazeta tahun 1993, Muratov yang kemudian didapuk sebagai pemimpin redaksi dinilai telah beberapa dekade membela kebebasan berbicara di Rusia dan bersikap kritis terhadap kekuasaan. Kondisi ini kini dinilai semakin menantang.
Sikap kritis Novaya Gazeta sejak berdiri hingga saat ini ditunjukkan dengan menerbitkan puluhan ribu artikel tentang korupsi, kekerasan polisi, penangkapan tidak sah, penipuan pemilu, hingga pabrik troll. Semua tindakan itu berujung pada disinformasi dan berita bohong, sampai penggunaan penggunaan pasukan militer, baik di dalam Rusia maupun di luar negeri. Novaya Gazeta tidak pernah berhenti memberitakannya meski banyak ancaman diterima redaksi.
Sejak awal Novaya Gazeta berdiri, enam jurnalis surat kabar ini terbunuh, termasuk Anna Politkovskaja yang mengungkap perang di Chechnya. Meski banyak ancaman pembunuhan, Muratov menolak meninggalkan kebijakan independen surat kabar tersebut. Dia secara konsisten membela hak jurnalis untuk menulis apa pun yang mereka inginkan selama mereka mematuhi standar profesional dan etika jurnalisme.
Reiss-Andersen mengatakan, jurnalisme yang bebas, independen, dan berdasarkan fakta berfungsi untuk melindungi masyarakat dari penyalahgunaan kekuasaan, kebohongan, dan propaganda perang. Komite Nobel Norwegia yakin bahwa kebebasan berekspresi dan kebebasan informasi membantu memastikan masyarakat terinformasi dengan baik. Hak-hak ini merupakan prasyarat penting bagi demokrasi dan perlindungan dari perang dan konflik.
”Pemberian Hadiah Nobel Perdamaian kepada Maria Ressa dan Dmitry Muratov dimaksudkan untuk menggarisbawahi pentingnya melindungi dan membela hak-hak dasar ini,” katanya.
Komite Nobel Norwegia menilai, tanpa kebebasan berekspresi dan kebebasan pers, akan sulit mempromosikan persaudaraan antarbangsa, perlucutan senjata, dan tatanan dunia yang lebih baik. ”Oleh karena itu, penganugerahan Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini berlabuh kuat dalam ketentuan-ketentuan wasiat Alfred Nobel,” ujarnya.